Who doesn’t know WhatsApp?
WhatsApp, yang merupakan anak dari Facebook, telah menjadi aplikasi messenger yang paling populer dalam beberapa tahun terakhir. Total pengguna WhatsApp mencapai 2.2 miliar di tahun 2022. Di Indonesia sendiri, per tahun 2021, jumlah pengguna WhatsApp mencapai 112 juta. Mengingat jumlah pengguna smartphone di Indonesia mencapai 191 juta, I could say, roughly 58% pengguna smartphone memakai WhatsApp. That’s quite a lot of numbers there.
Considering how many people used the app. Bisa dipastikan bahwa jumlah pesan dan panggilan yang terjadi juga banyak. This is good for the company, hanya saja tidak untuk semua orang.
Especially, kalau orang tersebut punya inferiority complex or excessive jealousy.
Ngomong-ngomong soal inferiority complex, aku jadi inget artikel yang ditulis oleh Mas Mohsen Klasik yang menceritakan gaya pacaran anak Jakarta Selatan. Ada satu kalimat yang ingin aku sorot sebenarnya. He wrote that, “Terkadang pasangan yang menerapkan budaya Jaksel dalam pacarannya wajib mengaplikasikan fitur live location di handphone mereka.” Which is, for me, absolutely shocking. Kenapa harus diaktifkan?
BACA JUGA: HATI-HATI MENYADAP WASAP PACAR BISA DIPIDANA
I mean, itu privacy juga loh, kita sedang berada di mana. Paling juga masih dalam satu kota lah ya. Nggak mungkin dong, kalau nggak mengaktifkan live location tiba-tiba sudah ada di Korea Utara atau Timur Tengah. Apakah hanya karena punya inferiority complex that means harus memaksa pasangan kalian share location supaya kalian bisa santai?
Instead of curing it, lebih memilih instant remedy untuk menyembuhkan kecemburuan ke pasangan kaya share live location all the time? That’s absurd.
Ah, and he also wrote that, “Soal vibesnya selalu curiga mulu atau ideologi yang diterapkan yaitu Presumption of guilt (asas praduga bersalah). Jadi bawaannya kalo pasangannya ke mana-mana tanpa melapor melalui live location dicurigai lagi selingkuh.”
That sentences, membuat aku berpikir. Kalau pasangan mereka nggak memberi kabar atau share live location, mereka jadi kaya gimana? Will they just hack the phone, cuma buat tahu pasangannya di mana? Ataukah mereka sengaja hack biar tahu pasangannya chat sama siapa aja? What a crazy bunch.
Even if I thought semua itu nggak akan terjadi, I think it’s actually a real problem. Setelah riset kecil di google, aku menemukan beberapa artikel terkait tentang cara hack WhatsApp pasangan. Dan aku pun yakin, nggak cuma aku yang ngeklik link itu.
Siapa pun yang melakukan itu ke pasangannya, mungkin mereka akan memberikan justification yang merujuk ke inferiority complex mereka. Yang merasa paling dirugikan adalah pasangannya. Entah nanti dia dimarahin, caci maki atau bahkan sampai kekerasan fisik pun bisa terjadi.
Walaupun keamanan privacy dan policy WhatsApp sudah baik, bahkan ada juga end-to-end encryption. Tapi kupikir itu nggak cukup untuk menghadapi kasus seperti ini. Yang paling penting kalian juga harus paham tentang sadap-menyadap WhatsApp terlebih dahulu.
Berdasarkan riset, my own small research on Google. Ada lima hal yang menjadi ciri bahwa WhatsApp kalian telah disadap.
- Ada pesan terkirim sendiri, padahal nggak ada mengirim pesan.
- Ada perangkat lain yang terhubung di WhatsApp Web, padahal nggak tahu punya siapa.
- WhatsApp sering error.
- Tiba-tiba nggak bisa login.
- Ada kiriman OTP secara tiba-tiba.
Sepertinya aku nggak harus menjelaskan itu semua ya. Kalian sudah tahu lah, cara ngeceknya bagaimana. If you guys found suspicious activity kaya di atas, kemungkinan besar WhatsApp kalian telah disadap.
Selanjutnya, bagaimana kalau pasangan kalian ternyata memang benar menyadap WhatsApp kalian?
Well, according to UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 terkait informasi dan transaksi elektronik, Pasal 31 Ayat 2 menyebutkan bahwa:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menyadap pengiriman informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat umum dari, ke dan di komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menimbulkan perubahan atau yang menyebabkan perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang dikirimkan.”
BACA JUGA: SANKSI HUKUM UNTUK PACAR YANG GAK BERTANGGUNGJAWAB
That means, dapat diartikan bahwa pasangan kalian telah melakukan tindakan kriminal. Hal itu karena mereka secara sengaja dan tanpa hak melakukan aksi penyadapan or hacking WhatsApp kalian. Sesuai Pasal 47 UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, maka pasangan kalian dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak 800 juta. Nah, loh. Jangan main-main sama masalah sadap menyadap.
Not only that, pasangan yang terbukti melakukan kegiatan kriminal menyadap WhatsApp pasangan mereka juga bisa dituntut dengan pelanggaran privasi. Kalau merujuk ke UU No 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi, di dalam Pasal 65 Ayat (1) menyebutkan bahwa terdapat larangan untuk mengumpulkan atau memperoleh data pribadi seseorang demi kepentingan sendiri atau orang lain yang dapat menimbulkan kerugian kepada subjek data pribadi.
I mean, chat, live location, history panggilan merupakan salah satu bentuk data pribadi. Dengan melakukan aksi kriminal menyadap WhatsApp pasangan, maka kalian telah melakukan perbuatan kriminal yang mengancam privasi.
Berhubung mau 14 Februari, I hope that everyone bisalah baek-baek sama pasangannya. Mending ngasih coklat daripada ngasih rasa curiga coz your dam inferiority complex. CU.
“One thing that isn’t new is our commitment to your privacy” – WhatsApp