“Kak, aku mau tanya dong. Kemarin pas kuliah, dosenku spill tentang harta gono-gini. Bisa jelasin nggak, sebenernya apa sih, harta gono-gini itu? Trus, bagaimana pembagiannya? Maklum mahasiswa kupu-kupu.” – Deni
JAWABAN:
Halo, Kak Deni. Nggak papa kok, jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Tapi sekali-kali cobain deh, jadi mahasiswa kunang-kunang (kuliah nangkring-kuliah nangkring) biar hidup makin seru.
Oh iya, makasih untuk pertanyaannya. Tenang, kamu nggak perlu bingung. Yok, kita bahas tentang harta gono-gini.
Jadi begini, dalam hukum istilah harta gono-gini dikenal dengan harta bersama. Menurut Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dijelaskan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.
Jadi apapun yang didapat, baik suami atau istri selama perkawinan termasuk harta bersama, kecuali mereka melakukan perjanjian pisah harta sebelum kawin.
Nah, mengenai harta bersama tanpa ada perjanjian pisah harta, kalau mau menjual atau menjaminkan harta bersama harus persetujuan keduanya. Nggak boleh tuh, kalau cuma salah satu aja. Trus, kalau suami istri bercerai, gimana nasib harta bersamanya? Ya, idealnya harta bersama dibagi dua, kecuali kalau memang salah satu pihak rela harta bersamanya dimiliki suami atau istri saja.
Biar lebih jelas, aku kasih contoh ya.
Ceritanya begini, Budi dan Siti memutuskan melakukan perkawinan tanpa membuat perjanjian pisah harta.
Setelah kawin, Budi dan Siti membeli rumah untuk tempat tinggal mereka dengan sertifikat atas nama Budi. Singkat cerita, Budi ingin meminjam uang di bank dengan menjaminkan sertifikat rumah. Nah, Menurut Pasal 36 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan, yang menyebutkan, “Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.” Jadi, Budi harus minta persetujuan dulu sama Siti. Kalau Siti nggak setuju, Budi nggak bisa memaksanya dan Budi juga nggak bisa menjaminkan sertifikat rumahnya secara sepihak walaupun sertifikat rumah atas nama Budi.
Cerita berlanjut, setelah sekian tahun berumah tangga, karena sering cekcok sebab urusan sepele seperti beda selera kopi sampai masalah besar, Budi dan Siti memutuskan bercerai. Nah, sekaranglah saatnya memahami pembagian harta bersama atau harta gono-gini.
BACA JUGA: CARA PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI
Secara prinsip masing-masing pihak mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Budi dan Siti harus sepakat dulu mengenai bentuk pembagian harta ini. Misalnya, rumah tersebut dijual kemudian hasil penjualan dibagi dua atau ada bentuk lain pembagiannya.
Tapi kalau Budi atau Siti rela rumahnya menjadi milik salah satu dari mereka, itu juga nggak papa. Intinya sesuai kesepakatan antara keduanya.
Nah, kalau terjadi sengketa, salah satu pihak bisa mengajukan gugatan harta gono-gini ke pengadilan, lalu biarkan majelis hakim yang memutuskan.
Oke, mungkin segitu dulu penjelasan singkat tentang harta gono-gini atau harta bersama. Semoga bisa membantu kamu agar lebih paham. Kalau ada pertanyaan lagi, jangan sungkan buat tanya ke Dira ya.
Selalu semangat menjadi mahasiswa hukum yang berkualitas. Cemungut!