Kalau kamu pikir jadi direksi BUMN cuma buat WNI, mungkin kamu ketinggalan update. Lewat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pemerintah resmi membuka peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk duduk di kursi panas direksi perusahaan pelat merah.
Langkah ini langsung membuat publik berdebat. Antara yang menyebutnya reformasi, sampai yang nyeletuk, “Nanti direksi rapatnya pakai Bahasa Inggris dong?” Tapi sebelum berasumsi kebablasan, mari kita bedah dulu tiga hal penting dari aturan baru ini.
UU-nya Emang Mengizinkan WNA Jadi Direksi
Kalimat kuncinya ada di Pasal 15A Ayat (3) dan Pasal 43 C Ayat (3) UU No. 16 Tahun 2025.
Awalnya, Pasal 15A Ayat (1) huruf a mengatur bahwa calon direksi BUMN (Persero) wajib WNI. Tapi Ayat (3) menyebutkan, “Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a dapat ditentukan lain oleh BP BUMN.” Terjemahannya sederhana, kalau Badan Pengelola (BP) BUMN bilang boleh, ya boleh. Hal yang sama berlaku untuk Perum, lewat Pasal 43C Ayat (3).
Artinya, pintu bagi profesional asing resmi terbuka selama ada restu dari BP BUMN.
Presiden Prabowo Subianto bahkan menegaskan langsung, “Saya sudah ubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, orang non-Indonesia sudah bisa memimpin BUMN kami,” di Jakarta, Rabu (15/10/2025), dilansir Antara.
Pernyataan ini dikutip dari dialognya bersama Chairman Forbes, Steve Forbes dan dikonfirmasi juga oleh Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara, Rosan Roeslani. Rosan bilang, “Nanti dilihat saja UU-nya. Harus dilihat, dibaca lebih mendalam ya. Jangan dipotong-potong.” kata Rosan di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Senin (20/10/2025), dilansir IDN Times. Jadi, bukan rumor, bukan juga salah baca. Aturannya memang sah berlaku sejak 6 Oktober 2025.
BACA JUGA: REKRUITMEN DIREKSI DAN KOMISARIS BUMN TERTUTUP, ADA APA?
Garuda Indonesia Langsung Gerak Cepat
Tak lama setelah UU No. 16 Tahun 2025 disahkan, BP BUMN dan Danantara langsung merealisasikan aturannya. Lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu (15/10/2025), mereka menunjuk dua ekspatriat untuk duduk di kursi strategis Garuda Indonesia. Mereka adalah:
- Balagopal Kunduvara, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko
- Neil Raymond Mills, Direktur Transformasi
Balagopal sebelumnya menjabat sebagai Divisional Vice President di Singapore Airlines, sementara Neil adalah mantan eksekutif di Scandinavian Airlines dan konsultan penerbangan di NM Aviation Limited. Cukup impresif, bukan? Apalagi kalau dibandingkan dengan track record keuangan Garuda beberapa tahun terakhir. Mungkin Danantara lagi pengen dapet sentuhan ‘turnaround’ internasional.
Chief Investment Officer Danantara, Pandu Patria Sjahrir, bilang, “Dari sisi Danantara, kami ingin membawa paradigma baru, bukan lagi hanya ngeliat ke dalam, tapi juga ngeliat ke luar.” Menurutnya, langkah ini bagian dari restrukturisasi SDM dan pembenahan tata kelola. Siapa tahu, nanti BUMN lain mulai melirik pilot asing buat mengurus tender—eh, maksudnya direktur asing buat mengurus efisiensi.
BACA JUGA: RUWETNYA RANGKAP JABATAN DI BUMN
Tenang, Kalau Korupsi tetap Bisa Diseret Kejaksaan dan KPK
Nah, buat yang khawatir ekspatriatnya nanti ‘kebal hukum,’ hukum positif Indonesia tetap berlaku. Kejaksaan Agung memastikan, “Selama itu dilakukan di wilayah hukum Indonesia, artinya siapapun bisa dikenakan. Sepanjang itu mengakibatkan kerugian negara, itu bisa.”
Kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Jumat (17/10/2025), dilansir Hukumonline.
KPK juga senada. Mereka menegaskan WNA tetap bisa diproses kalau statusnya penyelenggara negara atau pejabat korporasi yang wajib lapor kekayaan. “Kami akan melihat statusnya di organisasi tersebut … tentunya itu berkonsekuensi terhadap kewajiban LHKPN.”
Ujar jubir KPK Budi Prasetyo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025), dilansir Hukumonline.
Jadi ya, meskipun paspornya beda, kalau nyolong duit negara tetap bisa diseret juga. (Ya, kali cuma karena visa kerja internasional, bisa kebal pasal korupsi)
UU No. 16 Tahun 2025 jelas membuka babak baru tata kelola BUMN. Profesional asing boleh masuk, tapi tanggung jawab hukumnya tetap sama. Langkah ini bisa dilihat sebagai modernisasi atau bisa juga refleksi bahwa Indonesia mulai terbuka terhadap talenta global.
Yang penting jangan sampai ‘globalisasi direksi’ malah bikin kedaulatan hukum kita kendor, karena ujung-ujungnya publik nggak peduli paspornya siapa. Asal BUMN nggak rugi dan pejabatnya nggak korup, itu saja sudah cukup menenangkan.


