Pernah nggak, kamu denger cerita orang yang udah bikin perjanjian tapi ujung-ujungnya malah kena masalah? Yup, karena perjanjian yang dibikin ternyata nggak sah di mata hukum. Bukannya untung, malah buntung. Kayak gini ini yang sering banget terjadi, terutama kalau kita nggak paham syarat-syarat yang bikin perjanjian sah di mata hukum. Bukan cuma soal “Deal-deal-an” aja. But, ada aturan main yang harus dipatuhi biar perjanjian yang kamu bikin legally binding alias punya kekuatan hukum.
Di Indonesia, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pokoknya ketentuan ini tuh, kayak pondasi penting yang harus banget kamu ketahui sebelum mutusin buat menandatangani perjanjian. Apa aja sih? Yuk, kita bahas satu-satu.
1. Kesepakatan Para Pihak
Ketentuan soal kesepakatan para pihak diatur dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata. Gampangnya, kesepakatan para pihak tuh, kayak ‘klik’ antara kedua belah pihak. Jadi dua orang atau lebih yang bikin perjanjian harus sepakat dulu. Nggak boleh ada paksaan, penipuan atau beda pemahaman soal isi perjanjian. Harus sama-sama setuju dengan isi perjanjiannya. Ibarat lagi deal sama kolega kamu, buat bikin usaha bareng. Nah, kamu harus terbuka tuh, sama kolegamu kalo kamu nggak setuju dengan isi perjanjiannya. Terpenting nggak ada tekanan, paksaan atau ancaman yah.
Bayangin aja kalau kamu disuruh tanda tangan kontrak karena diancam atau dipaksa? Nah, itu bisa bikin perjanjian nggak sah! Jadi, poin pertama ini penting banget, biar nggak ada yang merasa terpaksa atau tertipu.
BACA JUGA: 5 ASAS HUKUM PERJANJIAN YANG BIKIN KAMU NGGAK LAGI KENA TIPU!
2. Kecakapan Para Pihak
Syarat kedua ini bicara soal ‘kecakapan.’ Soal kecakapan diatur dalam Pasal 1320 Ayat (2) KUH Perdata. Kecakapan sendiri artinya, para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus capable alias punya kemampuan secara hukum untuk membuat perjanjian. Contohnya, anak di bawah umur atau orang yang lagi nggak waras. Mereka nggak boleh bikin perjanjian ya, karena mereka dianggap belum atau nggak mampu buat mengambil keputusan yang tepat.
Misalnya, anak SMP bikin perjanjian jual-beli rumah. Nah, ini nggak sah, karena dia belum cukup umur untuk keputusan kayak gitu. Jadi, harus yang sudah dewasa dan punya kecakapan hukum. Biar tidak terjadi hal-hal yang nggak diinginkan.
3. Suatu Hal Tertentu
Pernah nggak dengar istilah, “Ngawang-ngawang”? Nah, jangan sampe isi perjanjian kamu kayak gitu.
Pokoknya ketentuan ini tuh, mewajibkan isi perjanjian harus jelas dan pasti. Apa yang dijanjikan dan disepakati harus spesifik. Ada objeknya, bukan sesuatu yang abstrak alias nggak ada.
Misalnya, kamu bikin perjanjian jual beli motor. Ya, harus jelas motornya apa, warna apa dan platnya nomor berapa. Kalau nggak jelas, nanti bisa ribut di kemudian hari. BTW, biar aku nggak lupa, ketentuan ini diatur dalam Pasal 1320 Ayat (3). Inget! Oke?
BACA JUGA: BAGAIMANA CARA MEMBATALKAN PERJANJIAN?
4. Sebab yang Halal
Ini yang nggak kalah penting, “Suatu sebab yang halal.” Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1320 Ayat (4) KUH Perdata. Tujuannya biar perjanjian yang dibikin bukan buat sesuatu yang dilarang a.k.a ilegal. Misalnya, kamu bikin perjanjian buat jual-beli narkoboy. Nah, otomatis perjanjian kayak gini nggak sah, walaupun pihak-pihaknya sudah sepakat dan memenuhi syarat lain. Ya, karena jual beli narkoboy itu dilarang hukum.
Intinya, perjanjian harus punya tujuan baik, sesuai aturan dan nggak bertentangan sama hukum. Jadi, selain syarat formal, tujuan dari perjanjiannya juga harus bener.
Finally, biar perjanjian kamu sah di mata hukum, pastikan empat syarat ini terpenuhi ya. Inget, ada kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, suatu hal tertentu dan sebab yang halal.
FYI aja nih, semisal syarat kesepakatan dan kecakapan nggak dipenuhi, nanti perjanjiannya dapat dibatalkan. Sedangkan kalo syarat mengenai hal tertentu dan sebab yang halal nggak terpenuhi, maka perjanjiannya bisa batal demi hukum. Buat yang nggak paham soal dapat dibatalkan dan batal demi hukum, simpelnya kalo batal demi hukum, perjanjian itu sejak awal dianggap nggak pernah ada. Kalau dapat dibatalkan artinya, perjanjian itu ada. Namun pihak yang mengetahui, ternyata perjanjiannya nggak sah dan tidak mau melanjutkan, maka dia bisa membatalkan perjanjian itu ke pengadilan.
Sekian pembahasan kali ini ya, ges. Semoga memberi pencerahan 😉