Putusan hakim merupakan momen krusial yang dinantikan oleh terdakwa, karena putusan hakim akan menentukan kelanjutan nasib mereka. Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus menyeimbangkan tiga aspek penting penegakkan hukum. Yaitu, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi semua pihak. Ketiga aspek tersebut penting agar putusan yang dijatuhkan sesuai dengan cita hukum bangsa Indonesia dan harapan pencari keadilan.
Ngomongin soal putusan hakim, dalam kasus pidana, ada empat jenis putusan hakim yang wajib banget kamu tahu. Yuks, kita bahas satu per satu.
- Putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)
Putusan NO adalah putusan di mana pengadilan menyatakan bahwa Surat Dakwaan atau Tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, karena alasan tertentu. Putusan NO ini tidak berkaitan dengan pokok perkara, melainkan karena alasan hukum atau administratif. FYI aja, ada beberapa alasan kenapa hakim menjatuhkan Putusan NO.
- Surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Dalam ketentuan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP diatur bahwa hakim dapat menyatakan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima kalo Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Ayat (2) huruf b KUHAP.
- Penahanan, penangkapan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan secara tidak sah dapat mengakibatkan perkara dinyatakan tidak dapat diterima. Hal ini secara keseluruhan diatur dalam Pasal 77-83 KUHAP tentang Pra-Peradilan.
- Perkara Ne Bis In Idem. Konsepnya gini, seseorang tidak dapat diadili dua kali untuk perbuatan yang sama yang telah diputus dengan kekuatan hukum tetap, hal ini diatur dalam Pasal 76 KUHP. Terhadap perkara Ne Bis In Idem, hakim dapat menyatakan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima.
BACA JUGA: 4 TAHAP PROSES HUKUM DALAM KASUS PIDANA
- Putusan Bebas (Vrijspraak)
Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 Ayat (1) KUHAP yang mengatur bahwa, “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Putusan bebas ini terjadi ketika hakim menilai bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, karena tidak terpenuhinya minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 183 KUHAP.
Contohnya, seorang terdakwa dituduh mencuri mobil. Selama persidangan penuntut umum tidak dapat memberikan bukti yang cukup, seperti saksi yang melihat langsung atau rekaman CCTV di TKP. Karena tidak terpenuhinya minimal dua alat bukti, maka hakim pada putusannya membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan menyatakan terdakwa tidak bersalah.
BACA JUGA: PERBEDAAN KASUS PERDATA DAN PIDANA
- Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan (Onslag van Recht Vervolging)
Putusan lepas dari segala tuntutan diatur dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP. “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Pada putusan lepas, terdakwa sebenarnya terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Sayangnya terdakwa tidak dapat dipidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan “Perbuatan pidana.” Jadi, meskipun perbuatan itu terjadi, secara hukum tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Contohnya, seorang wanita melakukan penganiayaan dengan menendang bagian vital laki-laki yang hendak memperkosanya. Saat persidangan, terdakwa mengatakan bahwa dia terpaksa menendang laki-laki tersebut untuk melindungi dirinya. Hakim kemudian memberikan putusan lepas, karena terdakwa melakukan pembelaan terpaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP.
- Putusan Pemidanaan (Veroordeling)
Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP. “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan akan menjatuhkan pidana kepada terdakwa.”
Ini berarti terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Jadi ya, secara hukum si terdakwa memang harus dipidana.
Contoh dari putusan pemidanaan, jika seorang terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penipuan. Setelah melalui proses persidangan dan ada bukti yang cukup, hakim memutuskan terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun serta denda sebesar Rp100 juta.
Penting bagi kita untuk mengingat bahwa putusan hakim dalam kasus pidana mencerminkan hasil akhir dari proses hukum yang panjang dan kompleks. Memahami berbagai jenis putusan dalam perkara pidana, membantu kita menghargai kompleksitas proses peradilan dan keseimbangan antara keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi semua pihak.