Dalam skena bisnis, ngomongin soal merger dan akuisisi suatu perusahaan acap kali terdengar. Ternyata dalam pov hukum bisnis, dua perbuatan hukum itu memiliki makna dan konsekuensi yang berbeda. Kira-kira apa sih, pembedanya, mari kita bahas bersama pren.
Salah kaprah tentang sesuatu perbuatan hukum nampaknya sudah menjadi hal yang lumrah diterapkan dalam tongkrongan sehari-hari warga Indonesia.
Contohnya ketika ngomongin soal merger dan akuisisi, banyak pihak yang dalam obrolan bisnis menyamakan makna merger dan akuisisi, padahal secara aturan hukum keduanya merupakan suatu perbuatan yang berbeda. Dalam peraturan perundang-undangan merger dikenal dengan istilah penggabungan, sedangkan akuisisi dikenal dengan istilah pengambilalihan.
Nah, supaya pren semua tidak salah berargumen, gout kasih ulasan yang tidak menyesatkan soal istilah-istilah yang kerap muncul dalam dunia bisnis, yaitu merger dan akuisisi.
Ngebahas Soal Merger
Menurut Pasal 1 angka 9 UU Perseroan Terbatas dan juga diatur dalam Pasal 109 angka 1 UU Cipta Kerja. Pengertian Penggabungan (Merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada serta mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih, karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
BACA JUGA: MENGENAL MERGER PERUSAHAAN
Sederhananya merger merupakan sikap atau perbuatan hukum yang diambil satu perusahaan atau lebih untuk menggabungkan diri kepada perusahaan lain, dengan tujuan supaya bisnisnya lebih berkembang.
Contohnya, paling terkini dan cukup fenomenal soal merger yang dilakukan Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah dan Bank BRI Syariah. Ketiga Bank BUMN ini melakukan merger kemudian membuat entitas Badan Hukum baru yang dinamakan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Selain itu dalam dunia startup, ada juga aktivitas merger yang dilakukan Gojek dan Tokopedia, kemudian membuat entitas badan hukum baru menjadi GoTo Group pada 17 Mei 2021.
Konsekuensi secara hukum, kepada perusahaan yang melakukan merger maka status badan hukumnya berakhir tanpa likuidasi, tergabung menjadi entitas badan hukum baru dan/atau menggabungkan kepada entitas perusahaan penerima penggabungan.
Selanjutnya konsekuensi mengenai aktiva, pasiva dan sahamnya demi hukum maka menjadi milik perusahaan penerima penggabungan, dan/atau entitas badan hukum baru tergantung jenis konsep merger yang dipilihnya.
Ngebahas soal Akuisisi
Secara dasar hukum akuisisi masih sama dengan merger. Yakni, berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perseroan terbatas dan diatur dalam UU Cipta Kerja. Secara definisi hukum makna dari pengambilalihan (akuisisi) seperti berikut ini.
Perbuatan hukum yang dilakukan badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Pemaknaan sederhananya, akuisisi merupakan perbuatan hukum, yang dilakukan perusahaan atau perorangan untuk mengambil alih suatu perusahaan. Tujuannya supaya bisnis perusahaan tersebut lebih baik.
Contoh aktivitas akuisisi yang terjadi dalam dunia bisnis Indonesia yakni, Djarum Grub yang mengakuisisi PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) dengan nilai transaksi mencapai Rp16,73 triliun atau setara dengan 94,03% dari total saham yang dimiliki oleh PT Solusi Tunas Pratama Tbk.
Contoh di luar negeri, peristiwa akuisisi juga pernah dilakukan Google dengan mengakuisisi android. Nilai akuisisi yang dilakukan Google kala itu mencapai USD 50 juta atau setara Rp73,2 triliun.
Konsekuensi hukum yang terjadi pada perusahaan penerima akuisisi berbeda dengan merger. Secara status badan hukum perusahaan penerima akuisisi masih aktif, hanya saja pengendalian perusahaan ditentukan pihak yang mengakuisisi.
Tentang keberadaan aktiva dan pasiva juga masih milik entitas perusahaan penerima akuisisi, karena dalam hal ini yang diambil alih hanya sebatas kepemilikan sahamnya saja.
Itulah may pren, penjelasan singkat tentang merger dan akuisisi. Ingat ya, pren. Keduanya berbeda secara arti dan konsekuensi hukumnya, jadi ke depannya jangan salah memaknai lagi ya.