homeEsaiSAH KAH, PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK?

SAH KAH, PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK?

Hello, precious people! Sekarang ini semua sudah serba digital, apa-apa memakai sistem elektronik. Mau transfer duit tinggal pakai E-banking, mau beli baju tapi mager, ya tinggal cari di E-commerce, cari pacar juga bisa pake aplikasi dan masih banyak, E E E. Nah, mungkin bisa jadi Siskaeee, itu E-nya adalah kepanjangan dari elektronik.  

Katanya sih, udah era 4.5, makanya semua serba digital. Seriusan, orang di zaman sekarang kan sukanya yang simpel, gercep dan kalo bisa nggak usah gerak tuh, barang sudah dapat. Hehehe. Nggak percaya? Kalian beli barang via CoD itu contohnya. 

Nah, sadar ataupun enggak, kalian sudah sering melakukan perjanjian jual beli secara elektronik. Namun, menurut hukum perjanjian secara elektronik, itu sah atau nggak ya? Kan nggak diatur dalam Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer)? Let’s check this out!

Freedom of Contract – Kebebasan berkontrak bagi para pihak yang berjanji

The answer is yes, absolutely yes! Mau dia berbentuk perjanjian elektronik ataupun nggak, tetap sah asalkan memenuhi syarat suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, ya! 

BACA JUGA: CURKUM #155 APAKAH KUITANSI JUGA BERLAKU SEBAGAI PERJANJIAN?

Kita bakal ketinggalan jika masih pakai KUHPer, Indonesia sudah ada aturan terbaru, bro! Perjanjian secara elektronik diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan transaksi Elektronik (PP PSE).

Pasal 1 angka 17 UU ITE menyebutkan, 17. Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Simpelnya kalian melakukan deal-deal-an gitu, tapi melalui E-Commerce atau media elektronik lainnya.

Perjanjian elektronik atau kontrak elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian atau kontrak konvensional alias non-elektronik. Jadi selagi dia nggak aneh-aneh, diperbolehkan oleh hukum.

Yang nggak aneh-aneh di sini maksudnya memenuhi syarat sah perjanjian elektronik, ya! Kalian bisa cek dalam Pasal 46 Ayat (2) PP PSE, yang menyebutkan kayak gini.

(2) Kontrak elektronik dianggap sah apabila seperti berikut ini.

  1. Terdapat kesepakatan para pihak.
  2. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Terdapat hal tertentu.
  4. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Sama halnya dengan pasal 1320 KUHper tentang syarat sahnya suatu perjanjian, huruf a dan b Pasal 46 Ayat (2) UU ITE merupakan syarat subjektif sedangkan poin c dan d merupakan syarat objektif.

Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian elektroniknya dapat dibatalkan ya. “Dapat dibatalkan” di sini maksudnya “Jika kalian mau batal nggak papa, tapi jika mau dilanjutin juga nggak papa.” Bahasa simpelnya, jika kedua para pihak tidak mempermasalahkan, ya masih bisa lanjut perjanjiannya.

Namun jika syarat objektif yang nggak terpenuhi, ya batal demi hukum, bro! “Batal demi hukum” artinya perjanjian yang bersangkutan secara paksa dibubarkan. Analoginya sama dengan eksistensi kalian di hadapan dia, dianggap nggak pernah ada. (eh maap canda pak)

Oke, syarat sahnya kan sudah, lalu dalam Pasal 47 Ayat (1), (2) dan (3) UU ITE disebutkan syarat-syarat lain jika kalian ingin melakukan perjanjian elektronik. Nih, syaratnya.

BACA JUGA: UNBOXING UU NO 10 TAHUN 2020 TENTANG BEA MATERAI

(1) Kontrak elektronik dan bentuk kontraktual lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 Ayat (1) yang ditujukan kepada penduduk Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia.

(2) Kontrak elektronik yang dibuat dengan klausula baku harus sesuai dengan ketentuan mengenai klausula baku sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Kontrak elektronik paling sedikit memuat antara lain:

  1. data identitas para pihak;
  2. objek dan spesifikasi;
  3. persyaratan transaksi elektronik;
  4. harga dan biaya;
  5. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
  6. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi;dan
  7. pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.

Lumayan banyak kayak saldo temen gua ya, hehe. But, it’s for our safety guys! Ya, semata-mata buat melindungi para pihak yang terlibat jika ada apa-apa. Apalagi kalian sebagai konsumen yang posisinya lemah, wajib banget dilindungi oleh undang-undang agar hak kalian terjamin!

Ya, intinya perjanjian secara elektronik itu sah, selagi memenuhi syarat sahnya perjanjian elektronik yang disebutkan dalam aturan di atas ya! That’s all from me, see you in the next article!

Dari Penulis

MINIMAL KAYAK GINI KALAU MAU BANGUN KOTA SETARA JAKARTA

Yah, itulah kalau mau membangun kota sekelas Jakarta

MUDIK ALA ANAK HUKUM

Stay safe, stay alive.

KEBIASAAN PEOPLE +62 LAMPU SEIN KANAN, TAPI BELOK KIRI

Hello Precious People!  Sebelum dimulai, gua mau disclaimer,  artikel...

PAK, BUK, SISA ANGGARAN BELANJA RP12.000 T MAU DIAPAKAN?

12K T, Buat beli TV dapat berapa ya?

ERA 4.0: APAKAH CRYPTOCURRENCY BISA JADI LEGAL TRADER DI INDONESIA?

Lo pada mau bawa Bitcoin atau Ethereum serta geng-nya ke pasar, gitu?

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id