Guys, pasti kalian sepakat bahwa Indonesia dikenal sebagai negara pluralistik. Ya, gimana nggak, di Indonesia terdapat beraneka ragam budaya, adat, etnis, suku, bahasa, agama dan keanekaragaman lainnya. Keanekaragaman tersebut justru menjadikan Indonesia semakin rukun. Itulah kenapa semboyan Negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Salah satu bentuk keanekaragaman di Indonesia yaitu agama. FYI, ada 6 (enam) agama yang resmi dan diakui di Indonesia, salah satunya Konghucu. Oh iya, banyak cerita dalam perjalanan Konghucu untuk diakui sebagai agama di Indonesia.
Tahu nggak sih, ternyata sebelum diakui eksistensinya seperti sekarang, Konghucu sempat nggak diakui sebagai agama resmi pada zaman orde baru. Katanya sih, karena ada pergolakan politik yang terjadi waktu itu. Lah, emang iya? Hmm, coba yuk, kita bahas secara singkat sejarah Konghucu menjadi salah satu agama yang diakui dan resmi di Indonesia.
Jadi guys, kalau aku baca dari berbagai sumber nih, dulu sebelum Indonesia merdeka, umat Konghucu yang ada di Indonesia nggak pernah mendapat perlakuan diskriminatif baik dari penganut agama lain maupun dari pemerintah. Mereka hidup tenang dan nyaman dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Tapi di era orde baru mulai deh, ada pergolakan-pergolakan.
Cmiiw, ya guys. Singkat ceritanya begini, waktu itu situasi sosial di masa orde lama masih banyak diwarnai proses negosiasi, tawar-menawar, friksi dan konflik antar kelompok. Adakalanya perbedaan itu bisa diatasi dengan baik. Ya, sebagaimana yang tercermin dalam perumusan dan ideologi landasan negara, seringkali perbedaan itu berkembang menjadi konflik yang menyebabkan munculnya friksi dan perpecahan.
BACA JUGA: ATAS DASAR HAK ASASI, KELOMPOK LGBT MENDESAK PERKAWINAN SESAMA JENIS, INDONESIA?
Kecenderungan ini akhirnya memuncak ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kudeta yang sekaligus mengakhiri pemerintahan orde lama. Kudeta yang dilancarkan PKI memaksa pemerintah orde lama untuk menyerahkan kekuasaan penuh kepada kekuatan baru yang menawarkan diri ‘orde baru.’
Nah, ketika jaman orde baru, pemerintah mulai menata masalah-masalah sosial budaya dan keagamaan. Perkembangan etnis China yang notabene beragama Konghucu mendapat sorotan negatif dan nggak jarang mereka mendapatkan diskriminasi rasial.
Lanjut, pada masa orde baru masyarakat Tionghoa menjadi korban intimidasi karena kepercayaan mereka yang belum diakui oleh negara dan masyarakat Indonesia yang menganggap kalau orang-orang China adalah komunis.
Dahulu, Konghucu adalah salah satu agama resmi yang diakui negara seperti tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Di bagian penjelasan menyatakan bahwa, “Agama-agama yang dipeluk penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confucius)”
Kemudian pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 mengenai agama, kepercayaan dan adat istiadat China. Terdapat 4 (empat) instruksi yang tertuang dalam Inpres tersebut, ya guys. Nah, aturan tersebut membuat pergerakan umat Konghucu menjadi terkebiri.
Melalui Instruksi Presiden No.14 Tahun 1967, agama Kong Hu Chu tidak diakui lagi sebagai agama resmi di Negara Indonesia. Inpres tersebut menggambarkan adanya identifikasi bahwa agama Kong Hu Chu identik dengan China dan itu identik dengan Komunisme. Inpres tersebut menstimulasi munculnya aturan-aturan yang menghambat kegiatan agama dan budaya China di Indonesia.
Nah, setelah orde baru runtuh, di masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, agama Konghucu resmi diakui negara. Identitas pemeluknya dihargai dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan keagamaannya. Larangan perayaan adat istiadat Konghucu juga dihapuskan. Gus Dur bahkan mengeluarkan Keppres yang menjadikan Imlek sebagai hari libur.
BACA JUGA: PADA HAKEKATNYA MANUSIA ITU MAKHLUK SOSIAL
Pada era kepemimpinan Gus Dur, banyak aspek kehidupan yang direformasi, termasuk kaitannya dengan keberadaan umat Khonghucu di Indonesia. Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pembatasan Kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China, dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2000.
Gus Dur menegaskan bahwa orang dengan etnis Tionghoa yang umumnya beragama Buddha dan Konghucu adalah bagian dari Indonesia. Mereka mengakui dan juga diterima sebagai warga negara. Keturunan Tionghoa memiliki hak-hak yang sama dengan warga negara yang lain karena mereka juga dilahirkan di Indonesia.
Keputusan-keputusan Gus Dur tentu sangatlah berarti, bukan hanya bagi umat Konghucu, tetapi juga untuk penegakan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Bagi ulama asal Jombang ini, negara tidak berhak mendefinisikan mana agama dan mana yang bukan. Pemeluknya sendirilah yang berhak menentukan.
Ya, meskipun kepemimpinan Gus Dur tidak begitu lama, namun pengaruh dan kebijakan beliau cukup dalam untuk dikenang. Terlebih dalam kebebasan beragama di Indonesia.
Oke guys, sampai sini dulu yah, pembahasan kita kali ini. Terima kasih telah membaca. (◜‿◝)