Aku gemar bercerita dengan rembulan tentang harapan yang kucatat tiap malamnya. Aku gemar berceloteh ria dengan matahari tentang rentetan kisah yang berhasil terekam tiap detiknya. Merekam tiap canda tawa bahkan tetes air mata juga ikut serta. Rintik hujan pun ikut menjadi saksi bisu kisah yang kusuguhkan penuh antusias.
Aku mengembara, melayangkan pandangan … lagi dan lagi … gagal menerjemah. Semua teka-teki ini bermain dalam pusaran waktu. Melumpuhkan gerak maju, kendati jiwa meronta seru!
Tanah Pun enggan jadi pijakan berdiri. Udara enggan menyejukkan sanubari, laut enggan memberi simpati. Tapi satu hal yang pasti, aku hadir memberi perubahan yang berarti. Kini, nanti, bahkan walau jiwa tak menyertai lagi. Demi mimpi 100 tahun merdeka NKRI.
Hai, hai, hai, tulisan kali ini aku buka dengan kutipan lagu Maudy Ayunda yang judulnya “Ku Kejar Mimpi.” ”Terkadang kita lupa dunia ini tak akan selamanya menunggu kita menaklukkan ragu beranikan diri. Kan kukejar mimpi dan kuterbang tinggi. Tak ada kata tidak, ku pasti bisa!” Bagus kan, liriknya.
Selain karena lagunya enak didengar, ternyata lagu ini berhasil dibawakan dengan makna yang melekat erat di tiap katanya. Lagu ini mengingatkanku akan pentingnya mimpi.
Mimpi itu ibarat kompas hidup kita. Tanpa mimpi kita tidak akan memiliki alur kehidupan yang jelas dan cenderung tidak bergairah dalam menghadapi setiap lika-liku kehidupan.
Ngomongin tentang mimpi, aku tuh, pengen sharing banyak topik ke sobat. Tapi berhubung vibesnya kemerdekaan, jadi ga afdol rasanya kalau ga nyelipin nuansa-nuansa kemerdekaan. Terlebih kemerdekaan itu sudah mendarah daging. Kangen banget sama gelora kemerdekaan yang beeuhh, top pisan atuh euyy.
So, back to topic. Aku mau nanya nih, ke sobat semuanya. Menurut sobat apa sih, harapan sobat dalam menuju 100 tahun merdeka?
BACA JUGA: KERJA BAKTI, TRADISI YANG MENGIKUTI PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN INDONESIA
Tentu harapannya supaya Indonesia tetap maju, semakin jaya, semakin gemilang di kancah internasional dan lain sebagainya. Yaps, itu semua tentu menjadi harapan kita semua. Btw, tulisan ini bakal ada lanjutan yang bakal tayang pada Agustus 2022 (terserah pimrednya sih). Tunggu aja, kamu wajib banget baca keduanya ya!
Sebagai salah satu dari 144 juta jiwa generasi muda yang menghuni nusantara, aku melihat semua aspek kehidupan harus dibenahi. Aku memimpikan, di 100 tahun kemerdekaannya, Indonesia dapat mencapai semua poin dalam SDGs.
Hayo loh, siapa yang gatau apa itu SDGs? Selaw, jadi SDGs (Sustainable Development Goals) yang kalau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
SDGs merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
SDGs berisi 17 Tujuan, 169 Target dan 241 indikator yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.
Ini dia ke-17 poin SDGs:
- tanpa kemiskinan;
- tanpa kelaparan;
- kehidupan sehat dan sejahtera;
- pendidikan berkualitas;
- kesetaraan gender;
- air bersih dan sanitasi layak;
- energi bersih dan terjangkau;
- pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi;
- industri,inovasi dan infrastruktur;
- berkurangnya kesenjangan;
- kota dan pemukiman yang berkelanjutan;
- konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab;
- penanganan perubahan iklim;
- ekosistem lautan;
- ekosistem daratan;
- perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh;
- kemitraan untuk mencapai tujuan.
Dapat mencapai ke-17 tujuan tersebut, maka mimpi terbesarku untuk Indonesia, yang harus diperjuangkan.
Sebagai gen-z pegiat literasi dan berkecimpung dalam dunia hukum, ada dua permasalahan yang aku soroti, yaitu perihal pendidikan dan penegakan hukum. Aku paham, mungkin sebagian orang menganggap bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah amburadul dan sangat mustahil untuk dibenahi, karena jiwa-jiwa korup telah mendarah daging. Kzl!
Jujur aja siapa yang gak kzl, sebel dan dongkol ketika muncul argumen, “Buat apa kuliah hukum, buat apa kerja di bidang hukum. Toh, juga ujung-ujungnya korupsi. Udah mundur aja!”
Itu semacam tamparan keras bagi aku, bahkan menjadi tamparan keras bagi seluruh insan yang berkecimpung di dunia hukum. Tidak menyalahkan siapapun, rasanya tidak ada gunanya saling menyalahkan. Karena mereka pun berbicara fakta.
BACA JUGA: ALASAN DI BALIK PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN TANGGAL 16 AGUSTUS
Besar harapan, hukum tetap menjadi panglima tinggi di negeri ini. Siapa yang tak resah melihat kesenjangan hukum dan ketidakadilan, ketika kepentingan politik jadi prioritas penguasa. Jadi, wajar saja kalau banyak rakyat yang abai dan hilang kepercayaan terhadap pemerintah.
Dalam sektor pendidikan. Aku pernah ngobrol dengan sobatku dari tanah Papua. Mereka bercerita sembari menutupi kesedihan. Katanya sulit mendapat pendidikan yang layak di sana, faktanya pendidikan belum merata hingga ke pelosok Indonesia.
Mirisnya dari kelas 1 SD hingga kelas 6 SD hanya satu jam belajar bahasa Inggris. Buku hanya dipinjam sekali dalam seminggu oleh perpustakaan keliling. Untuk pergi ke sekolah, mereka harus menempuh puluhan kilometer jalanan yang jauh dari kata layak. Perjuangan mereka demi pendidikan rasanya tidak setimpal dengan perjuangan kita. Aku jadi merasa malu karena lembek dan gampang give up dengan masalah yang aku hadapi, padahal itu semua tidaklah seberapa.
Pendidikan yang tidak merata masih menjadi problematika yang fundamental. Yang ingin aku tekankan adalah, pendidikan itu sangat penting. Kalau kata Mbak Najwa Shihab “Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Tanpa pendidikan, Indonesia tak mungkin bertahan.”
Aku sepakat dan meng-amin-i pernyataan itu. So, masa depan negeri ini ada di tangan kita. Jangan cuma buang waktumu untuk rebahan di kamar dan kebanyakan push rank, kecuali kamu anak esport ya. Hehehe.
Mari kita wujudkan mimpi dalam menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka. Jika bukan kita, siapa lagi. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Let’s improve Indonesia to be better! Sampai jumpa di tulisanku selanjutnya. See you!