Siapa sih yang gak tau meterai? benda kecil yang bentuknya mirip perangko. Meterai merupakan salah satu benda pembawa berkah buat saya yang berprofesi sebagai seorang pengacara, meterai punya peran yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga saya. Rekening akan terisi pundi-pundi rejeki jika ada meterai nempel di atas tandatangan seseorang yang memberikan kuasa kepada kantor hukum saya (lha kok curhat).
Banyak orang yang salah menyebut nama benda ini, karena umumnya orang menyebut meterai dengan kata “materai”, iya sih cuma kepeleset satu huruf aja, yaitu “a” dan “e” dan tentunya tidak mempengaruhi fungsi meterai.
Umumnya meterai akan dicari jika kita berurusan dengan dokumen perjanjian, karena ada pendapat yang menyatakan “Suatu perjanjian tidak sah jika tidak di tempelkan meterai”. Apakah pendapat itu mitos apa fakta, yukss mari kita bahas lebih lanjut di sini. Sebenarnya apa sih fungsi meterai?
Penyebutan terhadap pengenaan pajak atas dokumen dikenal dengan nama bea meterai. Fungsi utama meterai atau bea meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Sederhananya, bea meterai adalah pajak dokumen. Sah atau tidaknya suatu perjanjian tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya meterai.
Sahnya suatu perjanjian ditentukan oleh syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
- Kesepakatan
Suatu perjanjian tentunya akan melibatkan dua orang atau lebih, kesepakatan yang dimaksud adalah persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak tentang hal-hal yang di perjanjikan. Kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian tidak boleh ada unsur khilaf, paksaan, dan penipuan. Apabila kesepakatan yang dibuat dengan adanya khilaf, paksaan dan penipuan, maka perjanjian menjadi tidak sah. Contoh kesepakatan yang diwarnai dengan paksaan adalah perjanjian yang ditandatangani oleh salah satu pihak yang berada di bawah ancaman sejata tajam.
- Kecakapan
Kecakapan artinya adalah orang yang sehat pikirannya dan orang yang sudah dewasa (menurut KUHPerdata laki-laki berusia 21 tahun sedangkan wanita berusia 19 tahun).
- Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu maksudnya adalah objek perjanjian haruslah jelas, misalnya perjanjian sewa rumah, maka objek perjanjiannya adalah rumah yang disewakan.
- Sebab yang halal
Sebab/causa yang halal maksudnya adalah perjanjian harus dibuat dengan maksud dan tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum. Perjanjian tidak boleh dibuat dengan alasan yang bertentangan dengan hukum, misalnya membuat perjanjian untuk menipu atau membuat perjanjian untuk bisnis narkoba.
Jadi gaess, dapat disimpulkan bahwa pendapat yang menyatakan “Suatu perjanjian tidak sah jika tidak ditempelkan meterai” adalah mitos alias hoax. Suatu perjanjian tanpa meterai-pun tetap sah ya, asalkan dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Tidak semua dokumen perlu ditempelkan meterai, undang-undang sudah mengatur dokumen apa saja yang dikenakan bea meterai, yaitu:
- Surat perjanjian dan surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
- Akta-akta notaris termasuk salinannya;
- Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapannya;
- Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
- Yang menyebutkan penerimaan uang;
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
- Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan;
- Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
- Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Jadi jangan heran kalau mau buka rekening, masukin deposito, ngambil deposito ataupun melakukan transaksi di bank dikit-dikit pake meterai, karena memang sudah begitu ketentuan tentang bea meterai.
Tarif bea meterai di Indonesia ada dua, yaitu meterai Rp. 3000 dan meterai Rp. 6000, lalu apa bedanya ya?? mengacu pada Undang-Undang Bea Meterai, meterai 6000 digunakan untuk dokumen yang nilainya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) seperti akta notaris, akta tanah, atau surat perjanjian sedangkan meterai 3000 digunakan untuk dokumen yang bernilai Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Untuk dokumen yang benilai kurang dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah), gak perlu pakai meterai yang gaess.
Tahukah Kamu, meterai itu ada dua jenis lho, pertama meterai tempel dan kedua meterai yang berupa kertas. Kalau jaman dahulu (waktu saya SD) orang menyebut meterai kertas dengan sebutan “kertas segel”. Meterai tempel itu meterai yang bentuknya kecil kaya perangko, yang penggunaannya dengan cara direkatkan di tempat tandatangan akan dibubuhkan.
Penggunaan meterai tempel bukan asal ditempel terus ditimpah tandatangan, tapi juga harus memenuhi ketentuan, antara lain:
- Pembubuhan tandatangan harus disertai dengan pencatuman tanggal, bulan dan tahun di atas meterai tempel.
- Tandatangan harus sebagian kena meterai tempel dan sebagian lagi kena kertas.
- Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, maka tandatangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai dan sebagian di atas kertas.
- Perekatan meterai tempel dilakukan seluruhnya dengan utuh, tidak menggunakan meterai rusak.
- Penggunaan meterai tempel tidak boleh menggunakan meterai yang sudah digunakan (bekas).
Penggunaan meterai yang tidak sesuai dengan ketentuan akan menimbulkan konsekuensi timbulnya status pajak dari suatu dokumen, karena dokumen dianggap tidak bermeterai dengan kata lain bea meterainya belum lunas. Selanjutnya apabila bea meterai belum lunas, maka konsekuensi selanjutnya adalah dokumen tidak dapat diterima (tidak dapat jadi alat bukti), dokumen tersebut juga tidak dapat dibuatkan salinan, tembusan, rangkapan maupun petikan serta tidak dapat diberikan keterangan atau catatan terhadap dokumen tersebut.
Selanjutnya bagaimana dengan dokumen seperti perjanjian yang sudah terlanjur dibuat tanpa meterai, apakah bisa diajukan sebagai alat bukti dipersidangan?? tentu saja bisa, cukup dengan melunasi bea meterai terhutang atau pemeteraian kemudian (nazegeling).
Caranya gampang kok, cukup dokumen yang akan dijadikan bukti, dibubuhkan meterai sebesar bea meterai yang terhutang, lalu minta disahkan oleh pejabat pos, tapi dengan tambahan denda 200% dari bea meterai yang kurang atau belum dibayarkan.
Oleh karena itu, meskipun meterai bukan merupakan syarat sahnya perjanjian, fungsi meterai tidak dapat disepelekan. Pertanyaan menggajal dari saya, kira-kira apakah semua orang yang sering menggunakan meterai sudah tahu cara penggunaannya, termasuk memberikan tanggal, bulan dan tahun di atas meterai, karena sepertinya tidak semua orang teliti melihat tulisan kecil-kecil yang tertulis di atas meterai, ya gak sih????