Saya sempat iseng mengirim pesan pribadi ke salah satu kawan saya waktu KKN (Kuliah Kerja Nyata, bukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) semasa kuliah dulu. “Piye Pak, kabarmu? Baru sibuk ngurusi COVID-19 ya?” ujar saya di pesan tersebut.
Tidak lama, hape saya berdering. Sebuah pesan masuk. Teman saya yang berprofesi sebagai dokter itu membalas, “Iya, je. Udah pokoknya kamu jangan keluar rumah dulu. Ini aja cuma sisa sedikit stok APD (Alat Pelindung Diri) di rumah sakit tempatku kerja. Itu yang pada suka nimbun APD kayak masker gitu bisa diproses hukum nggak sih?” balasnya.
Saya tertegun membaca pertanyaan kawan saya tadi. Iseng googling sebentar, saya menemukan berita kalau Mabes Polri bilang para penimbun masker, cairan pembersih tangan (hand sanitizer), dan sembako bakalan diancam pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda Rp50 miliar. Dasar hukum yang dipakai sih UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pertanyaannya adalah apa iya penimbun masker, hand sanitizer sama sembako itu bisa dipidana dengan Pasal 107 UU Perdagangan itu?
Gini deh, biar kita semua tau isi Pasal 107 UU Perdagangan, nih saya tulisin isinya
“Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”
BACA JUGA: LAPEN, RIWAYATMU KINI
Sebenarnya kalo dilihat dari unsur pasalnya, bisa aja sih pelaku penimbun masker, hand sanitizer sama sembako itu dipidana pakai Pasal 107 itu. Ya gimana? Kan mereka emang nyimpan barang penting di masa wabah corona ini, yaitu masker dan hand sanitizer. Efeknya masker sama hand sanitizer jadi langka gara-gara wabah corona. Ya bisa dipidana dong para penimbun masker dan hand sanitizer itu. Tunggu apa lagi?
Hehe, saya mohon maaf sekali buat semuanya yang uda pada gemes pengen nyubitin para pelaku penimbun masker dan hand sanitizer itu. Gini, saya harus mengabari kalo ternyata Pasal 107 UU Perdagangan nggak tepat dipake buat menjerat penimbun masker dan hand sanitizer. Kecil kemungkinan mereka bisa dipidana pakai pasal itu.
Pasti ada yang nanya, “Lho, kok bisa? Kan uda memenuhi semua unsur pasal. Wah, negara nggak adil, nih. Terus kamu kok malah bilang penimbun masker kecil kemungkinan bisa dipidana pakai Pasal 107 UU Perdagangan? Kamu dukung penimbun masker, ya? Atau kamu pelakunya?”
Bukan begitu, kisanak. Masalahnya adalah apa sih definisi “barang kebutuhan pokok” dan “barang penting” itu?
Kalo dilihat dari Penjelasan Pasal 25 Ayat (1) UU Perdagangan, barang kebutuhan pokok itu diartikan sebagai barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Contohnya sih ada beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai dan garam beryodium.
Nah, kalo definisi “barang penting” sih artinya barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional. Contohnya itu ya pupuk, semen sama bahan bakar minyak dan gas.
Malah kalo dilihat di Pasal 2 Ayat (6) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, pengaturan jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting dibuat lebih detil lagi. Kalo Barang Kebutuhan Pokok dibagi jadi 3 (tiga) jenis, yaitu Barang Kebutuhan Pokok hasil pertanian, Barang Kebutuhan Pokok hasil industri, dan Barang Kebutuhan Pokok hasil peternakan dan perikanan.
Dari tiga jenis Barang Kebutuhan Pokok itu, semua jenis barangnya itu berupa barang-barang yang bisa digunakan untuk perkara memangsa dan dimangsa oleh manusia. Sementara kalo jenis Barang Penting itu terdiri dari 7 (tujuh) jenis, seperti:
- benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai;
- pupuk;
- gas elpiji 3 (tiga) kilogram;
- triplek;
- semen;
- besi baja konstruksi;
- baja ringan.
BACA JUGA: PMA, MENGUNTUNGKAN SIAPA?
Dengan melihat definisi plus jenis-jenis dari barang kebutuhan pokok dan barang penting aja, kita bisa bilang kalo kecil peluang (untuk tidak menyebut “blas nggak ada”) para penimbun masker dan hand sanitizer gemblung itu buat dipidana dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Makanya, saya bilang di awal kalo saya minta maaf karena saya telah mengecewakan kalian semua dengan mengabarkan berita ini.
“Oh, jadi begitu, ya. Kalo dilihat dari definisi barang kebutuhan pokok sama barang penting ya wajar sih. Tau gitu aku ikutan jadi penimbun masker sama hand sanitizer aja, dong. Bisa dapet cuan. Apalagi gara-gara corona aku positif jadi ODP alias Ora Duwe Penghasilan, je.”
Gundulmu kalo itu. Kecil kemungkinan buat dipidana bukan berarti nggak ada kemungkinan buat dipidana sama sekali. Coba deh cek Pasal 2 Ayat (4) dan Pasal 2 Ayat (5) PP Nomor 71 Tahun 2015 tadi. Di situ dibilang bahwa penetapan Barang Penting dilakukan berdasar sifat strategis dalam pembangunan nasional. Selain itu, penetapan jenis Barang Penting harus memperhatikan ketentuan mendukung program pemerintah dan/atau disparitas harga antar daerah tinggi.
Dengan kata lain, jenis barang penting yang udah saya sebutin tadi masih bisa diubah, terutama di masa wabah corona ini. Kan bisa aja tuh APD medis dimasukin ke jenis barang penting sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah dalam memberantas wabah corona. Cuma ya nggak tau juga pemerintah udah menetapkan APD medis ke dalam jenis barang penting atau belum, hehehe.
Jadi ya begitulah. Buat kalian yang gemes sama para penimbun masker yang udah diringkus oleh Pak Polisi, mari kita doakan agar nanti di pengadilan nggak dapet hakim yang sifatnya la Bouche de la Loi alias hakim (hanya) sebagai corong undang-undang.