Indonesian Corruption Watch (ICW) membeberkan sepanjang 2020 terdapat 444 kasus korupsi yang telah ditindak oleh penegak hukum. ICW mencatat ratusan kasus tersebut telah merugikan negara sebesar Rp18,6 triliun.
Berita dari web detik.com itu tetiba nongol di beranda medsosku. Ngomongin soal korupsi memang gak bakal ada habisnya. Entah, kapan negara ini bakal bebas korupsi.
Berita tentang si A atau si B ditangkap KPK nampaknya bukan lagi hal yang mengejutkan. Ahh, gak usahlah jauh-jauh ngomongin negara, karena sebenarnya korupsi sering terjadi di sekitar kita. Korupsi waktu, misalnya.
Jadi, sebenarnya apa sih, penyebab korupsi di sekitar kita makin merajalela?
1. Adanya Kesempatan
“Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tapi karena ada kesempatan, waspadalah, waspadalah.” Gitulah, kira-kira kalimat yang dipopulerkan oleh Alm. Bang Napi.
“Korupsi itu muncul karena adanya kekuasaan dan ada kesempatan, tapi minus integritas.” Eeh, itu bukan kata-kataku. Tapi itu kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.
Ya jelaslah, kalo gak ada kekuasaan dan kesempatan, gimana mau korupsi. Harus ada akses untuk bisa mengutak atik anggaran. Entah anggaran negara, anggaran perusahaan atau anggaran organisasi.
Makanya orang-orang oportunis pada berebut pengen dapet posisi strategis. Ada yang bilang posisi menentukan prestasi, maka dalam hal ini posisi menentukan korupsi. Hihihi.
BACA JUGA: MARAKNYA KORUPSI DI BULAN ANTI KORUPSI
2. Sifat Jelek Pelakunya
Seingetku sih, dari jaman TK aku udah dapet pelajaran nilai-nilai anti korupsi. Pastinya bukan cuma aku dong. Kurasa semua anak Indonesia dari jenjang TK sampe perguruan tinggi dapet pelajaran anti korupsi. Lalu, kenapa korupsi masih ada?
Karena ada manusia-manusia tamak dan rakus yang berjaya. Perhatiin aja, meskipun pelakunya adalah orang yang berkecukupan. Begitu ada kesempatan, ya tetap aja bakal korupsi.
Mental yang lemah juga membuat seseorang mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan bisa datang dari mana saja, bisa dari atasan, rekan kerja, bawahan atau pihak lain yang ngasih kesempatan.
3. Penegakan Hukum yang Lemah
Gak usah panjang lebar aku ceritain, kita sama-sama tau. Gimana sih, penegakan hukum untuk pelaku korupsi di negara ini. Aku baca di web katadata.co.id. Menurut catatan ICW, mayoritas koruptor mendapat vonis yang sangat ringan.
Sepanjang 2020, rata-rata vonis terhadap terdakwa perkara korupsi hanya 3 (tiga) tahun dan 1 (satu) bulanatau setara 37 bulan. Sebanyak 760 terdakwa divonis di bawah empat tahun penjara pada 2020. Sedangkan vonis berat hanya dikenakan kepada 18 orang terdakwa. Eheemmm.
4. Masyarakat yang Pemaaf
Eeeh, kalian pada sadar gak sih, salah satu penyebab korupsi makin marak terjadi adalah karena sikap masyarakat kita yang sangat pemaaf, lagi sangat penyayang.
Misalnya gini, dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi menjaga nama baik organisasi. Entah apa alasannya, tindak korupsi dalam sebuah organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang dalam berbagai bentuk.
Misalnya, ada anggota organisasi yang mau mengungkapkan tentang praktik korupsi. Eeh, doi malah dimusuhi. Dianggap cuma cari panggung, cari muka, hatersnya pemimpin, gak dapet jatah atau sakit hati karena gagal jadi bendum. Setelah diframe demikian, lalu si pengungkap diserang rame-rame.
Kadang hal-hal begitu yang bikin orang jadi males untuk speak up dan mengungkap kebenaran. Eeh iya, lucunya lagi, kadang kalo ada yang mempertanyakan tentang transparansi keuangan di sebuah organisasi, justru orang itu dianggap ribet dan nyusahin.
“Ah, cuma uang kecil gini dipermasalahin,” begitu katanya. Padahal yang dipertanyakan bukan soal besar kecilnya uang, tapi soal transparansi keuangan organisasi. Pengelola keuangan organisasi wajib dong,bertanggung jawab atas laporan keuangan dan menyampaikan secara terbuka kepada setiap anggota organisasinya.
Nah, #beranijujurhebat.
Masyarakat kita bisa dibilang orang-orang yang pemaaf. Buktinya ada tuh, pejabat yang terlibat korupsi dan menjadi tahanan KPK, tapi tetap memenangkan pilkada. Ini bukan kata aku ya, tapi ini statement mantan komisioner KPK, Saut Situmorang yang aku baca di web republika.co.id.
Jadi, kecil kemungkinan ada koruptor di Indonesia yang Harakiri karena korupsi.
5. Sistem Organisasi yang Kurang Baik
Yang terakhir versi aku, salah satu penyebab korupsi di Indonesia makin merajela adalah sistem organisasinya. Ada banyak aspek yang bisa membuat korupsi menggurita dalam sebuah organisasi. Tapi buat gambaran singkat aku ambil dua contoh konkrit aja.
Pertama, gak ada sikap keteladanan dari pemimpin. Pemimpinnya gak tegas, leda lede dan gak berani mengambil sikap.
Aku kutip dari kompas.com. Pemimpin selalu berkorelasi dengan tanggung jawab. Meminjam deskripsi Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994), pemimpin adalah seorang yang memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisasi, atau mengontrol usaha orang lain melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Jadi, korupsi dalam lingkar oligarki kekuasaan sesungguhnya juga menjadi tanggung jawab si pemimpin.
Kedua, gak paham dengan sistem akuntabilitas.
BACA JUGA: 7 JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atau keadaan yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Sederhananya, akuntabilitas merujuk pada kewajiban individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya.
Harusnya semua organisasi menerapkan sistem akuntabilitas. Ngasih report pertanggungjawaban yang jelas dan transparan, terutama terkait pengelolaan keuangan organisasi.
Kalo prinsip akuntabilitas dilaksanakan dalam sebuah organisasi, niscaya korupsi bisa terdeteksi. Setidaknya akuntabilitas bisa digunakan sebagai alat untuk mencegah terjadinya korupsi.
Nah, itulah 5 (lima) penyebab korupsi versi aku. Sebenarnya masih banyak lagi sih, tapi next time aja kita bahas lagi.
Yuks, mari mulai peduli. Kalo bukan kita, siapa lagi yang bisa memberantas korupsi. Mulailah menanamkan kejujuran dan nilai anti korupsi di lingkungan keluarga, lalu ke organisasi lingkungan kita. Baru deh, bahas korupsi lingkup negara.
Hari anti korupsinya masih bulan depan. Yuks, campaignnya mulai sekarang.