KERACUNAN MAKANAN DI HAJATAN, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia untuk menggelar sebuah acara hajatan. Entah itu pernikahan ataupun khitanan biasanya acara diadakan secara besar-besaran. Hal ini ditandai dengan adanya dekorasi dan tenda yang dipasang, banyaknya jumlah tamu undangan, hingga aneka macam hidangan disajikan bagi para tamu undangan yang hadir. 

Ngomongin soal hidangan nih, di luar sana tidak sedikit kabar tentang keracunan makanan massal di acara-acara hajatan. Namun setelah menjelajah internet lebih dalam, ternyata sejauh ini informasi yang beredar tentang kasus keracunan makanan massal di acara hajatan masih terbatas pada proses penyelidikan polisi hingga pengambilan sampel makanan untuk dilakukan uji laboratorium. 

Lantas bagaimana pertanggungjawabannya bila terbukti ada unsur tindak pidana dalam kasus keracunan makanan di acara hajatan? Siapakah pihak yang memiliki kewajiban melaksanakan pertanggungjawaban pidana tersebut? 

Nah, pada dasarnya pertanggungjawaban pidana dapat diterapkan apabila rangkaian penyelidikan hingga pembuktian di persidangan telah dilaksanakan. Dalam artian sudah diketahui siapa pelaku dan delik (tindak pidana) apa yang dilakukannya. 

BACA JUGA: MENGENAL HUKUM PIDANA DAN PERDATA

Dalam hukum pidana, suatu delik dapat terjadi karena kelalaian (culpa) atau kesengajaan (dolus). Secara sederhana, kelalaian terjadi akibat ketidakhati-hatian yang menimbulkan luka hingga korban jiwa. Sedangkan kesengajaan adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dengan niat tertentu. 

Adapun kelalaian (culpa) diatur mulai Pasal 359-361 KUHP. Pasal 359 berbunyi “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Sedangkan kesengajaan (dolus) diatur pada sebagian besar pasal dalam KUHP yang ditandai dengan kata “Barang siapa dengan sengaja….”

Seperti yang kita tahu gaes, acara hajatan umumnya dikerjakan oleh banyak orang, tidak hanya dihandle oleh si pemilik rumah saja. Apalagi kalau urusan dapur, pasti banyak emak-emak tetangga hingga chef andalan desa yang ikut bergabung menyiapkan berbagai hidangan lezat. Selain itu ada pula orang yang bertugas untuk membeli berbagai kebutuhan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak. 

Kenapa aku sebutkan satu per satu tugasnya? Karena di situlah ada celah yang memungkinkan terjadinya tindak pidana. Misalnya, ada unsur kesengajaan dari oknum yang ikut memasak atau kelalaian si pembeli bahan makanan karena tidak mengecek kadaluarsa bahan yang dia beli, bahkan kelalaian saat membeli daging yang ternyata sudah busuk atau mengandung bakteri. 

Selain itu, bahan makanan yang terindikasi mengandung bakteri atau jamur dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah toko/penjual bahan makanan tersebut memang sengaja menjual barang kadaluarsa. 

Di sisi lain, terkadang pemilik hajatan juga cenderung memilih cara praktis dalam menyajikan makanan, yaitu dengan menggunakan jasa catering. Pada beberapa kasus, keracunan makanan juga dapat disebabkan oleh hidangan dari catering yang proses pembuatannya tidak higienis. 

BACA JUGA: CURKUM #137 PERBEDAAN LAPORAN DAN PENGADUAN DALAM HUKUM PIDANA

Untuk itu aturan pidana yang lebih spesifik melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen dapat dikenakan bagi pelaku usaha catering ataupun penjual bahan makanan yang produknya tidak memenuhi standar. 

Melihat banyaknya kemungkinan, maka dari itu sangatlah penting untuk menunggu hasil uji laboratorium dan pemeriksaan polisi terhadap para saksi agar dapat menentukan siapa tersangka yang selanjutnya akan diproses secara hukum hingga dapat dimintai pertanggungjawaban.

Dan bagaimana agar pertanggungjawaban itu bisa dilaksanakan? Pertama, harus terbukti bahwa perbuatan itu adalah tindak pidana (yang disebabkan oleh dolus atau culpa). Yang kedua, tidak ada alasan pembenar atau pemaaf terhadap pelaku dan tindakan yang telah dilakukannya. 

Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap keracunan makanan di acara hajatan tidak hanya dibebankan kepada si pemilik rumah, namun juga dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait lainnya.

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id