Hidup di negara Indonesia merupakan suatu kenikmatan yang hakiki. Terdapat ragam budaya dan adat-istiadat yang unik yang tidak dimiliki oleh negara lain. Salah satu peristiwa unik yang masih sering dijumpai di masyarakat adalah melaksanakan ijab kabul di hadapan jenazah. Udah pernah liat langsung? Kalo saya sih belum, cuma tau dari berita aja. Kalau di Malang pernikahan seperti ini dikenal dengan sebutan, “Nikah mayit.” Tradisi upacara pernikahan di hadapan jenazah masih berlangsung, namun sampai saat ini sejarah asal mula tradisi ini belum diketahui.
Biasanya ijab kabul perkawinan di depan jenazah dilakukan apabila perkawinan sudah direncanakan dan tinggal menunggu hari H, tetapi sebelum hari H tersebut orang tua salah satu mempelai tiba-tiba meninggal dunia. Ya, jadi terpaksa deh ijab kabul harus dilakukan pada hari duka. Maksud dan tujuannya tak lain agar almarhum/alhmarhumah masih bisa melihat pernikahan anggota keluarganya.
Beberapa adat Jawa beranggapan bahwa ketika ada salah satu pihak keluarga yang meninggal, maka selama satu tahun keluarga tersebut tidak boleh melangsungkan sebuah hajatan kecuali untuk melaksanakan upacara kematian seperti tujuh harian, empat puluh hari dan seterusnya. Nah, karena alasan itu biasanya acara perkawinan yang sudah direncanakan jadi dimajukan, dari pada kelamaan harus ditunda selama satu tahun. Malahan di beberapa daerah katanya harus menunggu sampai seribu hari baru bisa menggelar hajatan, soalnya mereka meyakini jika aturan tersebut dilanggar maka akan mendatangkan mala petaka.
Lalu bagaimana sih, sebenarnya hukum ‘nikah mayit’ ini?
BACA JUGA: NIKAH BEDA AGAMA, BOLEH GAK SIH?
Walaupun terlihat sangat janggal dan memilukan, perkawinan di depan jenazah boleh saja dilakukan, asalkan syarat dan rukun nikahnya terpenuhi. Yang menjadi permasalahan di sini, apakah jenazah itu masuk dalam syarat dan rukun nikah? Lalu bagaimana misalnya, jika seorang ayah meninggal tiga jam sebelum ijab kabul dan sebelum meninggal beliau berpesan agar beliau yang menjadi wali nikah sang putri apapun keadaannya.
Nah, wasiat dari sang ayah ini tidak mungkin dilakukan. Dalam Syariat Islam hal ini tidak diperbolehkan, dikarenakan ayah sudah meninggal. Orang yang meninggal seluruh struktur organ-organ dalam tubuhnya tidak berfungsi lagi. Mulut sudah tidak bisa berbicara, mata tidak bisa melihat, darah sudah tidak mengalir, kaki sudah tidak bisa digerakkan dan jantungpun sudah tidak berdetak. Dalam syariat Islam dijelaskan bahwa orang yang meninggal rohnya sudah terlepas dari jasad, artinya ia sama sekali tak mampu lagi melakukan perbuatan apapun, apalagi perbuatan hukum. Padahal tau sendirikan, dalam prosesi ijab kabul laki-laki harus berinteraksi dengan wali secara lisan.
Di dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan bahwa syarat dan rukun melaksanakan pernikahan harus ada calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi; ijab dan kabul. Selanjutnya dalam Islam, syarat nikah wajib ada wali, dua saksi, calon suami, calon isteri, ijab kabul yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon pria.
Seperti apa sih, ijab kabul itu?
Eheeem, itu loh, kalimat “Aku nikahkan putriku denganmu …” lalu dengan lantang dijawab dengan kalimat “Saya terima nikahnya ….”
Menurut penelusuran saya, menikah di hadapan jenazah tidak dilarang, sah-sah saja karena tidak ada nash atau dalil Al-Qur’an dan Hadits yang melarang hal itu. Namun seperti pernikahan pada umumnya, syarat dan rukunnya tetap harus dipenuhi.
Oh ya, kehadiran jenazah dalam pernikahan tidak menimbulkan kerugian atau manfaat baik bagi jenazah maupun si mempelai. Jenazah hanya sekedar untuk disandingkan dengan anaknya yang sedang menikah.
Pelaksanaan ijab kabul atau akad nikah di hadapan jenazah harus tetap berpegang teguh pada syar’i dengan tidak meninggalkan syarat-syarat yang ditentukan oleh para ahli fiqih. Sejauh ini saya tidak menemukan adanya penyimpangan syar’i dalam pelaksanaan akad nikah di depan jenazah, karena yang mereka lakukan hanya sebuah tradisi dan tidak dijadikan sebagai syarat maupun rukun nikah itu sendiri.
BACA JUGA: CURKUM #19 MENGURUS BUKU NIKAH HILANG
Bila dilihat dari kedudukan jenazah itu sendiri, tidak ditemukan adanya penyimpangan terhadap syar’i, sebab jenazah dalam pelaksanaan ijab kabul atau akad nikah tidak memiliki peran, baik sebagai wali maupun saksi.
Dengan demikian, melakukan ijab kabul di depan jenazah tidak menjadi masalah selama jenazah tidak menjadi wali ataupun saksi dalam melakukan akad ijab kabul. Apabila ayah sudah meninggal, wali nasab dapat digantikan oleh yang lain, misalnya kakek, saudara laki-laki atau paman.
Saya berharap semoga kita semua, terutama yang membaca artikel ini, jangan pernah mengalami hal seperti itu ya. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk selalu berbahagia bersama keluarga tanpa diiringi duka cita