Upaya hukum keperdataan yang diajukan ke pengadilan negeri rupanya tidak hanya tentang perbuatan melawan hukum, wanprestasi, sengketa niaga dan lainnya. Ada satu jenis upaya hukum menarik. Yakni, gugatan class action. Tahukah kalian soal gugatan ini, pren?
Nama lainnya yaitu, gugatan kelompok. Artinya, merupakan bentuk gugatan perdata yang diajukan satu atau beberapa orang yang mewakili kelompoknya, untuk kepentingan sama terhadap suatu pihak yang dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan kepentingan bersama kelompok tersebut.
Legal standing atau landasan hukum gugatan ini dapat ditemukan pada Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Gugatan Perwakilan Kelompok.
Secara garis besar, gugatan class action lahir atas dasar kepentingan hukum yang sama dan dialami seseorang dan/atau kelompok yang dalam fakta hukumnya peristiwa serta kerugiannya sama pula.
Data yang ditemukan pada website Mahkamah Agung RI, Direktorat Putusan, jumlah perkara yang terdata dan telah diputus dengan jenis gugatan class action sejumlah 252 perkara.
Artinya, gugatan sudah cukup dikenal masyarakat, selain itu efek jeleknya ternyata masih banyak pihak-pihak yang dianggap merugikan suatu kelompok masyarakat, sehingga terpaksalah mencari keadilan gugatan dilayangkan.
BACA JUGA: ADA APA UDARA DI JAKARTA? KOK DI GUGAT?
Contoh Kasus Gugatan Class Action
Sejauh penelusuran saya, gugatan class action acap kali dilayangkan kepada perkara yang bersinggungan dengan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 dan sengketa tentang lingkungan hidup, yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009.
Contohnya, sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 535 PK/Pdt/2018, gugatan class action mewakili kurang lebih 547 nasabah yang mengalami kerugian akibat wanprestasi yang dilakukan tergugat.
Kerugian tersebut berisi tentang hak penggugat yang tidak bisa mencairkan tabungan dan/atau depositonya, yang kala itu disimpan BPR Bungbulang Kabupaten Garut. Kemudian sekelompok nasabah secara bersama-sama melakukan gugatan class action.
Selain itu pada kasus tentang kerusakan lingkungan hidup, gugatan class action juga pernah ditempuh Kelompok Masyarakat Palangkaraya Kalteng, yang terdampak efek asap kebakaran hutan yang terjadi terus-menerus sejak tahun 2015.
Sengketa tentang pencemaran lingkungan akibat kebakaran hutan di Kalimantan Tengah disidangkan sebagaimana perkara nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN.Plk, dalam amar putusannya, pemerintah dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Tolak ukur perbuatan melawan hukum dalam kasus ini ditunjukkan dengan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya melakukan pengawasan atau penegakan hukum.
BACA JUGA: CURKUM #46 MENGENAL ISTILAH GUGATAN HUKUM PERDATA ?
Tata cara Pengajuan Gugatan Class Action
Selanjutnya saya akan membahas bagaimana cara gugatan class action dapat diajukan pada pengadilan negeri oleh masyarakat yang terdampak.
Syarat formil yang harus dipenuhi masyarakat yang akan mengajukan gugatan ini, yakni membuat surat gugatan yang diajukan pada pengadilan negeri sesuai domisili hukum tergugat. Dengan ketentuan sebagai berikut.
- Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok.
- Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu per satu.
- Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan.
- Posita dari seluruh kelompok, baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan rinci.
- Dalam suatu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda.
- Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara distribusi ganti rugi kepada seluruh anggota kelompok termasuk usulan membentuk tim atau panel yang membantu kelancaran pendistribusian ganti rugi.
Lebih jelasnya tentang tata cara pengajuan gugatan class action dapat dibaca dan dipelajari melalui Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Gugatan Perwakilan Kelompok.