homeEsaiAPA ANCAMAN PIDANA BAGI DOKTER PEMERKOSA?

APA ANCAMAN PIDANA BAGI DOKTER PEMERKOSA?

Beberapa hari ini lagi rame berita  oknum-oknum dokter cabul yang meresahkan masyarakat, mulai dari modus USG hingga yang modus transfusi darah. Nah, kali ini, kita bahas kasus dokter yang sudah dalam proses hukum aja yah, ges. 

Jadi ada seorang dokter di salah satu rumah sakit di Jawa Barat, melakukan pemerkosaan kepada keluarga pasien. Pelaku (31 tahun) merupakan seorang residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Tindakan bejat pelaku memantik gejolak amarah khalayak umum, apalagi korban merupakan anak dari salah seorang pasien di sana. 

Kabid Humas Polda Jawa Barat (Jabar) Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. Korban diminta untuk berganti pakaian menggunakan baju operasi untuk melakukan pengecekan atau transfusi darah. 

Selanjutnya pelaku membius korban hingga korban merasa pusing dan kehilangan kesadaran. Setelah tersadar, korban merasakan alat vitalnya sakit sehingga ia memutuskan untuk melapor ke pihak kepolisian. Berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik menemukan sisa sperma di tubuh korban dan alat kontrasepsi yang digunakan pelaku.

BACA JUGA: MEMAHAMI PERCOBAAN PERKOSAAN DAN PERKOSAAN

Wah, shibal banget. Emang terkutuk banget nih, tindakan si dokter jahat itu. Untungnya pelaku saat ini sudah ditangkap oleh pihak kepolisian dan akan diproses dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Nah, kira-kira kalian tahu nggak, ancaman pidana bagi dokter yang melakukan tindak pidana pemerkosaan?

Yuk, kita cek dulu ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada cukup beragam pasal mengenai tindak pidana kekerasan seksual yang diatur di dalam KUHP. Tapi delik secara spesifik mengatur pemerkosaan terhadap perempuan yang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya berada pada Pasal 286 KUHP. 

Pasal tersebut sesuai karena adanya unsur “… dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya ….” yang sesuai dengan fakta bahwa korban berada dalam keadaan tersebut akibat dibius pelaku, sedangkan Pasal 285 KUHP mengatur pemerkosaan terhadap perempuan secara umum. Adapun ancaman pidana yang diatur di dalam Pasal 286 KUHP adalah pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. 

Pelaku juga mendapatkan sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak menjalankan mata pencaharian tertentu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) angka 6 KUHP. Jika sanksi pidana tambahan ini diberikan kepada pelaku, maka pelaku tidak lagi dapat menjadi dokter meskipun ia telah keluar dari penjara. Sanksi tersebut sudah sepatutnya diberikan kepada pelaku sehingga ia tidak akan bisa lagi menyalahgunakan kekuasaan dalam profesinya untuk melakukan tindakan keji. 

BACA JUGA: COBA-COBA MELAKUKAN TINDAK KEJAHATAN, GIMANA PROSES HUKUMNYA?

Eits, jangan berhenti di KUHP. Ingat, kita punya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Perkosaan sebagai  salah satu tindak pidana kekerasan seksual dalam peraturan ini sebagaimana dinyatakan pada Pasal 4 Ayat (2) huruf a UU TPKS meskipun tidak terdapat delik yang secara khusus mengatur perkosaan. Oleh karena itu kita tetap menggunakan  peraturan-peraturan yang sebelumnya telah mengatur tindak pidana perkosaan, termasuk KUHP. 

Terdapat ketentuan penambahan ⅓ (satu per tiga) pidana bagi tenaga kesehatan atau tenaga medis yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual dan sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf b dan j UU TPKS. Akan tetapi, pasal tersebut hanya berlaku bagi tindak pidana kekerasan seksual yang dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8 hingga Pasal 14 UU TPKS. 

BACA JUGA: GAK CUMA BERSALAH ATAU TIDAK BERSALAH! TERNYATA ADA 4 JENIS PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA

Jika aparat penegak hukum ingin menambah pidana pelaku, maka pasal yang digunakan adalah Pasal 6c UU TPKS yang berbunyi sebagaimana berikut.

“Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

Pasal tersebut memuat ketentuan yang lebih progresif dan mengandung unsur-unsur yang lebih sesuai dalam perkara di atas.

Waduh, kayaknya masyarakat nggak akan puas kalau dokter jahat di atas cuma dihukum 9 (sembilan) tahun penjara seperti yang diatur di dalam Pasal 286 KUHP. Jadi, Pasal 6c juncto  Pasal 15 Ayat (1) UU TPKS. Menurut kalian, sanksi apa yang tepat buat pelaku ini?

Semoga saja hakim tidak hanya menjatuhkan sanksi pidana pokok ya, tapi pencabutan hak untuk menjalankan mata pencaharian tertentu sehingga pelaku tidak lagi dapat menjadi dokter. 

Selain itu, kita juga harus memperhatikan pemenuhan hak-hak korban dan pencegahan keberulangan sebagaimana diatur dalam UU TPKS. Dengan begitu, korban dapat memperoleh keadilan dan pemulihan serta peristiwa ini tidak terulang kembali. 

Dari Penulis

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

0 0 votes
Article Rating
guest

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Dari Kategori

Klikhukum.id