Hello precious people!
I’ve to disclaimer that this article is to pouring my heart out. Ya, intinya gua mau curhat lah di sini, gitu. Ringkasnya sudah beberapa bulan ini, gua tinggal di kosan. Celotehan mulut tetangga kosan luar biasa berisik pas malam hari, ditambah ngajakin temennya seabrek-abrek. Sudah ditegur tapi ya, kek nggak sadar diri dan ya bodo amatlah. Mau ngebacotin pake teori hukum ke mereka entar dikira orang aneh.
Berkaca dari hal tersebut, gua jadi inget unggahan di media sosial yang bilang “Suka-suka gua, hidup-hidup gua, lo nggak kasih makan gua.” Tuh, adalah contoh kalimat orang yang ngakunya open minded. Aneh emang, egois banget. Kalo dikaitkan sama hukum, emang kita boleh ya, hidup bebas banget? Yaudah deh, mari kita bahas!
Lex neminem cigit ad impossibilia – Hukum tidak memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
Wahai tetangga kos yang terhormat, kita hidup di negara hukum yang menjamin kebebasan lo, tapi juga memastikan ketertiban di rumah saya terjaga. Kita ini bebas tetapi tidak berarti bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan lo untuk kumpul bareng temen lalu ngebacot sepanjang waktu itu dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.“
BACA JUGA: 5 ASAS HUKUM YANG WAJIB KAMU TAU
Nah, yang dimaksud dalam pasal tersebut bukanlah bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan kita itu juga dibatasi, bro. Coba lihat Pasal 28J Ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
“(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
“(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Tuh, sudah bisa dilihat, pada hakikatnya manusia tidaklah bebas sebebas-bebasnya. Bicara soal kebebasan, pada filsafat hukum ada tiga macam bentuk kebebasan, yang salah satunya adalah kebebasan eksistensial.
Kebebasan eksistensial atau kebebasan pribadi adalah kebebasan manusia untuk mengatur kepentingan dirinya sendiri. Sifat kebebasan pribadi tidak menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk melakukan tindakan apa.
Bahasa simpelnya, terserah lo mau ngundang siapa ke kosan malam ini, mau ngobrolin apa aja (asal jangan bahas rencana makar) sampe jam berapa, terserah lo. Karena itu merupakan kebebasan pribadi untuk melakukan tindakan yang bertujuan mengurus dirinya sendiri.
Namun dalam penerapannya, kebebasan pribadi tidak boleh bertentangan dengan kebebasan pribadi orang lain, bro! Bukan berarti lo dibebaskan mau ngobrol dengan suara segede sound gantung orgenan! Orang lain juga berhak untuk kenyamanan, terutama pada malam hari.
Nah, itulah contoh dari kebebasan eksistensial, kita tidak boleh bertentangan dengan kebebasan pribadi orang lain.
Dikaitkan dengan konsep kebebasan di atas, maka dapat diketahui bahwasannya kebebasan eksistensial atau kebebasan pribadi dibatasi oleh kebebasan pribadi orang lain dan kepentingan sosial. Karena dalam nilai dan fungsi hukum, terdapat nilai kebebasan yang diimbangi oleh nilai ketertiban. Hal ini dilakukan demi ketentraman sosial manusia itu sendiri.
BACA JUGA: APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM?
Oke, jadi intinya manusia memang berhak memutuskan untuk bertindak apa pun. Namun, kebebasan tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan kebebasan orang lain dan kepentingan sosial. Perlu diingat juga, kebebasan lo yang dibatasi tersebut semata-mata demi tercapainya tertib bermasyarakat, karena nilai kebebasan harus diimbangi dengan nilai ketertiban.
Seriusan, kalo gua jahat, gua laporin sama bapak kos mampus lo, hehehe. Mau diperibet sama tuduhan mengganggu ketertiban juga sabi. Dalam Pasal 503 angka 1 Kitab Undang-Undang Pidana menyebutkan:
“Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah (dibaca dua ratus lima puluh ribu rupiah – setelah penyesuaian)”
- “Barang siapa membikin ingkar atau riuh, sehingga ketenteraman malam hari dapat terganggu.”
Namun gua nggak setega dan segabut itu, hehehe. I’m too busy to mind my own businesses, lagi pula pidana adalah jalan terakhir. Jadi gua lebih memilih untuk mengingatkan terlebih dahulu, sampe dia insaf.
Well, that’s all from me, see you in the next article!