Seorang Filsuf Yunani kuno, yang konon katanya merupakan guru dari filsuf ternama, Plato dan Aristoteles mengemukakan bahwa apabila kebijaksanaan hukum dapat dihadirkan oleh negara dan warganya, maka kehidupan manusia akan menemukan kebahagiaan yang sejati.
Sebagai orang hukum, lantas aku bertanya-tanya. Apa itu yang dimaksud kebijaksanaan hukum menurut Socrates? Jika dalam prakteknya hukum masih mengandung prinsip menang dan kalah, untung dan rugi serta nilai materi lainnya.
Dalam renunganku tentang kebijaksanaan hukum, akhirnya aku temukan setelah membaca buku Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Generasi yang disusun oleh Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak dan Markus Y Hage, tentang konsep kebijaksanaan hukum ala Socrates.
Jadi begini, pemikiran Socrates tentang aturan hukum ini, ternyata merupakan gaya pemberontakan terhadap para pemikir atau penguasa kolot yang melanggengkan kekuasaan dan oligarkinya serta gerombolan yang memanfaatkan aturan untuk memperoleh keuntungan semata.
Beliau berkata bahwa hukum sejatinya tatanan objektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum atau kebijaksanaan itu. Dengan adanya sifat bijak maka tatanan praktek hukum manusia akan lebih terarah saling menghargai hak satu dengan yang lain, serta lebih patuh dalam konsep dalam bernegara.
BACA JUGA: IBU ADALAH DEWI KEADILAN YANG SESUNGGUHNYA
Untuk menuju ke arah yang sempurna seperti kebijaksanaan hukum itu, sangatlah sulit. Diperlukan generasi yang lebih arif dan mampu memahami bidang hukum. Selain itu, nilai moral dan tatanan sosial juga harus dibentuk ke arah yang baik.
Walaupun yang dijelaskan Socrates masih terkesan absurd dan tidak sat-set tas-tes, bukan berarti wacana yang dikemukakan olehnya hanya ilusi bualan semata. Aku yakin konsep kebijaksanaan hukum itu bisa diwujudkan, walaupun di negara kita yang masih tergolong supremasi hukumnya lemah.
Menjemput Kebijaksanaan Hukum
Pembahasan pertama, aku akan mencoba menyampaikan pemikiran Socrates kepada kalian para pembaca, soal kebijaksanaan hukum itu bisa dijemput. Contohnya dengan cara mengafirmasi jiwa positif, meningkatkan jiwa kepedulian serta memperdalam ilmu pengetahuan.
Bagi Socrates, setiap individu memiliki jiwa yang positif, rasa kepedulian tinggi serta ilmu pengetahuan yang cukup maka kebijaksanaan itu dapat dijemput dan dihadirkan dalam bernegara.
BACA JUGA: IBU ADALAH DEWI KEADILAN YANG SESUNGGUHNYA
Karena dalam konsep menjemput kebijaksanaan melalui jiwa yang positif, kepedulian tinggi dan ilmu pengetahuan yang baik akan mendatangkan suatu generasi yang tidak hanya berpikir masalah yang tampak.
Artinya generasi ini tidak mendewakan materi, jabatan serta sifat hedonism lainnya. Jika para generasi atau minimal individu kelompok sudah menjalankan sifat ini, dipastikan materi akan datang mengejarnya.
Namun sebaliknya, jiwa generasi atau individu tidak memiliki afirmasi jiwa yang positif, tidak memiliki kepedulian terhadap sesama dan ilmu pengetahuan yang kurang maka ia akan diperbudak materi, kedudukan dan sifat hedonisme.
Kenalilah Dirimu Untuk Menjadi Bijak
Tujuan dari konsep mengenali diri untuk menciptakan kebijaksanaan hukum menurut Socrates sebenarnya menyangkut integritas. Artinya jika afirmasi positif sudah ada, kepedulian sudah diterapkan dan pengetahuan sudah cukup, maka langkah selanjutnya kenalilah dirimu dengan segala kebijakan yang telah kamu miliki.
Atau jika mengelaborasikan dengan Falsafah Jawa yakni tentang “Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku.” Maknanya segala bentuk pengetahuan kebaikan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dipraktekkan sesuai rulenya, bukan sekedar pengetahuan wacana semata.
BACA JUGA: OFFICIUM NOBILE, KEMULIAAN ATAU YANG MULIA?
Jika nilai integritas sudah tertanam dan terlaku pada generasi suatu bangsa, maka Socrates yakin antara negara dan warganya sudah bisa menjalankan kebijaksanaan hukum yang mendatangkan kebahagiaan.
Jalannya Kebijaksanaan Hukum
Poin terakhir ini merupakan goal dari kebijaksanaan hukum, setelah aku coba merefleksikan untuk menuju hukum yang bijak dengan cara afirmasi jiwa positif, kepedulian yang tinggi, pengetahuan yang cukup serta integritas, maka endingnya kebijaksanaan hukum bisa dijalankan.
Socrates menyebutkan, individu suatu negara merupakan objek moralitas yang diukur dari bijak atau tidaknya suatu negara dalam menjalankan praktek hukumnya.
Ketika individu negara sudah terbentuk dengan bijak, maka segala bentuk sistem yang kolot, korup dan hedon dengan sendirinya pun akan runtuh. Penghormatan individu kepada aturan hukum itu lebih mulia, sekalipun hukum yang diciptakannya masih berantakan.
Dan pada suatu saat nanti, ketika kebijaksanaan hukum sudah diterapkan dengan baik, maka kehidupan manusia akan lebih bahagia, sebagaimana cita-cita dari Socrates yang pada akhir hayatnya beliau tetap melakukan penghormatan terhadap ‘putusan pengadilan sesat’ yang menjatuhi hukuman mati dengan cara meminum racun, atas sikap kritis dan bijaknya tentang kehidupan.