Berhubung lagi ramai dibahas PP No. 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Mbagdeg, sejenak saya berfikir. Misal nih ya, kicauan burung itu dihargai dan mendapat royalti, berapa cuan ya, seharusnya para burung itu dapat royalti. Duh, pasti mereka jadi kaya pren.
Selain musik dan lagu, suara kicau burung ketika didengarkan di pagi atau sore hari esensinya menghasilkan bunyi-bunyian merdu nan menenangkan. Atmosfer ketenangan dan kedamaian yang didapatkannya juga sangat dahsyat loh pren. Tidak kalah dengan musik dan lagu ciptaan musisi.
Buktinya bapak saya setiap pagi masih konsen menikmati merdunya suara perkutut, ketimbang memutar lagu indie di playlist spotify.
Nah, setelah saya ikut mencermati suara perkututnya dengan seksama, ternyata lumayan jezzy juga kok, bahkan terkadang rada ngefolk. Ya mungkin perkututnya masih tergolong perkutut indie ya pren, jadi suaranya agak-agak gimana gitu.
Selain perkutut, rupanya masih banyak lagi suara kicau burung yang secara nominal cuan harganya tidak murah loh.
Contohnya murai batu, doi dapat dikatakan rajanya burung kicau di Indonesia. Untuk sekelas kicau murai batu junior saja atau istilahnya burung bahan, kalian harus merogoh uang minimal 2 jutaan untuk membelinya. Ngomongin kicauan murai batu, menurut saya pribadi bisa dikatakan genrenya pop-rock sih, kadang juga jika sudah jago bisa masuk ke skena rock’n roll.
Selanjutnya ada cucak rowo, burung yang habitat aslinya di sungai, rawa dan tepi hutan. Ternyata harganya juga bombastis. Masih di angka minimal 2 jutaan kalo kalian pengen membeli burung bahan atau cucak rowo junior.
Bahkan menurut portaljember.pikiran-rakyat.com, jika kalian akan membeli murai batu yang sudah jadi dan suaranya profesional harganya kurang lebih 500 jutaan. Begitu juga dengan cucak rowo, gimana pren mahal juga toh?
Tapi Kembali lagi, sayangnya kehebatan kicauan burung seperti perkutut, murai batu, cucak rowo dan lainnya, hanya sebatas suara yang tidak memiliki nilai untuk dijadikan royalti.
Padahal kan banyak tempat-tempat publik misalnya rumah makan, café, hotel yang kerap kali menggunakan jasa perkutut, murai batu, cucak rowo dan burung lainnya, untuk mempercantik nuansa tempat itu, dengan tujuan utamanya adalah supaya konsumen nyaman serta betah ketika mengunjunginya. Tak lupa biar mereka juga akan balik lagi di kemudian hari untuk melarisi rumah makan, café atau hotel tersebut.
Tapi tetep saja si empunya tempat-tempat tersebut tidak diwajibkan membayar royalti kepada burung-burung atau asosiasi burung kicau Indonesia. Mereka cukup memberikan makan yang sehat, perawatan yang baik dan sering memandikannya.
Mengapa burung-burung tersebut tidak mendapatkan royalti? Ya karena aturan hukumnya tidak mengcover mereka pren. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 atau PP No. 56 Tahun 2021 Tentang Royalti Hak Cipta, yang dimaksud pencipta atau subjek hukum yang dilindungi yaitu, “Seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.”
Nah, burung itu kan kategori hewan bukan orang. Jadi jelas mereka tidak tercover dalam aturan hukum perihal hak cipta dan turunannya tentang royalti.
Padahal kalo bicara soal menghasilkan ciptaan yang bersifat khas dan pribadi, saya yakin setiap murai batu atau setiap cucak rowo punya karakteristik kicauannya sendiri. Walaupun sepintas dapat dikatakan sama, tapi pasti ada irama serta nada yang berbeda.
Jika gak percaya, coba deh kalian kaji sendiri suara kicau burung dengan metode irama dan nada. Kemungkinan besar pasti setiap burung punya karakter dan ciri khas sendiri loh.
Ya walaupun ketika berbicara subjek pembayaran royalti sudah clear yaitu, setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial berdasarkan perjanjian lisensi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) PP No. 56 Tahun 2021. Tapi kembali lagi karena burung adalah hewan bukan manusia jadi dengan sangat terpaksa saya katakan, semerdu apapun suara kicaunya murai batu, cucak rowo dan suara mistisnya perkutut bapak saya. Mereka tidak bisa mendapatkan royalti.
Lagian jika para burung mendapatkan royalti pun saya rasa kasian juga, mereka tidak bisa menikmati royalti tersebut. Dan akan sangat rawan dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan. Tapi pihak berkepentingan di sini bukan bapak saya loh.
Wong bapak saya menggunakan suara perkututnya bukan untuk kepentingan komersil kok, tapi untuk kepentingan ketenangan jiwanya sembari menikmati kehidupan sehari-hari di rumah.
[…] BACA JUGA: JIKA SUARA KICAU BURUNG BISA DIROYALTIKAN, CUANNYA MELEBIHI MUSISI […]