homeEsaiMEME MERUPAKAN WAJAH BARU DARI KEBEBASAN BERPENDAPAT, GA PERLU...

MEME MERUPAKAN WAJAH BARU DARI KEBEBASAN BERPENDAPAT, GA PERLU TAKUT ATAU MALAH NGELARANG!

“We have to uphold a free press and freedom of speech—because, in the end, lies and misinformation are no match for the truth.” — Barack Obama, Former US President.

Did you guys remember 1cak?  The place where we, Indonesian, used to go to look for fun and funny memes. Nowadays, meme sudah dapat dijumpai di banyak platform, not just one that is specifically for it.

Dulu kebebasan berpendapat disalurkan lewat tulisan di surat kabar, pidato politik atau demonstrasi di jalanan. Kini bentuknya bisa jauh lebih sederhana — and even funny

Meme, yang awalnya hanya berupa gambar atau potongan video dengan teks singkat, kini menjelma menjadi media komunikasi sosial yang sangat kuat. Di balik kesan lucu dan ringan, meme sesungguhnya menyimpan kekuatan kritis dan politis.

Kebebasan Berpendapat Merupakan Salah Satu Pilar Utama Dalam Negara Demokrasi

Dalam konteks Indonesia, hak ini diakui secara eksplisit dalam Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Artinya, negara mengakui bahwa warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pandangan dan ekspresi mereka terhadap berbagai persoalan publik. 

But in the digital world we live in today, people share their opinions in totally new ways.  Begitulah Meme hadir sebagai salah satu bentuk ekspresi baru — singkat, visual dan mudah dipahami.

BACA JUGA: BISA GAK SIH, AKU LAPORIN ORANG YANG NGEBIKIN MUKAKU JADI MEME?

Secara sosiologis, meme berfungsi sebagai bahasa budaya populer yang merepresentasikan cara masyarakat berkomunikasi dan mengekspresikan gagasan. Hal ini juga ditegaskan dalam studi, “Visual Language and Identity in Digital Youth Culture: A Socio-Semiotic Study of Memes among Indonesian Gen Z” oleh Halim dan Sari (2023), yang melihat meme sebagai bentuk komunikasi budaya di era digital.

Dalam konteks politik, meme sering kali menjadi sarana satir: menyindir kebijakan pemerintah, menyoroti perilaku pejabat atau mengkritik fenomena sosial yang dianggap tidak adil. Keunggulan meme terletak pada kemampuannya menyampaikan pesan kompleks dengan cara ringan. 

One image and a few words is ENOUGH.

Namun, di balik sifatnya yang menghibur, meme juga memunculkan ketegangan baru antara kebebasan berekspresi dan batas hukum. 

In a Society Bound by Laws And Ethics, Not Every Form of Expression Comes Without Consequences.

Indonesia memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sering kali menjadi dasar hukum dalam menilai konten digital. Meski bertujuan menjaga ketertiban dan melindungi individu dari pencemaran nama baik, UU ini acap kali menimbulkan kontroversi, karena dianggap bisa membatasi ekspresi, termasuk dalam bentuk meme.

Kasus-kasus di mana seseorang diproses hukum, karena unggahan meme menunjukkan adanya pergeseran dalam cara negara dan masyarakat memahami kebebasan berpendapat.

BACA JUGA: DI BALIK MEME LUCU, BISA SAJA DIGUNAKAN BLACK CAMPAIGN, YAKAN?

Yes, you read that right, negara dan masyarakat.

Di satu sisi, hukum berusaha menjaga moral dan ketertiban publik; di sisi lain, ekspresi digital seperti meme memiliki karakter yang ambigu dan kontekstual. Sebuah meme bisa ditafsirkan sebagai candaan oleh sebagian orang, tetapi dianggap penghinaan oleh pihak lain. Tantangannya adalah bagaimana hukum mampu menafsirkan niat dan konteks dari sebuah karya visual yang bersifat simbolik dan subjektif.

Legally Speaking, Freedom of Expression Isn’t Without Limits

Hukum Indonesia mengenal konsep tanggung jawab atas penggunaan hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 28J UUD 1945, yang menyatakan bahwa kebebasan harus dijalankan dengan menghormati hak orang lain dan tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. 

Namun, pembatasan ini seharusnya bersifat proporsional — tidak mengekang kreativitas, apalagi menghambat diskursus publik. Meme yang bersifat satir atau kritik sosial semestinya dilihat sebagai bagian dari dinamika demokrasi, bukan ancaman terhadapnya.

Selain aspek hukum, meme juga memiliki dimensi pendidikan dan kesadaran sosial. Meme menjadi alat komunikasi yang mendekatkan isu serius kepada khalayak luas, terutama di media sosial. 

Still, in this case, digital literacy plays a very important role.

Masyarakat perlu memahami bahwa di balik tawa dan sindiran dalam meme, terdapat tanggung jawab moral untuk tidak menyebarkan kebencian, fitnah atau informasi palsu. Di sisi lain, aparat hukum juga perlu meningkatkan sensitivitas budaya digital agar tidak gegabah dalam menafsirkan ekspresi publik.

BACA JUGA: BISA GAK SIH DIPENJARA KARENA MEMBUAT MEME?

The Power of Memes Lies in Their Decentralized Nature

Tidak ada otoritas tunggal yang mengatur atau memonopoli produksinya. Siapa pun bisa membuat dan menyebarkan meme, dari warga biasa hingga jurnalis dan aktivis. Hal ini membuat meme menjadi salah satu bentuk paling murni dari demokratisasi ekspresi. Ia tumbuh dari bawah, dari suara-suara kecil yang kadang tak terdengar dalam ruang formal. Dalam hal ini, meme bukan hanya produk budaya digital, melainkan juga simbol partisipasi publik.

When Laughter Speaks Louder Than Fear

Ultimately, memes can be viewed as a mirror of free expression in today’s digital age. Selama masyarakat masih bisa menggunakan humor untuk menyuarakan kritik tanpa rasa takut, berarti demokrasi masih berjalan dengan semestinya. 

Sebaliknya, ketika humor mulai diawasi, ditakuti atau dikriminalisasi, what’s at stake is not merely comedy, but freedom itself.

Meme bukan sekadar gambar lucu. Ia adalah manifestasi dari pemikiran masyarakat digital dalam menafsirkan dunia sekitarnya. 

In a single frame, a meme can convey ideas, frustration, hope and solidarity. Dalam konteks hukum dan kebebasan berpendapat di Indonesia, meme mengingatkan kita bahwa kebebasan tidak selalu hadir dalam bentuk pidato serius — kadang ia muncul dalam sepotong gambar yang membuat kita tersenyum, lalu berpikir. CYA.

“A picture says 1000 words and maybe a meme says 10,000 words… I love memes. I think they can be very insightful.” — Elon Musk, You know who.

Dari Penulis

Terkaitrekomendasi
Artikel yang mirip-mirip

Pratama Nugraha Purwiyatna
Pratama Nugraha Purwiyatna
Web Master Klikhukum
0 0 votes
Article Rating
guest

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Dari Kategori

Klikhukum.id