KASUS BULLYING MAKIN MELUAS DAN PENTINGNYA PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE

Hey, kawan-kawan! Pasti kalian sering mendengar berita kasus bullying di media sosial, apalagi bullying yang terjadi di sekolah. Bahkan kalau kalian ingat kasus bullying yang dilakukan geng t4i, pasti langsung geleng-geleng kepala. 

Bukan karena salah satu pelakunya anak artis loh, ya. Tapi ternyata dari cerita yang beredar, geng tersebut sudah ada sejak lama dan bullying merupakan hal yang dilakukan turun temurun. 

Dari kejadian itu kita bisa tahu salah satu fun fact tentang maraknya kasus bullying di sekolah. Yaps, ketika bullying terjadi di sekolah pasti ada peran geng di sana. Biasanya geng-geng ini dikuasai senior-senior di sekolah dan tradisinya sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Mereka merekrut anggota geng dengan janji-janji beragam.

Yah, namanya juga anak usia sekolah, lagi masa-masa mencari jati diri, merasa bangga kalau dianggap keren di sekolah. Namun sayangnya, ada beberapa yang menganggap bahwa menjadi keren itu kalau sudah menjadi anggota geng. Pokoknya kece abis dah, jadi syarat apapun biar bisa jadi anggota geng bakal dilakukan. Walaupun harus melakukan bullying. Wah, wah, wah,  ini sih, nggak bener ya, kawan.

Kawan-kawan tentu sudah tahu kan, bahwa bullying itu nggak cuma secara verbal, tapi juga fisik bahkan psikologis. Intinya bullying merupakan tindakan penggunaan kekerasan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tak berdaya.

BACA JUGA: 5 TANTANGAN DALAM MENGATASI CYBERBULLYING YANG HARUS KALIAN TAHU!

Bayangin saja, sekolah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman malah jadi tempat menyeramkan. Ini memang nggak bisa dibiarkan saja kawan. 

Memang sih, belum ada satu aturan hukum di Indonesia yang khusus mengatur sanksi pidana tentang bullying. Sementara ini aturannya masih terbagi-bagi dalam berbagai peraturan perundangan. Misalnya, bullying yang korbannya anak-anak, maka sanksinya diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Di Pasal 76C Undang-undang Perlindungan Anak sudah menyebutkan bahwa, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Dan yang nekat melanggar ketentuan ini, ada Pasal 80 yang bakal menjebloskan pelaku ke penjara.”

Pasal 80 menyebutkan bahwa, orang yang melanggar Pasal 76C bisa mendapatkan hukuman penjara sampai 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda maksimal Rp72 juta. Kalo korban bullying terluka parah, pelakunya bisa mendapatkan hukuman penjara sampai 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.

Dan apabila menyebabkan korban meninggal, hukumannya bisa 15 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp3 miliar. Nah, kalo yang menganiaya itu orang tua korban, hukumannya bisa ditambah sepertiga dari yang diatur di atas.

BACA JUGA: SEORANG GURU PERLU MEMAHAMI HUKUM DEMI SEKOLAH YANG BEBAS BULLYING

Tapi perlu diingat, kebanyakan pelaku bullying yang terjadi di sekolah itu masih anak-anak juga, jadi kita butuh pendekatan yang lebih bijak. IMO, konsep Restorative Justice itu penting banget, terutama buat kasus yang melibatkan anak-anak. Ide di balik Restorative Justice ini adalah untuk memulihkan hubungan antara pelaku dan korban, bukan cuma hukuman semata.

Restorative Justice itu melibatkan semua pihak yang terlibat, mulai dari pelaku, korban, keluarga mereka, bahkan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuannya adalah mencari solusi yang adil dengan fokus pada pemulihan. Artinya, anak yang terlibat dalam konflik kayak gini bakal dibimbing dan dibina agar menjadi lebih baik.

Penerapan Restorative Justice butuh pendekatan yang lebih fleksibel dari aparat penegak hukum. Mereka harus bisa menentukan apakah sebuah kasus perlu dilanjutkan atau ditutup dengan damai. Nah, buat kasus-kasus bullying di sekolah, yang penting adalah memulihkan keadaan. Pelaku harus minta maaf, membantu korban dan keluarganya serta berjanji nggak akan mengulanginya lagi. Sementara korban juga perlu terbuka untuk menerima permintaan maaf dan bersedia memulihkan hubungan dengan pelaku.

Jadi kawan-kawan, kita harus mendukung segala upaya-upaya untuk mencegah dan menangani kasus bullying di sekolah dengan cara yang lebih bijak dan bertanggung jawab, untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dari bullying.

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id