“AI is likely to be either the best or worst thing to happen to humanity.” – Stephen Hawking
Artificial Intelligence (AI) has had a profound impact on today’s society, transforming various aspects of our lives. Hal pertama yang dapat dilihat adalah AI telah merevolusi industri melalui otomatisasi, efisiensi dan produktivitas. Tugas yang dulu memakan waktu dan repetitif kini dapat ditangani oleh AI atau robot. Hal ini memungkinkan kita untuk lebih fokus pada hal yang lebih kompleks dan bersifat kreatif.
Secondly, AI has enhanced personalized experiences and decision-making. AI algorithms analyze vast amounts of data untuk memberikan rekomendasi, personalized ads dan customer service. Personalisasi dari AI dapat meningkatkan pengalaman pengguna di seluruh e-commerce, hiburan serta layanan online.
Selain itu kemampuan pemrosesan data AI telah menghasilkan pengambilan keputusan yang lebih baik di berbagai sektor. Seperti keuangan, kesehatan dan logistik.
Dengan menganalisis dan menafsirkan kumpulan data yang kompleks, algoritma AI dapat menemukan pola, memprediksi hasil dan mengoptimalkan operasi serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik dan efisien.
Namun kebangkitan AI juga menimbulkan implikasi ethical dan sosial. Misalnya saja masalah privasi, bias dalam algoritma dan dampak pada lapangan pekerjaan adalah area terdampak yang perlu dipertimbangkan secara cermat.
BACA JUGA: ADVANTAGES AND DISADVANTAGES MENGGUNAKAN CHAT GPT BAGI MAHASISWA HUKUM
Sangat penting mencapai keseimbangan antara manfaat AI dalam mengatasi tantangan ini untuk memastikan bahwa penyebaran teknologi AI bisa bertanggung jawab serta dipandang etis di masyarakat.
For that purpose, let’s dive into this problem about gimana sih, regulasi AI yang ada dan apakah itu cukup?
Firstly, let’s check tentang bagaimana regulasi negara-negara maju dalam mengatur penggunaan AI.
- Uni Eropa (UE), UE telah mengadopsi pendekatan komprehensif dalam mengatur AI. Pada April 2021, UE memperkenalkan “Artificial Intelligence Act” yang mengusulkan kerangka regulasi untuk sistem AI. Undang-undang ini mengkategorikan sistem AI ke dalam berbagai tingkatan risiko dan memberlakukan persyaratan dan larangan sesuai dengan kategori tersebut.
- Amerika Serikat, saat ini Amerika Serikat belum memiliki regulasi federal yang komprehensif dan secara khusus mengatur AI. Namun terdapat inisiatif serta proposal yang baik di tingkat federal maupun negara bagian. “National Artificial Intelligence Initiative Act” tahun 2020 bertujuan untuk mendorong penelitian dan pengembangan AI, sementara beberapa negara bagian telah mengenalkan legislasi terkait AI, terutama dalam hal kendaraan otonom dan privasi data.
- Tiongkok, telah mengutamakan pengembangan AI dan telah menerapkan berbagai regulasi untuk mendukung pertumbuhannya. Tiongkok telah mengeluarkan pedoman tentang keamanan data, keamanan siber dan perlindungan privasi. Selain itu, Tiongkok telah membangun sistem kredit sosial komprehensif yang melibatkan teknologi AI untuk pemantauan dan penegakan.
So, how is it in Indonesia?
Jika merujuk pada undang-undang yang berlaku di Indonesia, bisa disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki regulasi khusus untuk penggunaan AI seperti Tiongkok dan EU.
BACA JUGA: 6 TIPS MENGGUNAKAN CHAT GPT BAGI MAHASISWA HUKUM, BIAR GA PUSING
Undang-undang yang dapat menjadi rujukan masalah ini hanya UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), dimana Pasal 4 UU PDP menjelaskan tentang jenis-jenis data pribadi jika dilihat memang dalam proses pelatihan AI bisa menggunakan data pribadi yang telah dijelaskan dalam pasal tersebut.
UU ITE sendiri tidak menjelaskan secara spesifik tentang penggunaan AI, walaupun UU ITE sendiri bisa dibilang telah memberikan legal framework tentang pengamanan data yang dijelaskan juga dalam UU PDP.
So, basically, Indonesia memang belum memiliki aturan yang khusus, tapi underlying problems dan data sudah diatur dalam regulasi yang lain. Regulasi tersebut basically is already enough buat menghalau hal-hal yang tidak diinginkan.
At the very least, we already have a strong foundation. Kalau memang UU ITE dan PDP belum cukup, Indonesia masih memiliki aturan PSE yang di dalamnya terdapat kewajiban dan tanggung jawab penyedia sistem elektronik dimana masalah pengelolaan data menjadi concern utama.
But even dengan semua itu, another questions arise. Regulasi setidaknya sudah mencakup underlying problem. Lantas apa yang akan terjadi jika tidak ada aturan khusus? Well, you guys can just wait for the next article. Karena ntar kepanjangan kalau ditaruh di sini. CU.“The development of full artificial intelligence could spell the end of the human race.” – Elon Musk