HAKIM MK PROF ASWANTO, DICOPOT MENDADAK OLEH DPR

Hello, precious people! Kamis, 29 September 2022, Prof. Aswanto (hakim Mahkamah Konstitusi a.k.a MK) dicopot secara mendadak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada saat rapat Paripurna.

Pencopotan sangat mengejutkan karena tidak ada agenda pencopotan hakim MK  pada saat rapat paripurna. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan umum, terkhususnya bagi pengamat lembaga negara.

Terkait alasan pencopotan, Ketua Komisi III DPR RI memberi keterangan bahwa hal ini didasarkan pada rasa kekecewaan, karena yang bersangkutan adalah hakim yang diajukan oleh DPR, namun acapkali membatalkan produk dari DPR itu sendiri. 

Beliau bilang, “Tentu mengecewakan dong, Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya DPR. Kan gitu loh.” 

Sebenarnya apa dan mengapa ini dapat terjadi? Bagaimana point of view dari hukum, dan tanggapan para ahli terkait? Kuy, kita bahas!

BACA JUGA: KARIER DAN KELUARGA SEORANG HAKIM

“Politiae legius non leges politi adoptandae” – politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.

Menilik statement di atas, maka alasan pencopotan ini cenderung ke arah politis. Wajar jika orang-orang pada bingung karena alasannya banyak produk DPR yang dibatalkan oleh sang hakim, sedangkan beliau diajukan oleh DPR.

Jika ditelisik secara hukum, di mana letak salahnya? Tugas seorang Hakim MK adalah menguji undang-undang dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan apabila terbukti bahwa undang-undang yang diajukan bertentangan dengan UUD 45, maka undang-undang tersebut dinyatakan inkonstitusional. 

Jika kita telaah dari undang-undang lainnya, perlu diingat bahwa sembilan hakim MK itu ‘diajukan oleh’ oleh MA, DPR dan presiden (masing-masing tiga orang). Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 24 c Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:

“(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan tiga orang oleh Presiden.” 

Menurut mantan ketua MK, Prof. Jimly Asshiddiqie bahwa maksud frasa ‘diajukan oleh’ itu menunjukkan bahwa hakim MK yang diajukan oleh DPR bukanlah bagian dari DPR, melainkan DPR hanya sebagai pe-recruiter saja. 

Prof. Jimly selaku ahli pada bidang ini juga memberikan reaksi atas statement ketua Komisi III DPR RI di atas. Beliau mengatakan, “Diajukan oleh,” jadi “Bukan diajukan dari,” gambaran saya selalu itu. Apa beda oleh dan dari, oleh itu cuma merekrut, jadi bukan dari dalam.”

Prof. Jimly juga memberikan pernyataan bahwa “Sehingga tidak bisa dipersepsi orang yang dipilih DPR itu orangnya DPR, seperti statement dari Komisi III.”

Ya, intinya beliau mengingatkan bahwa hakim MK hanya ‘diajukan oleh’ MA, DPR dan Presiden. Tiga elemen tersebut hanya sebagai pe-recruiter dan hakim MK bukan berasal dari internal lembaga di atas ges. Dengan kata lain, meskipun hakim tersebut diajukan oleh DPR, bukan berarti dia circle DPR, jadi harus nurutin semua keinginan DPR.

BACA JUGA: MENGENANG ARTIDJO ALKOSAR, HAKIM PALING DITAKUTI KORUPTOR

Pencopotan ini juga membuat publik bertanya-tanya, “Kok, bisa lembaga yang independen imparsial digituin?” Prof. Jimly juga memberikan pernyataan, “Jadi kalau tidak ada pengadilan yang independen, itu demokrasi prosedural, nggak punya arti.”  

Prof. Jimly memberikan saran kepada presiden agar tidak mengeluarkan keputusan presiden (Keppres) terkait pencopotan Aswanto selaku hakim MK. Hal ini didasari bahwa tindakan DPR di sidang paripurna lalu untuk memecat hakim MK termasuk tindakan tanpa dasar dan melanggar prosedur hukum.

Jadi, apabila Keppres tersebut dikeluarkan, maka sangat mungkin akan terjadi sengketa antar lembaga negara dan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Dari sisi pemerintah, Prof. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator  Bidang politik, Hukum dan Keamanan  menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri keputusan yang telah dibuat DPR serta akan mempelajari perlu atau tidak mekanisme pergantian hakim MK bila suatu saat diperlukan. Sebagaimana yang beliau katakan, “Saya tidak tahu mekanisme di DPR, saya enggak akan ikut campur.”

Hmm, cukup menarik bukan? Menurut kalian gimana, gaes? Apakah hakim MK dapat dicopot oleh lembaga negara lain dengan alasan seperti di atas? Atau justru ini adalah hal yang wajar-wajar saja di negara ini? 

Just wait and see, see you in the next article!

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id