Jenis kenakalan anak 90’an memang unik-unik. Contoh kenakalan yang pernah saya lakukan seperti, diadu berkelahi dengan teman sendiri, menonton bokep berjamaah dan ‘ngerjain’ rumah tetangga yang pelit. Rupanya setelah saya mengingat kembali, ternyata tiga jenis kenakalan itu berpotensi melanggar hukum loh.
Anggap saja tulisan ini merupakan pengakuan dosa saya, yang masa kecilnya hidup di bilangan Kabupaten Tegal deket Gunung Slamet yang terkenal dengan logat ngapaknya.
Karena tinggal di kampung, jadi wajar kenakalan-kenakalan itu kami lakukan untuk menunjukkan eksistensi bahwa kampung kami hebat dan punya power sehingga akan ditakuti anak di kampung lain. Bagaimana tidak pren, masih SD saja, saya sudah diadu kelahi sama abang-abangan kampung.
Mungkin pemikiran mereka, sebelum juniornya njajah kampung lain, setidaknya wajib merasakan sakitnya dipukul oleh temen sendiri. Jadi ketika nanti duel dengan anak kampung lain, mereka sudah terlatih. Duh,barbar kali yah kampung saya ini. Padahal Kabupaten Tegal loh, bukan Medeilling Kolombia seperti kampungnya El Patron Pablo Emilio Escobar Gaviria.
Dan setelah saya pikir-pikir kembali, sembari merenungi kenakalan-kenakalan yang saya lakukan waktu kecil, ternyata tindakan konyol itu masuk kategori kriminil dan melanggar aturan hukum yang ada di negara kita.
Walaupun saya sekarang menjadi El Presidente Klikhukum.id yang telah menyabet gelar Magister Hukum dan resmi berprofesi Advokat, tapi untuk bab kenakalan anak-anak juga pernah saya lakukan. Jenis kenakalannya seperti berikut ini.
BACA JUGA: SANKSI HUKUM UNTUK PACAR YANG GAK BERTANGGUNG JAWAB
Pertama, diadu kelahi oleh abang-abangan kampung.
Mungkin bagi para pembaca klikhukum.id yang kini usianya mendekati 30 setidaknya pernah merasakan momen dimana kekuatan abang-abang kampung bagaikan diktator ulung. Bagaimana tidak disebut diktator, selain doi hobinya nyuruh dan ngibulin juniornya, rupanya doi juga suka ngadu berkelahi juniornya bagaikan ngadu ayam, pren.
Hal ini juga saya rasakan sewaktu kelas 3 SD. Jadi ceritanya saya memang ada masalah dengan salah satu teman, biasalah masalah ledek-ledekan nama orang tua. Sialnya si abang-abang itu tau kalo kami ada masalah. Kami berdua lalu dipanggil, terus dibawa ke kebon deket rel kereta api dong. Habis itu kami dikompori, yang intinya mereka ingin mengadu kami secara fisik.
Singkat cerita duel itu terjadi, walaupun waktu itu saya nangis sih. Bagaimana tidak nangis, wong saya dibogem di bagian mata. Yo sakit, pren.
Nah, jika tindakan adu duel ini dilakukan di era sekarang, pasti para pelaku ataupun abang-abang yang menyuruh kami berkelahi itu bisa dijerat dengan Pasal 184 Ayat (1) dan (2) KUHP yang berbunyi.
- Seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ia dalam perkelahian satu lawan satu itu tidak melukai tubuh pihak lawannya.
- Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan empat bulan, barang siapa melukai tubuh lawannya.
Dan tentu saja untuk si abang tersebut dapat dikenakan Pasal 55 KUHP karena sudah menyuruh melakukan perbuatan pidana kepada kami. Bahaya juga yah pren anak jaman dulu, sangar.
Kedua, menonton bokep berjamaah.
Setelah menginjak kelas 6 SD, tingkat kenakalannya berubah. Tadinya hanya sebatas berkelahi, sekarang kami akur kembali. Hampir setiap malam minggu hobi kami adalah begadang. Wuiiih, bocah SD sudah begadang? Gedenya nanti mau jadi apa?
Menurut kalian wajar gak sih, anak SD hobi begadang dan nginep di rumah temannya?
Terus, apakah kami begadang sambil main gitar? Atau bakar-bakaran singkong? Iya bener, kami melakukan kegiatan itu biar seru, cuma jika malam telah larut kami nonton bokep berjama’ah dong. Kami nobar secara kolektif, gak kayak anak sekarang yang nonton bokepnya individual lewat smartphonenya. Waaaa, gak asik.Cupu kalean!
Pasti pertanyaan selanjutnya bagaimana kami mendapatkan VCD bokep itu? Ya jelas, ada peran abang-abangan di balik kegiatan kami ini.
Jika ditinjau dari aturan hukum sekarang, menurut saya sih, yang bertanggung jawab secara hukum adalah abang-abangan itu. Soalnya jelas kami masih di bawah umur dan waktu itu bentuk film bokepnya adalah VCD yang dipinjamkan oleh abang-abangan itu. Jadi si abang-abang kami dapat dijerat dengan Pasal 5 tentang meminjamkan sesuatu yang berbau pornogafi menurut UU No. 44 Tahun 2008.
BACA JUGA: PEMBUBARAN FPI JADI SOLUSI ATAU MASALAH BARU
Sedangkan ancaman pidana yang mengancam abang-abangan yaitu, pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Ketiga, ‘ngerjain’ rumah tetangga yang pelit.
Nah, jenis kenakalan ini tergolong Punk Rock banget pren. Saya yakin tidak semua anak-anak berani melakukan tindakan ini. Dulu memang kejahilan kami lainnya adalah ‘ngerjain’ rumah tetangga yang tergolong pelit.
Bentuk kejahilan yang kami lakukan pun tak main-main, mulai dari mematikan kontak box listrik rumah, sampai menempelkan selebaran “Menerima Sedot WC” di depan pintu rumahnya. Bagaimana pren? Punk Rock bangetkan. Eeh, kenakalan saya ini, jangan ditiru loh.
Setidaknya perbuatan kami ini dapat melanggar Pasal 167 Ayat (1) KUHP tentang memasuki pekarangan orang tanpa izin dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Tapi masa iya sih, kami yang notabene anak-anak mau dipenjara, kalo jaman dulu kan gak mungkin. Beda dong, dengan sekarang.
Jadi itu ya pren, cerita kenakalan yang tak patut ditiru. Lagian jaman kecil kita kan berbeda. Sekarang mah,jangankan duel sesame temen, diomelin guru aja ngadu.