JANGAN BAPER DENGAN GOLPUT

Beberapa hari lagi negara ini akan menyelenggarakan hajatan besar. Katanya sih Pesta Demokrasi. Suatu pesta yang diselenggarakan untuk merayakan terpilihnya para elit politik lembaga perwakilan dan puncaknya perayaan terpilihnya Presiden RI yang baru. Tapi, apa semua rakyat merayakan? Lantas, rakyat yang mana yang merayakan? Silahkan dijawab sendiri.

Pemilu kali ini mempunyai warna yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Pileg dan Pilpres akan diselenggarakan secara bersamaan. Masyarakat akan mencoblos secara bersamaan Calon Anggota Legislatif (DPR, DPD, DPRD Proponsi dan DPRD Kab/Kota) serta Capres dan Cawapres. Jadi, sebaiknya tentukan pilihan caleg dan capres/cawapres sejak sekarang. Inget, nyobolos dibilik suara ya. Bukan ditempat lain.

Hal menarik dari Pemilu kali ini bukan hanya soal Pileg dan pilpres yang diselenggarakan secara bersamaan, bukan pula tentang episode drama politik Jokowi dan Prabowo yang sudah hampir 10 tahun tak selesai. Lalu apa yang menarik?

Saya mengamati ada satu isu menarik yang cukup lama menjadi arus utama dalam pemberitaan media, sempet viral dan hingga kini masih menjadi misteri. Ya, Golput yang diserang oleh pendukung Capres, dan gak tanggung-tanggung beberapa pakar pun ikut bersuara menyerang Gopluters.

Sejak Pilpres 2014 silam, atmosfer politik yang kental nuansa saling serang terasa dengan nyata. Seolah, negara ini hanya ada dua penghuninya, yaitu pendukung Capres No. 1 dan Pendukung Capres No. 2.  Sedangkan golongan yang tidak mendukung keduanya atau disebut golput yang dianggap bukan sebagai rakyat. Golongan ini dihujat, dibully, bahkan hendak dipidana dan diancam masuk neraka.

Mereka para golputers lebih dianggap sebagai orang yang tidak peduli terhadap masa depan bangsa. Tapi lucunya, Pendukung 01, menganggap para golputers sebagai pemberi kemenangan Prabowo jika tidak memilih Jokowi, dan begitupun sebaliknya. Padahal jelas golput itu tidak memilih baik Jokowi maupun Prabowo, lantas kok bisa dibilang memenangkan salah satu? Blenger kan gaes?

Penolakan Serangan kepada para golputer di Pemilu kali ini gak main-main. Sekelas Romo Magniz mangatakan dalam salah satu tulisannya “,…Kalau Anda, meskipun sebenarnya dapat, tetapi Anda memilih untuk tak memilih atau golput, maaf, hanya ada tiga kemungkinan: Anda bodoh, just stupid; atau Anda berwatak benalu, kurang sedap; atau Anda secara mental tidak stabil, Anda seorang psycho-freak.” Kemudian, ahli hukum tata negara Mahfud MD, mengatakan orang yang memutuskan golput termasuk golongan yang merugi. “Karena rugi kalau hak konstitusional (mencoblos) itu dibuang. Hak memilih itu termasuk hak eksklusif yang luar biasa diberikan oleh negara bagi orang yang ingin menentukan jalannya negaranya.

Isu golput yang ramai pada pemilu kali ini harus saya akui cukup menarik. Banyaknya pendapat yang menolak golput, seolah mengartikan bahwa mereka para golputers adalah para penentang sejati,  yang harus dikembalikan jalan yang lurus. Dengan menstigma negatif para golputers dan bahkan hendak memidanakannya, adalah bentuk ketakutan terhadap para golputers.

Sebelum jauh membahas mengenai Golput, hal pertama yang harus dijawab dari isu golput adalah, apa sih golput? Apakah golput adalah hak?

Biar gak terlalu melebar gaes, saya akan coba bahas golput dari sisi hak konstitusional. Hak konstitusional (constitutional right) adalah hak-hak yang dijamin dan dilindungi dalam dan  oleh UUD 1945.  Ada banyak hak yang dijamin dan dilindungi dalam UUD 1945. Salah satunya adalah hak untuk memilih dalam pemilihan umum.

Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ketentuan inilah gaes yang menjadi dasar konstitusional atas jaminan dan perlindungan hak untuk memilih dalam Pemilu.

Kemudian dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan:

  1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Jelas banget kan gaes, kalau hak untuk memilih dan dipilih itu adalah hak konstitusional. Jadi, jika ada yang menghalang-halangi untuk memilih dan dipilih, maka itu adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional.

Dalam UUD 1945 (amandemen) dan bahkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ditemukan istilah golput dan tidak ada juga ketentuan yang mengatur bahwa tidak memilih dalam pemilu adalah hak yang juga dilindungi. Lantas, apakah hal ini bisa diartikan golput bukan merupakan hak? Lalu, golput itu barang apaan? Apakah sejenis aplikasi delivery makanan?

Mengkaji golput sebagai suatu hak atau bukan, dilihat dari hak memilih itu sendiri. Sudah sangat jelas,  memilih dalam pemilu adalah hak warga negara yang harus dilindungi dan dijamin. Kata kunci dari memilih dalam pemilu ini adalah ‘hak’. Oleh karena memilih adalah ‘hak’ yang melekat pada diri seorang manusia (person), maka ‘hak’ itu dipandang dari si pemilik hak. Artinya, apakah seorang itu akan menggunakan hak memilih-nya atau tidak, itu adalah hak-nya juga. Negara harus mampu memberikan jaminan dan perlindungan terhadap seseorang yang akan menggunakan hak-nya atau tidak menggunakan hak-nya.

Dalam pandangan konstitusional, tidak boleh ada pemaksaan terhadap penggunaan hak memilih dan dipilih. Karena itu, golput yang merupakan sikap dari tidak menggunakan hak memilih dalam pemilu adalah merupakan suatu hak konstitusional yang juga harus mendapatkan jaminan perlindungan dari negara. Para golputers berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan didepan hukum.

Sebagai konsekuensi dari Indonesia yang menganut ajaran negara hukum demokratis (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen), maka negara wajib memberikan Perlindungan konstitusional, yaitu menjamin hak-hak individu konstitusi dan harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, Kebebasan menyatakan pendapat dan Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.

Berpijak dari memilih adalah hak konstitusional, maka tidak menggunakan hak (golput) adalah merupakan hak konstitusional. Jaminan perlindungan terhadap hak memilih yang diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 (amandemen) serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, juga merupakan perlindungan hukum bagi para golputers. Karena itu, memberikan stigma negatif kepada golputers dan bahkan mewacanakan untuk memidanakan para golputers adalah suatu bentuk melawan konstitusi.

Memidanakan para golputers justru akan bedampak pada konseptual hak memilih itu sendiri. Memilih dan dipilih sudah tidak dapat lagi dipungkiri sebagai suatu hak asasi yang melekat pada diri manusia, dan penggunaannya tidak boleh mendapat paksaan, bahkan negara pun tidak boleh memaksa warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Memidanakan para golputers berarti melakukan pemaksaan terhadap hak, dan itu merupakan suatu bentuk pemerkosaan atas hak asasi manusia.

Pada umumnya, hukum mengatur bahwa pemidanaan hanya bisa diberikan kepada suatu yang bersifat kewajiban, bukan hak. Sebagai contoh, kewajiban bayar pajak.  Apabila tidak membayar, maka akan terkena pidana penggelapan pajak. Karena itu gaes, wacana pemidanaan terhadap para golputers akan merubah konseptual hak memilih menjadi kewajiban memilih.  Jika ini sampai terjadi di negara yang katanya berdasarkan atas hukum, maka jelas ada yang salah pada negara ini.

Kesimpulannya stop untuk memberikan stigma negatif kepada para golputers. Saling menghargai atas suatu pandangan politik itu jauh lebih penting ketimbang saling hujat menghujat. Bagi gaes-gaes yang sudah menetapkan hatinya untuk memilih dalam pemilu, lakukan tanpa ada paksaan, datang ke TPS, gunakan hak suara mu untuk memilih sesuai kemantapan hati.

Bagi yang golput, selow kita tetap mengkritik sampe titik darah penghabisan.

Nanda

Pradnanda Berbudi
Pradnanda Berbudi
The Godfather of Klikhukum

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id