Pada suatu hari, saat kota Istimewa Yogyakarta diguyur hujan rintik-rintik, Yono Punk Rock Lawyer tiba-tiba terhenyak. Makjegagik, Yono heran melihat sebuah video beredar di jejaring media sosial yang memperlihatkan seorang petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) yang mematahkan guitar ukulele milik pengamen jalanan.
Video itu awalnya diunggah oleh akun Instagram polpp.ptk. Namun, diketahui saat ini video tersebut sudah dihapus. Kemudian, video tersebut diunggah ulang oleh akun Instagram mintulgemintul.
Dalam video tersebut, terlihat petugas satpol PP mematahkan guitar ukulele milik para pengamen jalanan untuk penertiban, katanya.
Rasa gelisah menyeruak hati Yono Punk Lawyer yang telah terlanjur bersumpah di hadapan agama dan negara untuk menjadi advokat yang “Officium nobile.” Hal ini akan Yono wujudkan, selemah-lemahnya iman memberikan pendapat hukum. Yaaa, istilah kerennya ben kelihatan agak konseptual sebagai seorang jurist kelas medioker yang keras kepala.
Pertama coba kita kulik dulu sejarah Satpol PP. Jadi Satpol PP adalah Pamong Praja yang dibentuk sejak era kolonial Belanda. Gubernur Jenderal Pieter Both memandang perlunya satuan yang bertugas untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban penduduk dari serangan penduduk lokal dan tentara Inggris.
Nama Detasemen Polisi Pamong Praja sempat mengalami perubahan beberapa kali. Mulai dari Kesatuan Polisi Pamong Praja, Pagar Baya dan Pagar Praja. Namun, berdasarkan UU No.22 Tahun 1999, nama polisi pamong praja diubah menjadi Satuan Polisi Pamong Praja atau yang biasa disingkat Satpol PP.
Nama itulah yang terus digunakan hingga saat ini, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018. Oooo, jadi ternyata Satpol PP pertama dibentuk tahun 1948 di Yogyakarta. Duh, rasa primordial Yono Punk Lawyer menjadi gelisah (geli-geli susah) dengan lini masa yang menyajikan fakta sejarah demikian.
Timbul pertanyaan di benak Yono, persis seperti adegan sinetron televisi. Emang apa sih, sebenarnya tugas dan fungsi Satpol PP?
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018, Satpol PP memiliki tugas menegakkan Perda (Peraturan Daerah), Perkada (Peraturan Kepala Daerah), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Dengan kata lain Satpol PP adalah penegak Perda (Peraturan Daerah) baik propinsi, kota maupun kabupaten.
Contohnya gini, di Sleman ada Perda No 15 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Pariwisata. Ketentuan Pasal 2 Ayat 1 menyatakan bahwa, “Setiap pengusaha yang melakukan kegiatan, memiliki dan/atau mengelola usaha pariwisata wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata alias TUDP.”
Nah, seumpama ada pengusaha yang melanggar Perda di atas, maka Satpol PP bisa menindak sesuai dengan kewenangannya sebagai penegak Perda.
Kembali ke masalah guitar Ukulele milik pengamen yang disita, lalu dipatahkan atau dirusak. Apakah Satpol PP berhak melalukannya? Biar wangun dan analisa sesuai dengan aturan hukum. Yuks, kita uraikan dulu masalahnya.
Pertama, kita bahas dulu apa itu penyitaan. Jadi, penyitaan merupakan salah satu rangkaian dari sebuah acara pemeriksaan dalam hukum pidana. Pasal 38 Ayat (1) KUHAP mengatur bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Selanjutnya dalam Ayat (2) disebutkan, dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan Ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Penyitaan seperti yang dimaksud dapat dilakukan oleh penyidik kepolisian atau penyidik Pegawai Negeri Sipil, namun penyitaan yang dilakukan oleh Satpol PP belum mempunyai dasar yang kuat.
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP tidak menyebutkan poin yang menunjukkan Satpol PP memiliki wewenang melakukan penyitaan. Seandainya pun Satpol PP akan melakukan penyitaan, maka harus mengikuti syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Untuk melakukan penyitaan, Satpol PP harus mengantongi dulu izin dari pengadilan negeri setempat. Kedua, penyitaan dapat dilakukan oleh kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam hal ini Satpol PP harus menjadi PPNS terlebih dahulu untuk melakukan penyitaan terhadap barang pengamen. Jadi gak semudah itu menyita barang orang.
Bukan cuma menyita, melakukan pemusnahan barang bukti yang disita juga ada aturannya. Begini, masalah pemusnahan barang bukti sitaan dugaan tindak Pidana Umum maupun sesuai ketentuan Perda, semua harus merujuk pada ketentuan Pasal 46 KUHAP.
Pasal 46 Ayat 2 pada intinya menjelaskan bahwa pemusnahan barang bukti hasil sitaan dilakukan jika perkarasudah diputus dan dinyatakan barang sitaan dirampas oleh negara untuk dimusnahkan dengan maksud salah satunya agar tidak digunakan kembali untuk mengulangi pelanggaran maupun perbuatan pidana.
Kalo kita membaca Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP, tidak ada pasal yang mengatur tentang tata cara pemusnahan barang sitaan.
Akibat kurang jelasnya ketentuan yang mengatur soal sita-sitaan dan memusnahkan barang sitaan oleh Satpol PP, Yono Punk Lawyer khawatirkan akan muncul interpretasi yang tidak sesuai. Jangan sampai suatu kewenangan digunakan, tapi melanggar asas manfaat. Ora wangun misalnya pemusnahan barang sitaan Satpol PP berupa guitar Ukulele ditenggelamkan dengan kapal perang TNI AL di laut. Ben, yang penting musnah … aku og. Hehehe. Yasudah, mari kita tunggu episode berikutnya akan seperti apa. Merdeka!!!
Daru Supriyono.
Advokat Keras Kepala, Penyuka Kuliner dan Sepak Bola.