Saat Desember tiba, suasana Natal terasa di mana-mana. Mulai dari mal, kafe, iklan TV, hingga playlist di spotify—semuanya dipenuhi lagu-lagu Natal klasik seperti All I Want for Christmas Is You atau Jingle Bells. Di balik lantunan merdu ini, ada fenomena yang menarik untuk kita kulik bersama. Yaitu, “Royalti lagu Natal melonjak tajam di bulan Desember.” Tapi apa sih, sebenarnya royalti itu dan bagaimana aturannya di Indonesia? Mari kita bahas!
Apa Itu Royalti?
Royalti adalah kompensasi yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak atas karya mereka yang digunakan oleh pihak lain. Dalam konteks musik, royalti didapat setiap kali lagu diputar atau dibawakan pada event komersial, digunakan untuk iklan atau diunggah di platform digital. Nah, di bulan Desember, lagu-lagu Natal menjadi “King of the king” playlist, sehingga pemilik hak cipta lagu-lagu tersebut kebanjiran royalti.
Di Indonesia, hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurut Pasal 9 Ayat (1), pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi yang meliputi pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan dan komunikasi ciptaan. Nah, buat yang belum tahu soal hak ekonomi, di UU 28/2014 dijelasin kalo hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Simpelnya, kalo ada orang yang make karya kita untuk kepentingan tertentu, ya dia musti bayar biaya royalti ke kita, terutama kalo dipake buat kepentingan komersial.
BACA JUGA: RAHASIA JADI MUSISI SUKSES LEWAT ROYALTI LAGU ATAU MUSIK
Selain itu, Pasal 3 Ayat (1) PP No. 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik juga mengatur, bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN. Ini berarti kalo ada mal, restoran atau bioskop memutar lagu tertentu, maka mereka harus membayar royalti lewat LMKN.
Kenapa Lagu Natal Banyak Royalti di Desember?
Desember adalah momen puncak bagi lagu-lagu bertema Natal. Orang-orang suka mendengar lagu yang membawa semangat liburan, sehingga lagu seperti Last Christmas atau Silent Night diputar di berbagai tempat. Dengan penggunaan yang tinggi ini, royalti otomatis ikut melesat.
Selain itu, lagu Natal sering diputar ulang setiap tahun tanpa kehilangan relevansinya. Ini membuat lagu-lagu seperti All I Want for Christmas Is You oleh Mariah Carey, terus menghasilkan royalti besar meskipun dirilis lebih dari dua dekade lalu. Menurut cnnindonesia.com, lagu ini bisa menghasilkan lebih dari 46 miliar rupiah setiap tahun!
BACA JUGA: MAKNA DARI 6 ELEMEN YANG IDENTIK DALAM PERAYAAN NATAL
Bagaimana Proses Pengumpulan Royalti di Indonesia?
Di Indonesia, LMK bertugas mengumpulkan royalti dari pihak yang memutar lagu secara komersial. Seperti mall, bioskop atau event organizer. Pemilik usaha harus membayar royalti sesuai tarif yang sudah ditentukan. Jadi, kalau kamu mendengar Jingle Bells di mal tempat kamu hangout sama temen-temen, kemungkinan besar pemiliknya sudah menyisihkan royalti untuk pencipta lagu tersebut.
Namun, tantangannya adalah masih banyak pelaku usaha yang belum memahami kewajiban ini. Sosialisasi peraturan dan transparansi pengelolaan royalti menjadi PR besar, agar hak pencipta musik tetap terlindungi.
Lagu Natal adalah bukti nyata bagaimana hak cipta bisa menjadi aset berharga, terutama di momen spesifik seperti bulan Desember. Dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang pentingnya membayar royalti, para pencipta musik diharapkan dapat menikmati hasil karya mereka secara adil. Jadi, sambil menikmati semarak lagu-lagu Natal, yuk, hargai hak para kreator musik dengan memastikan mereka memperoleh royalti!
