Gara-gara “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!” bisa membawa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke ruang sidang.
Ya, berawal dari podcast di channel youtube Haris Azhar, menyebabkan Haris dan Fathia didakwa melakukan pencemaran nama baik. Dakwaan itu merupakan tindak lanjut dari laporan Pak Luhut, yang merasa namanya tercemar. Kata pak jaksa sih, ada kata-kata dari Haris yang bermaksud sengaja untuk mencemarkan nama baik Pak Luhut Binsar Panjaitan.
Nah, dari situlah Haris didakwa telah melakukan tindak pidana yang diancam dalam Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, Pasal 14 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 . Lalu, Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Dan Pasal 310 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Adududuh, bingung ya, baca pasalnya? Sama! Hahaha. Itu baru dakwaan Haris ya, belum dakwaan Fathia.
Lebih bingung lagi ketika mengikuti proses sidang kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar, yang digelar pada tanggal 8 Juni 2023, di PN Jakarta Timur dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor.
Ya, gimana nggak lebih bingung, guys. Kita bisa lihatlah di media, kalau sidang pemeriksaan saksi pelapor, penuh hujan interupsi. Baik itu dari jaksa ataupun penasehat hukum terdakwa.
Salah satu interupsi yang menarik adalah terkait dengan keterbukaan sidang, yang ternyata pintu ruang sidangnya ditutup dan tidak boleh ada pengunjung sidang lagi yang memasuki ruang sidang tersebut. Hal ini diprotes oleh penasehat hukum terdakwa karena pada awal sidang telah dinyatakan “Sidang dibuka dan terbuka untuk umum” oleh majelis hakim. Tapi kok, tiba-tiba pintu ruang sidangnya ditutup. Nggak cuma itu, bahkan pelayanan di PN Jakarta Timur pun ditutup. Eaaa! Ada apa tuh? Apa karena ada opung?
((Loh, nggak bahaya ta?))
Tenang-tenang … di sini nggak bahas keterangan Pak Luhut kok. Walaupun keterangannya sangat menarik. Ya, menarik kita untuk berjiwa nasionalis seperti Pak Luhut. *ups.
Back to topic. FYI, pada dasarnya sidang di pengadilan itu terbuka untuk umum kecuali perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak, sesuai ketentuan Pasal 153 Ayat (3) KUHAP.
Dari pasal itu, kita tahu kalau sidang pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris adalah terbuka untuk umum. Tapi kenapa pintunya ditutup dan orang yang masih di luar tidak boleh masuk sih, pak? Bahkan pengacara dari terdakwa pun juga nggak boleh masuk.
Itu beneran karena ruang sidangnya nggak cukup ya? Atau jangan-jangan karena saksi pelapornya? Kalau memang benar karena saksi pelapor, inget pak hakim ada equality before the law. Ini kan persidangan bukan panggung tuan saksi.
Mungkin di sini kamu bertanya-tanya, apa sih, maksud sidang terbuka untuk umum. Apakah dengan pintu tertutup artinya sidangnya tertutup? Memangnya kenapa kalau sidang yang dihadiri Pak Luhut itu tertutup?
Sedikit menjawab pertanyaan itu, ya kalau terbukti sidangnya tidak terbuka untuk umum a.k.a tertutup, ada konsekuensi yang nggak main-main loh. Putusannya menjadi batal demi hukum. Yaps, sesuai Pasal 153 Ayat (4) KUHAP.
Tapi kalau misalnya ruang sidang ditutup karena dikhawatirkan pengunjung sidang akan membludak dan mengganggu jalannya persidangan sih, ya masih make sense lah.
Nah, untuk sidang pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris, yang tiba-tiba pintunya ditutup, menurutku sih, karena dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya persidangan. Lagi pula dengan kemajuan teknologi, sidang dapat disiarkan secara live. Aku setuju sih, sama akademisi yang bilang kalau sidang yang disiarkan live dan dapat ditonton oleh masyarakat umum maka sidang tersebut telah terbuka untuk umum.
Ya, karena sidang kemarin itu disiarkan langsung oleh beberapa stasiun tv dan dapat dilihat oleh masyarakat umum. Jadi ya, sah-sah saja kalau hakim menyampaikan bahwa sidangnya telah terbuka untuk umum.
Eits, bukan berarti aku setuju 100% dengan sikap majelis hakim yang memeriksa Pak Luhut ya. Karena dengan pembatasan pengunjung sidang dan pintu yang ditutup, harusnya majelis hakim menetapkan hal tersebut dengan persetujuan para pihak yang berperkara, termasuk penasehat hukum terdakwa. Jadi ya, wajar saja kalau penasehat hukum terdakwa mempertanyakan keterbukaan sidang. Hmmm, semoga saja dari kasus dan proses persidangan pencemaran nama baik yang dilaporkan Pak Luhut, bisa menjadi pembelajaran buat kita semua. Bahwa mulai sekarang jangan panggil “Lord Luhut,”nanti Lord Pak Luhut sedih.