Tahukah kamu? Kalau pelecehan seksual secara verbal merupakan bentuk pelecehan non fisik.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai pelecehan verbal apabila perkataan/ungkapan tersebut membuat orang lain merasa tidak nyaman, perbuatan itu tidak dikehendaki, serta tidak sesuai dengan norma kesopanan dan kesusilaan yang ada di dalam masyarakat.
Salah satu bentuk pelecehan secara verbal yang sering terjadi adalah pelecehan seksual. Sebenarnya bentuk pelecehan verbal itu bermacam-macam, seperti menghina, memberikan panggilan yang menggoda/catcalling, mengomentari bentuk fisik, menanyakan aktivitas seksual, hingga komentar-komentar berbau negatif melalui media sosial.
Kekerasan seksual rentan terjadi pada perempuan, meskipun laki-laki juga bisa mengalaminya. Dari data komnas perempuan di tahun 2022 sampai bulan November, paling tidak ada lebih dari 3000 laporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Wah, banyak ya.
Oh iya, data tersebut bukan kasus kekerasan seksual non fisik (verbal) ya. Karena pada waktu itu kekerasan seksual non fisik nggak bisa dilaporkan.
Tenang, semenjak berlakunya UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS), kekerasan seksual non fisik bisa dilaporkan kok.
BACA JUGA: PELECEHAN SEKSUAL MENGANCAM KAUM PRIA!
Nggak percaya?
Ini ya, Pasal 4 Ayat 1 UU TPKS menyebutkan jenis tindak pidana pelecehan seksual, salah satunya kekerasan seksual non fisik. Kemudian di Pasal 5 UU TPKS disebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Nah, loh. Buat kamu yang melakukan perbuatan seksual secara non fisik seperti pernyataan, gerak tubuh atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan, siap-siap dipidana.
Dan kalau kamu merasa korban dari kekerasan seksual nonfisik, bisa segera membuat laporan ya. Karena kekerasan seksual non fisik merupakan delik aduan. Artinya pelecehan tersebut dapat menjadi sebuah tindakan pidana apabila korban mengadukannya.
Kemana harus melapor? Menurut Pasal 39 UU TPKS disebutkan kalau korban bisa melaporkan kepada UPTD PPA, unit pelaksana teknis dan unit pelaksana teknis daerah di bidang sosial, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dan/atau kepolisian di tempat korban berada maupun di tempat terjadinya tindak pidana.
Tapi perlu diakui kalau sebagian besar masyarakat yang mendapatkan perlakuan serupa masih merasa takut ataupun ragu untuk melaporkan pelecehan verbal yang mereka alami. Ya, gimana ya, pelecehan verbal dapat membawa akibat berupa perasaan malu dan takut dihakimi. Tahu sendirikan mulut tetangga lebih kejam daripada pembunuhan. Nah, ini mungkin yang menjadi alasan kenapa enggan untuk mengadu. Apalagi mengadu ke kepolisian.
Ya, walaupun takut melapor ke kepolisian, kalian (korban) bisa kok, melapor ke pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak yang ada di daerah, ke dinas perlindungan perempuan dan anak atau LSM. Dan ketika membuat laporan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya, korban berada di ruang khusus sehingga dijamin keamanan dan kerahasiaan korban dan bakal ada penguatan psikologis bagi korban.
Yang nantinya tempat korban melapor (selain di kepolisian), akan menyampaikan laporan dan/atau informasi ke kepolisian paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak korban melapor.
Kalau korban menyampaikan laporan langsung melalui kepolisian, kepolisian juga wajib menerima laporan di ruang pelayanan khusus yang menjamin keamanan dan kerahasiaan korban.
Oke, jadi mulai sekarang jangan takut untuk melaporkan pelecehan seksual secara verbal yang kamu alami.