Sudah beberapa hari pak suami galau karena hobinya sebagai kicau mania dapat ganjalan dengan disahkannya Peraturan Menteri yang baru. Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang baru, terdapat beberapa spesies tumbuhan dan satwa baru yang dilindungi, termasuk burung-burung yang umumnya jadi peliharaan bapak-bapak, misalnya burung Cucak Rawa, Murai Batu, burung kacamata Jawa alias Pleci dan Kenari Melayu.
Salah satu jenis burung yang cukup familier di rumah kami adalah burung kaca mata alias burung pleci. Sebagai seorang kicau mania, pak suami adalah pecinta burung kacamata/Pleci. Kecintaan dan perhatiannya terhadap burung Pleci bisa dibilang cukup berlebihan, bayangkan saja .. ketika saya sibuk pilih-pilih bubur instan bayi buat si bungsu, ehhh si bapak juga sibuk pilih-pilih bubur instan buat bayi Plecinya. Saat Saya sibuk belanja bulanan, si bapak juga sibuk cari-cari minuman vitamin buat stamina Plecinya. Pergi bawa Pleci dengan tas ransel khusus kurungan burung kya nya sudah jadi pemandangan sehari-hari, bahkan saat bapak beli sarapan, si Pleci juga diajak jalan-jalan. Too much … iyaaa tentunya buat saya yang notabene bukan penggemar burung.
Dalam Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), secara spesifik diatur bahwa burung Kacamata Jawa (Zosterops Flavus) menjadi salah satu jenis satwa baru yang dilindungi. Setahu saya ada banyak sekali jenis burung kacamata atau burung pleci, sebagai orang awam saya merasa semua jenis Pleci itu serupa tapi ternyata tak sama, karena secara umum penampilan fisik dari burung kacamata/Pleci hampir sama, hmmm .. sepertinya dibutuhkan ketajaman mata tingkat dewa untuk memastikan jenis-jenis burung kacamata/Pleci.
BACA JUGA: JIKA SUARA KICAU BURUNG BISA DIROYALTIKAN, CUANNYA MELEBIHI MUSISI
Selain pelihara Pleci, pak suami di rumah juga pelihara Kenari, oohh iya sampe lupa … pak suami juga dulu pernah dapat hibah burung Murai Batu dari temannya dan burung tersebut dirawat dengan baik di rumah, cuma gak pernah diajak jalan-jalan kya si burung Pleci. Nah dengan adanya Permen LHK yang baru, si bapak jadi galau, gimana nih dengan nasib burung Murai Batunya. Belum lagi si bapak punya kecemasan, jangan-jangan burung-burung Plecinya yang berjenis auri dan dakun dikira Pleci kacamata Jawa yang masuk dalam kategori satwa dilindungi.
Ada beberapa alasan kenapa Cucak Rawa, Murai Batu, Kenari Melayu dan burung kacamata Jawa/Pleci masuk dalam kategori satwa yang dilindungi. Salah satu alasannya adalah karena burung-burung tersebut saat ini populasinya sudah mulai menurun dan sudah langka habitatnya di alam, meskipun saat ini bisa banyak ditemukan di penangkaran.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang baru disahkan tersebut merupakan peraturan yang menetapkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Hayati. Undang-Undang tersebut mengatur bahwa dilarang menyimpan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Setiap orang juga dilarang mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain.
Sanksi hukumnya gak main-main gaes, apabila sengaja melanggar ketentuan ini ada ancaman hukum penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sedangkan apabila dianggap lalai melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 1 (satu) tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Njuk gimana coba pak suami gak galau dengan adanya Permen itu. Permen LHK tersebut pastinya membuat kecemasan dan kegaduhan dikalangan pecinta burung, karena sebagaian kicau mania akan memilih untuk berhenti memelihara burung yang dilindungi seperti Murai Batu, daripada mengambil risiko di penjara. Selain itu Permen LHK tersebut juga akan berdampak signifikan terhadap roda ekonomi dalam bisnis perburungan, bayangkan saja, dengan berkurangnya jumlah kicau mania yang memelihara burung, maka hal ini akan berpengaruh terhadap permintaan akan sangkar, aksesoris hingga bisnis pakan burung.
Lah saking khawatirnya sejumlah pecinta burung yang tergabung dalam Forum Kicau Mania Indonesia sampai berunjuk rasa didepan kantor KLHK pada Selasa, 14 Agustus 2018.
Kementerian Lingkungan Hidup melalui Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Ir. Wiratno, M.Sc meminta masyarakat untuk tidak khawatir dengan keluarnya Permen LHK No. 20 Tahun 2018, karena Permen LHK tentang tumbuhan dan satwa yang dilindungi tidak berlaku surut, jadi buat kicau mania yang sudah terlanjur memelihara atau menangkar burung-burung seperti Murai Batu, Pleci, Kenari Melayu tidak akan dikenakan pidana.
BACA JUGA: ATURAN OBAT HEWAN SESUAI UU PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Untuk merespon dinamika sosial khususnya dalam komunitas kicau mania akan diberlakukan ketentuan peralihan selama masa transisi. Masa transisi yang dimaksud meliputi pedataan kepemilikan, penandaan, proses izin penangkaran dan atau izin lembaga konservasi. Proses pendataan juga tidak dikenakan biaya alias gratis.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri, kekhawatiran para kicau mania akan sulitnya mengurus perizinan apalagi dengan kebijakan satu burung satu surat juga cukup berdasar karena proses perizinannya tidak mudah dan belum semua masyarakat memahaminya.
Tapi begini ya bapak-bapak yang umumnya jadi kicau mania, gak usah galau gak usah resah, sebenarnya niat pemerintah mengeluarkan Permen LHK ini adalah agar jenis-jenis satwa yang dilindungi seperti Murai Batu, Kenari Melayu, Cucak Rawa yang sudah mulai langka di habitat aslinya, dapat kembali meningkat populasinya. Direktur Jendral Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK menjelaskan bahwa tidak benar kalau penangkaran burung dilarang, karena justru KLHK hanya ingin mengatur dan menertibkan agar jumlah burung-burung di penangkaran dapat terdata dengan lebih baik.
Wes daripada galau-galau, saya punya sedikit solusi … sedikit lhooo yaa … solusi pertama, para kicau mania ikuti aturan yang sudah ada, yang wes terlanjur pelihara ataupun punya penangkaran burung yang masuk kategori satwa yang dilindungi, ya segera lapor ke UPT KSDA di setiap provinsi, guna melakukan pendataan. Solusi kedua, daripada demo panas-panas gak ada hasil, jika memang keberatan dengan adanya Permen tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, ya monggo ajakukan judicial review atau uji materiil ke Mahkamah Agung. Inget, ke Mahkamah Agung ya gaesss .. bukan ke Mahkamah Konstitusi, kenapa????? ya karena kewenangan menguji peraturan perundang-undangan yang kedudukannya ada di bawah Undang-Undang ada di Mahkamah Agung bukan di Mahkamah Konstitusi. Masih bingung????? klo bingung boleh banget nyimak diskusi semiloka yang akan kami adakan, Sabtu 8 September 2018. info lebih lanjut silahkan simak di event kami ya.