Ada yang bilang lidah tak bertulang, semua orang bisa ngomong bebas apa saja sesuai dengan apa yang ada di alam pikirannya. Gara-gara alam pikir yang liar, baru-baru ini polisi menangkap Sulaiman Marpaung, pemilik akun Facebook bernama Oliver Leaman S, yang menyandingkan foto Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, dengan bintang porno asal Jepang Shiego Tokuda atau yang dikenal dengan sebutan ‘Kakek Sugiono.’
Lewat akun itu, dia mengunggah kolasi Ma’ruf-Kakek Sugiono dengan narasi, “Jangan kau jadikan dirimu seperti ulama tetapi kenyataannya kau penjahat agama. Di usia senja banyaklah berbenah untuk ketenangan di alam barzakh. Selamat melaksanakan ibadah shalat Jumat.” Dari pengakuan sementara, motif pelaku menyandingkan foto itu lantaran kecewa dengan sebuah pernyataan dari Ma’ruf Amin di channel yutup.
Ternyata Sulaiman menjabat sebagai Ketua Majelis Utama Indonesia Kecematan Sei Tualangan Raso, dan dipastikan Sulaiman dipecat dari MUI. Jabatannya sebagai Ketua MUI bakal diisi oleh pelaksana tugas. Sulaiman minta maaf lantaran merasa bersalah, permintaan maafnya diunggah di akun facebooknya. Tuhkan, endingnya pasti minta maaf lagi, sebuah siklus membosankan yang biasa terjadi di Indonesia. Buat kesalahan – galak – viral – jinak – minta maaf, semoga aja gak sampe diundang ke podcast andalan hohoho.
Dalam kasus ini, Sulaiman dijerat Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE.
Fyi nih, sebenernya ada juga loh, ketentuan penghinaan presiden pada wabah Covid-19. Jadi pada masa wabah Covid-19, ketentuan penghinaan presiden telah diatur dalam ST Kapolri 1100/2020.
Salah satu isi ketentuan dalam ST Kapolri 1100/2020 menyebutkan bahwa seluruh anggota Polri wajib melaksanakan patroli siber untuk monitoring perkembangan situasi, serta opini di ruang siber, dengan sasaran sebagai berikut:
ketahanan akses data internet selama masa darurat;
penyebar hoax terkait COVID-19 dan hoax kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19;
penghinaan penguasa/presiden dan pejabat pemerintah;
praktik penipuan penjualan online alat-alat kesehatan, masker, alat pelindung diri, antiseptik, obat-obatan dan disinfektan;
kejahatan orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan dan/atau menghalanginya.
Pasal yang akan diterapkan oleh Polri terkait penghinaan terhadap penguasa/presiden atau pejabat pada masa penanganan COVID-19 ini adalah Pasal 207 KUHP yang berbunyi.
“Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Sebenernya ketentuan penghinaan presiden telah diatur dalam KUHP yaitu dalam ketentuan,
Pasal 134 KUHP
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 136bis KUHP
Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam pasal 135, jika hal itu dilakukan di luar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak di muka umum dengan lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari empat orang, atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.
Pasal 137 KUHP
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Namun ternyata di tahun 2006, pasal tersebut diajukan uji materi (judicial review) oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis ke Mahkamah Konstitusi, karena pasal di atas dianggap bertentangan dengan Pasal 28F UUD Tahun 1945 yang menjamin kebebasan warga negara memperoleh dan menyampaikan informasi.
Pada 6 Desember 2006, Tok! MK mengabulkan permohonan uji materi tersebut melalui Putusan MK No. 013-022/ PUU-IV/2006 dan menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP bertentangan dengan UUD Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak digunakan lagi.
Sebelumnya juga pernah terjadi kasus penghinaan terhadap Wapres kita, polisi menetapkan penceramah Jafar Shodiq bin Sholeh Alattas sebagai tersangka atas kasus penghinaan terhadap Wapres Ma’ruf Amin. Namun terkait hal itu, Ma’ruf Amin mengaku telah memaafkan pernyataan yang dibuat Shodiq.
Mungkin yang jadi pertanyaan adalah kenapa Sulaiman Marpaung tidak dikenakan pasal 207 KUHP sesuai ST Kapolri yang sudah disebutin di atas itu, padahal pas juga kan momennya lagi pandemi atau apakah wakil presiden tidak termasuk sebagai pejabat negara? Kok malah dikenakan pasal UU ITE. Itu sih, dikarenakan Sulaiman melakukan aksinya di dunia maya, makanya berlaku lex specialis derogat legi generali.
Kalau diperhatikan sudah banyak kasus orang yang posting ini dan itu tanpa berpikir panjang di medsos, hanya dikarenakan emosi sesaat, terkena hoax orang, kena kompor orang, salah tafsir sehingga mereka melakukan hal-hal konyol tanpa memikirkan bagaimana imbasnya, padahal sudah jelas Indonesia adalah negara hukum. Pada gak sadar apa kalo saat ini UU ITE di Indonesia sangatlah ganas dan sudah menjaring banyak orang. Ayo dong pada bijak dalam menggunakan sosmed. Memang kita bisa bebas berekspresi di dunia maya, namun kita tetap tidak boleh melupakan moral dan etika, karena dunia maya merupakan ruang publik yang dapat dijangkau UU kita.
Kemungkinan sih, di kasus ini Pak Wapres akan memaafkan pelaku pelecehan ini. Apapun itu, semoga dipilih keputusannya yang terbaik. Btw menurut saya, terlalu sering memaafkan justru akan membuat orang lain dapat semena-mena terhadap kita. So, kalo memang harus proses hukum ya jalanin saja, biar kapok gitu. Eh, tapi hati-hati loh, ntar pemerintahnya dikomen anti kritik dan tukang penjarain orang.