Hello, precious people!
Tepat di tanggal 9 Desember merupakan momentum untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, loh! For your information, pada tanggal 31 Oktober 2003 digelar lah United Nations Convention Against Corruption (UNAC) yang menghasilkan konvensi anti korupsi yang ditandatangani di Meksiko pada 9 Desember 2003.
Dilansir dari situs resmi KPK, di tahun 2022 tema Hari Anti korupsi Sedunia 2022 ini adalah Indonesia Pulih Bersatu Berantas Korupsi. KPK ingin mengajak dan memperkuat peran serta masyarakat dalam upaya memerangi korupsi. Karena memberantas korupsi membutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat di negeri ini tanpa terkecuali.
Kece kan, temanya? Ya, semoga upaya untuk memerangi korupsi bisa sesuai harapan lah ya. Walaupun realitanya …. Ah, sudahlah. YTTA (Yang tau-tau aja).
Sebelum lebih jauh, sebenarnya korupsi itu apa sih? Jadi, menurut Black Law Dictionary korupsi diartikan sebagai berikut.
“Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran lainnya.”
BACA JUGA: 5 TEORI UNTUK MEMAHAMI ALASAN TERJADINYA KORUPSI
Hah! Ngomongin korupsi di Indonesia nggak bakal ada habisnya, apalagi masalah pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutku secara keseluruhan, pemberantasan korupsi di Indonesia sudah niat sih. Instrumen hukum kita ada kok. Yang terbaru itu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Asal kalian tahu ya, salah satu wujud nyata dari niat pemerintah untuk memberantas korupsi yaitu dengan menjadikan komisi pemberantasan korupsi yang semula institusi independen sampai dimasukin tuh, ke lingkaran lembaga eksekutif. Tuh, kurang niat apa coba. Institusi yang punya tugas berat saja, dirangkul sama pemerintah. Nggak cuma itu aja guys, koruptornya pun juga diperhatikan loh. Bahkan dirangkul buat ikutan pemilu. Hehehe.
Hal itu dibuktikan melalui putusan MK No.87/PUU-XX/2022. Putusan MK a quo untuk menguji norma Pasal 240 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 28J Ayat (1) UUD 1945. Pemohon berpendapat bahwa normal Pasal 240 Ayat (1) UU Pemilu sepanjang frasa:
” … Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.” Adalah bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
“(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
BACA JUGA: KORUPSI: KETIKA KEADILAN HANYA SEBATAS NADI TAK BERTUAN!
Dalam amar putusan MK a quo, permohonan tersebut dikabulkan sebagian oleh MK sehingga Pasal 240 Ayat (1) UU Pemilu sepanjang frasa a quo dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat alias inkonstitusional bersyarat, bro!
Salah satu alasan MK mengabulkan sebagian permohonan dari pemohon, karena dikhawatirkan akan ada celah bagi mantan terpidana koruptor untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, sebab frasa a quo merupakan bentuk pengecualian dari mantan narapidana yang dipidana 5 (lima) tahun atau lebih dapat mencalonkan diri lagi di Pemilu.
Hal tersebut berimplikasi kepada para maling uang rakyat yang sudah bebas (mantan koruptor deh, biar halus) dapat re-join Pemilu, bro!
Setelah berbagai pertimbangan, maka salah satu amar putusan MK a quo adalah bagi para koruptor nggak boleh mencalonkan diri setelah 5 (lima) tahun selesai menjalani hukumannya.
Inget ya, 5 (lima) tahun setelah selesai. Bukan hukumannya yang 5 (lima) tahun, terus pas keluar kandang langsung gas mau korupsi. Eh, mau mengabdi lagi maksudnya. Kata bapak hakim MK, 5 (lima) tahun itu dipakai buat tobat alias adaptasi dulu dengan lingkungan. Ya, mungkin biar masyarakat yang menilai apakah nih orang masih suka maling atau sudah insaf.
Terlepas mereka mau mengabdi yang benar atau mengabdi untuk maling lagi, masyarakat juga rada trust-issue buat memilih lagi. Alhasil ya, pada Golput cui.
Based on my truly honest opinion, I clearly disagree with putting those corruptors back to the position of trust and full privilege forever and maybe those who have big houses and are able to afford anything will not agree with my opinion, well done, this is democracy. Yang jelas korupsi itu mencederai perasaan dan kepercayaan rakyat, yang makan saja susah.
Well that’s all from me, see you in the next article!