EFEK BERANTAI DAMPAK COVID-19

Ini nih, yang Foxtrot takutin akhirnya terjadi juga. Selain berbahaya dari segi kesehatan, badai Covid-19 memiliki efek yang lebih luas di kehidupan sosial masyarakat. Khalayak umum udah pada tau Covid-19 merupakan penyakit menular, banyak ahli udah ikutan urun rembug soal ini. Ada yang ahli beneran, ada yang ahli karbitan bermodal kuota, wes pokoke semua ikut gugur gunung berkomentar soal Covid-19 ini, kayak nggak ada berita lain aja.

Baru-baru ini pemerintah telah mencanangkan Covid-19 di Indonesia sebagai bencana non-alam, sehingga termasuk dalam force majeur alias keadaan kahar. Padahal PBB udah duluan ngumumin kalo Covid-19 masuk dalam kategori pandemik global beberapa saat sebelumnya.

Cuma para ahli yang budiman mungkin lupa, bahwa selain masalah kesehatan, badai Covid-19 juga punya efek berantai yang nggak kalah mengerikan, berupa konflik horizontal.

Mulai dari panic buying pada awal-awal Covid-19 hadir di Indonesia, efeknya mau mencari handsanitizer aja susah. Ujung-ujungnya muncul oknum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk menimbun dan menjual kembali masker dan APD dengan harga di luar kewajaran. Warga kelas atas mampu menstok barang kebutuhan pokok dalam jumlah massif, sedangkan warga kelas bawah ya gigit jari. Masih inget kan ketika produk pemutih pakaian tetiba raib di pasaran ndes?

Lalu ada lagi tentang penolakan oknum masyarakat terhadap jenasah korban Covid-19 ketika akan dimakamkan. Mobil ambulan pengantar jenasah sampe dilempari batu. Bahkan keluarga yang ditinggal mati pun mendapat perlakuan sama sulitnya dari tetangga-tetangganya, bahkan ada yang harus diusir. Gimana perasaanmu ndes kalo kamu berada diposisi itu? Udah kehilangan anggota keluarga karena Covid-19, mau nguburin jenasah susah, eh tiba-tiba diusir pula dari rumah tempat tinggal selama ini.

BACA JUGA: 5 PERTANYAAN SEPUTAR PROGRAM PEMBEBASAN NAPI

Apa nggak yingan itu namanya?

Banyak terjadi PHK besar-besaran di sektor usaha formal, sedangkan di sektor informal karena kondisi yang serba susah jadi banyak usaha yang gulung tiker. Ojek online berguguran karena sepinya order. Ada juga yang terusir dari kost-kontrakannya karena nggak mampu bayar, ya gimana mau bayar kost/kontrakan lha wong pekerjaan saja nggak ada, untuk makan aja sulit.

Lalu ada perdebatan heboh akibat dilepasnya ribuan narapidana, yang beberapa di antaranya ketangkep lagi sedang melakukan tindak kejahatan. Rata-rata mereka mengulang kejahatan karena susah cari makan di kondisi sekarang ini. Mau ngelamar kerja kok perusahaan pada PHK besar-besaran, mau wiraswasta nggak punya modal, mau minjem ke bank eh banknya baru sibuk relaksasi kredit, mau jadi ojek online ya nggak ada juga penumpangnya.

Lah kudu pie ndes?

Ada pula ribuan kaum urban yang kehilangan pekerjaan di kota-kota besar berbondong-bondong kembali pulang kampung. Dalam benak mereka, di kota semuanya serba bayar, dari BAB, sampek transportasi, sedangkan mereka nggak punya pemasukan lagi. Ya pasti pulang kampung jadi solusi satu-satunya, makan nggak makan yang penting kumpul keluarga di kampung. Persetan sama Covid-19.

Padahal di kampung halamannya, masyarakat juga takut tertular Covid-19. Jalan dan gang-gang ditutup dengan portal bertuliskan ‘lockdown,’ orang-orang dilarang masuk. Yang boleh masuk pun harus melalui semprotan desinfektan bikinan sendiri. Masjid-masjid mengkhususkan jamaahnya hanya untuk warga sekitar. Gereja menutup aktivitas ibadah mingguannya.

Inflasi terjadi, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika. Beberapa barang menjadi langka, kalaupun ada harganya naik berkali-kali lipat. Coba cek harga gula pasir di warung deket rumahmu ndes.

Belum lagi soal pro-kontra program pemerintah berupa kartu pra-kerja, yang memakan korban 2 orang staf khusus presiden milenial yang akhirnya harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai stafsus karena adanya conflict of interest.

Program yang cacat sejak dalam kandungan, sedari awal memang menimbulkan pertanyaan. Sekarang pun program pra-kerja hanya kayak angin dingin pegunungan, adem tapi bikin masuk angin. Coba aja gugling, segala macem jenis pelatihan di program pra-kerja sejatinya bisa kamu cari tutorialnya di yutub. Gratis pula.

Yang terkini, dan sepertinya bukan yang terakhir, soal pembagian sembako dari pemerintah daerah malah menuai konflik di beberapa tempat. Seperti rame diberitain dan dishare di media sosial Facebook, di Jakarta sana sedang viral seorang wanita menanyakan soal jatah sembako miliknya yang dibagikan oleh pemerintahan setempat, apesnya ketika yang bersangkutan bertanya ke pengurus RT, bukan jawaban yang didapet, eh malah bonyok kena tonjok. Yah, pada akhirnya berbuntut laporan polisi donk.

BACA JUGA: BAHAYA MUDIK DITENGAH BADAI CORONA

Hal-hal seperti di atas ini kalo nggak ditangani secara serius bakalan berakhir menjadi konflik horizontal, rusuh dan keributan di mana-mana. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki status sosial yang sama, konflik sesama masyarakat.

Karena manusia cenderung berusaha mendapatkan hal-hal yang dianggap baik menurut versi mereka sendiri, padahal kebaikan itu bersifat relatif sehingga berpotensi menimbulkan konflik antar manusia. Baik menurut versi Foxtrot belum tentu baik menurut versi Gombloh. Gitu tooo.

Masyarakat udah ketakutan dengan adanya Covid-19 ini, ditambah berita dari media yang bombastis, plus keadaan sulit dampak dari Covid-19. Timbul gejolak sosial di masyarakat, orang-orang saling curiga satu sama lain, gampang kesulut emosinya, ujung-ujungnya berantem. Potensi konflik di depan mata.

Semua itu jadi bumbu paling enak untuk buat konflik, konflik antar warga masyarakat. Yang musuhnya adalah temen-temenmu, tetangga dan orang-orang di sekitarmu sendiri ndes. Tinggal nunggu ada yang iseng nambahin bumbu SARA dan hoax, yakinlah konflik bakalan meletus. Kejahatan merajalela, lalu saatnya Batman turun tangan membasmi kejahatan.

Semoga Batman nggak kena Covid-19, soale dia nggak pake masker sih.

Kayak judul filmnya Warkop DKI, maju kena mundur kena. Selain Covid-19, masih ada konflik horizontal yang mesti dihadapin.

Justru di keadaan sulit seperti ini nih, kemanusiaan kita sedang diuji. Bukan hanya kesehatan yang diuji, tapi kematangan kita sebagai manusia juga nggak luput dari ujian ini. Ujian berskala dunia. Tinggal liat aja nanti pas pengumuman hasil ujiannya, apakah kita lulus ujian sebagai manusia yang sanggup memanusiakan manusia lainnya, ato hanya manusia yang hanya sekedar hidup.

Cacing juga hidup sehat walaupun berkalang humus dan tanah.

Jatya Anuraga
Jatya Anuraga
Alter ego dari sang Foxtrot.

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id