“With a lot of respect, American social companies don’t have a good track record with data privacy and user security” – Shou Zi Chew
TikTok has been a hot topic these past few days. Awalnya aku nggak mau meng-cover cerita ini. But, given the situation dan fakta bahwa FYPku isinya TikTok ban, I think I have some insight about these problems.
So, here’s what I know.
TikTok CEO Shou Zi Chew testified before the House Energy and Commerce Committee on March 23, 2023. Hal ini terjadi di tengah seruan dari anggota Kongres Amerika agar pemerintah federal melarang aplikasi media sosial video milik China. Kabarnya, pemerintahan Joe Biden juga mendorong untuk penjualan saham perusahaan tersebut.
Pemerintah federal Amerika, bersama dengan banyak pemerintah negara bagian dan negara asing serta beberapa perusahaan, telah melarang TikTok di smartphone yang disediakan oleh kantor pemerintahan. Jenis larangan ini bisa dibilang efektif untuk melindungi data terkait pekerjaan pemerintah.
BACA JUGA: 12 HAK DAN KEWAJIBAN WARGANET, WHAT CAN OR CAN’T DO DALAM BERSOSIAL MEDIA
Well, aku juga akan nge-advice ke politisi Indonesia untuk buat aturan yang sama.
Tapi, melarang sebuah aplikasi bukan masalah yang mudah. Ada beberapa hal yang IMO menimbulkan sejumlah pertanyaan.
- Risiko privasi data apa yang ditimbulkan oleh TikTok?
- Gimana algoritma rekomendasi konten TikTok?
- Apakah mungkin untuk melarang aplikasi?
- Data di pemerintah China, amankah?
But, before we dive in to each questions, perlu aku informasikan bahwa TikTok dan juga tiga anak perusahaannya yaitu SoundOn, TikTok Shop dan TT4B, telah terdaftar di PSE Kominfo per 24 Mei 2022.
We should know, at least that. Artinya, TikTok sudah memiliki komitmen untuk at least have compliance terhadap aturan digital yang berlaku di Indonesia.
TikTok Data Privacy
Ada beberapa hal menarik dalam kebijakan privasi TikTok selain informasi yang diberikan saat membuat akun yang perlu perhatian terkait keamanan. Seperti nama, usia, nama pengguna, kata sandi, bahasa, email, nomor telepon, informasi akun media sosial dan gambar profil.
Informasi ini juga mencakup data lokasi, data dari papan klip, informasi kontak, pelacakan situs web, ditambah semua data posting dan pesan yang dikirim melalui aplikasi. Perusahaan mengklaim bahwa versi aplikasi saat ini tidak mengumpulkan informasi GPS dari pengguna. Namun, terdapat spekulasi bahwa TikTok mengumpulkan informasi lain. Tetapi itu merupakan hal sulit untuk dibuktikan.
Algoritma TikTok, how does it work?
Variabel utama dalam algoritma TikTok antara lain, user activity, video subject matter, location and language, audio and “Not Interested” feedback.
BACA JUGA: 4 TIPS BERMEDIA SOSIAL AGAR AMAN DARI JERATAN HUKUM
User Activity. Semakin banyak interaksi dan penayangan yang diterima video TikTok, semakin besar kemungkinannya untuk ditayangkan ke audiens yang lebih besar. Indikator ini meliputi, likes, comments, shares, completions, re-watches and follows
Subject Matter/Video Information. TikTok bagus dalam hal mengkategorikan konten berdasarkan minat pengguna. TikTok menentukan hal ini dari, caption keywords, sounds, hashtags, effects, content
Location and Language. Algoritma TikTok mengetahui setelan perangkat pengguna (termasuk lokasi dan bahasa) saat memutuskan siapa yang mungkin tertarik dengan video. Hal ini termasuk, lokasi posting, bahasa, jenis perangkat
Audio. Saat video menggunakan sound atau lagu yang happening, algoritma akan menggunakannya untuk mengkategorikan konten dan menyajikannya ke audiens yang relevan.
“Not Interested” Feedback. Algoritma TikTok selalu berusaha menyajikan video dengan minat tinggi kepada setiap pengguna dan menggunakan aktivitas sebelumnya untuk menentukan hal ini. Video yang ditandai sebagai “Tidak Tertarik,” pengguna yang disembunyikan, video yang dilewati menjadi variabel yang digunakan untuk FYP kalian.
Larangan TikTok, mungkinkah?
Beberapa poin yang dipertimbangkan mengapa larangan ini mungkin tidak akan terjadi, yaitu sebagai berikut.
- It would be messy. Menurut NPR, larangan TikTok lebih didasarkan pada politik. Hal ini dapat mengancam hak kebebasan berpendapat.
- No real precedent. Saat aplikasi dilarang, biasanya karena aktivitas ilegal. Misalnya judi, penipuan atau pembajakan. Pelarangan tanpa alasan yang jelas akan membuat kekacauan yang berbeda.
- Americans love Tiktok. Nggak perlu dijelasin. Ngapain melarang sesuatu yang disukai banyak orang?
BACA JUGA: 10 CARA MENINGKATKAN ONLINE PRIVACY YANG KALIAN TAHU TETAPI JARANG DILAKUKAN (PART 1)
- The legal path to a TikTok ban is unclear. Menurut Coldewey, FCC tidak dapat melakukannya. Walaupun ada dugaan ancaman keamanan, Pentagon tidak dapat melakukannya. FBI juga tidak dapat memaksakannya. Kongres dan perintah eksekutif tidak akan melakukannya, begitu juga dengan hakim.
- It’s bad for business. Larangan TikTok akan berdampak buruk bagi bisnis karena banyak perusahaan investasi yang memiliki saham di TikTok. Banyak usaha kecil juga menggunakan TikTok sebagai wadah promosi dan penjualan mereka.
Pentingnya DPO dan menyimpan data di dalam negeri
Salah satu concern dari Kongres USA adalah bahwa data dapat diakses oleh pemerintah China. Mengingat akan hal ini, aku sarankan pemerintah juga membuat aturan mengenai letak Data Center/Server untuk aplikasi agar dapat menyimpan datanya di Indonesia. Apalagi kalau melihat UU PDP bagian keempat, di situ dijelaskan bahwa harus ada pejabat/orang yang ditunjuk untuk melindungi data pribadi or Data Protection Officer. DPO akan lebih mudah menjalankan tugasnya jika data yang disimpan juga berada di dalam wilayah Indonesia.
Concern to privacy dan perlindungan data di Indonesia bisa dibilang masih tergolong baru. Hal ini juga ditandai dengan pengesahan UU nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dimana aturan itu baru setahun. So, aku bisa bilang pemerintah kita baru memberi garis besar aturan, belum fokus langsung terhadap perlindungan data secara intensif.
It’s unlikely kalau pemerintah kita juga mau ikutan ban TikTok.
Dari pada mikirin ban TikTok, lebih baik pemerintah Indonesia menguatkan kedaulatan digital dulu. Supaya nggak ada pasal yang tumpang tindih dan nggak ada pasal ‘karet.’ Tugas dari KOMINFO dengan BSSN aja masih ada yang tumpang tindih. Sebelum mikirin ban TikTok, I believe pemerintah akan membereskan masalah itu dulu.
So, overall, IMO we are gonna be okay. We are Indonesian, not American. CU.
“We do not promote or remove content at the request of the Chinese government.” – Shou Zi Chew