Oi, oi! Pak Presiden Joko Widodo sudah meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 nih. PP ini adalah perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Salah satu isu yang bikin heboh adalah potongan sebesar 2,5% untuk pekerja swasta dan 3% untuk pekerja freelance dari total gaji yang diterima.
Katanya sih, tabungan untuk pembiayaan KPR bagi masyarakat. Tapi apa benar ini jalan keluar untuk kita punya rumah di masa depan?
Jadi gini, Tapera akan dijalankan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Simpelnya nanti semua yang berhubungan dengan Tapera akan ditangani badan pengelola ini.
Adanya Tapera tidak luput dari adanya amanat konstitusi yang dijadikan dasar dalam pembuatan peraturannya. Yaitu, Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.“
Nah, secara dasar konstitusional sudah cakep, perfectlah pokoknya. Dasar itu kemudian dijabarkan ke dalam dua undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Inilah cikal bakal terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2020 dan PP Nomor 21 tahun 2024 yang lagi happening.
BACA JUGA: RUMAH KELUARGA NOHARA DAN ATURAN KPR
Oke, kita coba breakdown sebenarnya gimana sih, konsep dari Tapera ini.
Kalau membuka website BP Tapera, kita bakal menemukan visi dari BP Tapera, yaitu “Terwujudnya kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta MBR melalui pembiayaan dana murah berkelanjutan berlandaskan gotong-royong.” Gotong-royong yang dimaksud pemerintah, kita disuruh nabung di lembaga keuangan yang ditentukan BP Tapera.
Besaran tabungannya dijelaskan dalam Pasal 15 PP 21 Tahun 2024, besaran simpanan bagi semua pekerja sebenarnya sama-sama 3% dari total gaji, bedanya pekerja swasta konvensional 0,5% ditanggung pemberi kerja/perusahaan dan pembayaran sebesar 2,5%.
Sedangkan pekerja freelance harus menanggung sendiri beban simpanannya sebesar 3%. Sedangkan untuk ASN atau yang dibayar dari APBN dan pekerja BUMN, BUMD, BUMDes perhitungan besaran simpanan diatur menteri terkait.
Trus, apa benefit yang bisa kita dapat kalau menjadi peserta Tapera ini?
Menurut Pasal 37 PP 25 Tahun 2020 Pemanfaatan dana Tapera dilakukan untuk pembiayaan seperti, pemilikan rumah, pembangunan rumah atau perbaikan rumah. Tapi dengan catatan, peserta harus memenuhi persyaratan agar dapat merasakan pembiayaan tersebut.
Pasal 38 PP 25 Tahun 2020 menjelaskan 4 syarat peserta yang dapat merasakan pembiayaan.
- Mempunyai masa kepesertaan paling singkat 12 bulan.
- Termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
- Belum memiliki rumah.
- Menggunakan pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama atau perbaikan rumah pertama.
BACA JUGA: 11 TIPS AMAN JUAL BELI TANAH SECARA HUKUM
Kalau kita lihat muatan pasal itu memang tidak semua pekerja swasta bisa menerima manfaat dari Tapera. Rasa-rasanya ini kurang selaras dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 5 yang menyebutkan pekerja berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.
Kalau cuma berpatokan pada pasal ini, ada kemungkinan peserta yang tidak dapat menikmati manfaat dari Tapera, karena memiliki penghasilan yang tinggi sehingga tidak masuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Walaupun nantinya semua peserta akan mendapatkan kembali tabungannya ketika masa kepesertaan berakhir.
Terlepas dari kewajiban membayar dan kepesertaan Tapera, ada hal yang menurutku harus dijadikan perhatian serius dari pemerintah. Mau diakui atau tidak masyarakat itu trauma nitipin dananya ke pemerintah. Sebut saja masalah asabri, jiwasraya dan taspen. Gimana masyarakat mau positif thinking terhadap kebijakan pemerintah, kalau track recordnya saja sangat mengkhawatirkan.
Intinya harus waspada dan sama-sama mengawasi Tapera ini, karena yang kita titipkan adalah dana yang akan kembali ke kita nantinya. Artinya kebijakan ini belum tentu menjadi jalan keluar dari permasalahan hunian di Indonesia. Perlu pembuktian bahwa pemerintah serius dalam membuat program ini, jangan sampai Tapera dijadikan lahan baru untuk korupsi yang pada akhirnya hanya menjadi investasi bodong. Haduh! Haduh!