Aku belum nikah kawin sih, tapi entah kenapa aku merasa harus selektif banget memilih pasangan. Banyak yang bilang nanti kalo sudah menikah, baru deh keluar sifat asli pasangan. Kan biasanya kalo pacaran masih jaim-jaim gitu. Pas masih pacaran, pasangan terlihat sabar, perhatian dan lembut. Ehh, pas udah kawin pasangan jadi kasar dan ternyata suka melakukan kekerasan. Emang ada yang begitu? Ya adalah, ada banyak.
Kadang ada juga sih, dari pacaran aja udah keliatan bibit-bibit kasarnya. Suka ngamuk, membentak, bahkan gak ragu untuk memukul. Dih, baru pacaran aja begitu, apa kabar kalo besok udah kawin. Serem ih. Kalo nekad kawin dengan pacar kasar seperti itu, ya siap-siap aja bakal sering ngalami kekerasan dalam rumah tangga. Kalo ada cewe-cewe yang bilang, “Ah, semoga besok dia berubah karena cinta” atau berkeyakinan kalo nanti punya anak akan berubah. Fixs kamu bloon, masa depan kok mau dicoba-coba.
Kamu tau gak sih, gimana seremnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), horor.
KDRT itu diatur dalam UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Dalam UU PKDRT dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Eh, unsur pasalnya jelas banget ya, menyebutkan bahwa korban KDRT itu perempuan. Kalo yang baca jeli, kata “terutama perempuan” sebenarnya mengandung arti bahwa gak cuma perempuan yang bisa menjadi korban KDRT. Laki-laki juga bisa loh, mengalami KDRT. Jadi secara filosofis UU PKDRT itu dibuat memang bertujuan untuk melindungi perempuan-perempuan malang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, karena memang perempuan lebih rentan untuk mengalami kekerasan dari pasangannya.
BACA JUGA: KDRT, PILIH CERAI ATAU BERTAHAN
KDRT itu jenis kekerasannya bukan cuma kekerasan fisik. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 5 UU PKDRT, selain kekerasan fisik, KDRT juga bisa berupa kekerasan psikis, kekerasan seksual ataupun penelantaran rumah tangga.
Kekerasan psikis itu adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan penderitaan psikis berat pada seseorang. Sedangkan kekerasan fisik yang dimaksudkan adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Lalu kekerasan seksual yang dimaksud seperti pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan tujuan tertentu.
KDRT itu umumnya gak cuma dialami sekali dua kali doang. Banyak perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya selama bertahun-tahun dan tetap bertahan. Banyak alasan kenapa seorang perempuan bertahan meskipun mengalami kekerasan. Makanya keluarga, lingkungan dan orang sekitar perlu aware kalo ngeliat ada perempuan yang sering mengalami KDRT . Jangan diem aja kalo ngeliat seorang suami memukul istrinya sampe babak belur. Kalo dibiarin bisa mati itu istrinya. Pernah kan liat berita istri mati dibunuh suaminya.
Pasal 10 UU PKDRT mengatur bahwa para korban mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya, baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pelayanan bimbingan rohani.
Bukannya masyarakat dan negara mau ikut campur dalam ranah pribadi, tapi KDRT emang gak boleh dibiarin aja. Korban KDRT yang kebanyakan adalah perempuan harus mendapat pelindungan dari negara dan masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
BACA JUGA: PROBLEMATIKA KASUS PENELANTARAN
Dulu KDRT dianggap sebagai aib rumah tangga yang harus disembunyikan, karena memalukan. Kalo udah begitu, ya wajar aja kalo angka KDRT semakin tinggi. Membangun persepsi dan kesadaran korban KDRT agar mau lebih terbuka itu sulit. Oleh karena itu, pemerintah dan segenap masyarakat yang konsen menjadi relawan perlindungan perempuan, gencar untuk menyelenggarakan komunikasi informasi dan edukasi tentang KDRT, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
Oh ya, sekarang ini banyak kemudahan yang bisa diakses oleh korban KDRT. Misalnya aja penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian, penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani, pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban dan memberikan pelindungan bagi pendamping saksi, keluarga dan teman korban.
Gak sampai di situ aja, korban KDRT juga mendapat akses untuk pemulihan melalui pelayanan dan pendampingan dari tenaga kesehatan dan psikolog, pekerja sosial, relawan pendamping dan pendamping rohani.
Peran psikolog, pekerja sosial, relawan pendamping dan pendamping rohani adalah untuk memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban.
Makin banyak perempuan yang melek dengan informasi seputar KDRT, makin banyak juga laporan kasusnya. Itu artinya KDRT gak cuma dialami oleh satu atau dua orang perempuan. So, buat temen-temen yang statusnya masih single kaya aku. Yuks, lebih selektif memilih pasangan hidup.
Geger geden KDRTNE iki pren….
Siapa saja yang dapat menjadi korban kdrt pada masa kini? Dilihat dengan peristiwa yg berkembang saat ini laki2 pun banyak yg telah manjadi korban kdrt . Dengan demikian apakah UU no 23 tahun 2004 ttg KDRT berlaku bagi mereka korban korban krdt yg bukan perempuan…?