Ramadhan tiba, Ramadhan tiba, Ramadhan tiba …
Marhaban yaa, Ramadhan, Marhaban yaa, Ramadhan …
Siapa nih, yang suka ngabuburit berburu takjil di pasar Ramadhan? Entah kenapa kalau nyari takjil di pasar Ramadhan tuh, lebih seru. Ya, nggak? Apa karena banyak banget pilihan menunya? Tapi kadang kesel juga sih, kalau ternyata makanan atau minuman yang kita beli nggak sesuai gambarnya. Padahal di gambarnya menggiurkan banget loh. Eh, pas jadi kok, malah .… Ah, sudahlah. Definisi ekspektasi tak sesuai realita gitulah. Ada yang pernah ngalamin nggak?
Aku pernah beli es pisang ijo, di gambar es pisang ijonya tuh, dibungkus pake cup, trus pisang ijonya utuh. Lah, pas beli kok, dibungkus pake plastik dan pisang ijonya cuma separo. Aku juga pernah beli pisang goreng topping keju. Nah, di gambar topping kejunya melimpah. Eh, pas sudah jadi toppingnya seiprit. Ih, kesel banget deh! Rasanya pengen cancel beli, tapi nggak bisa soalnya bayar dulu baru dibuatkan pesanannya.
Mau ngedumel tapi lagi puasa. Kalau nggak ngedumel kok, merasa ketipu sama gambar.
Teruntuk penjual takjil yang terhormat, mbok ya, tolonglah kalau masang gambar tuh, yang sesuai gitu loh. Biar pembeli nggak merasa kena zonk. Jujurlah sama pembeli, jangan masang gambar yang beda sama realitanya.
Bisa dibilang kalau masang gambar takjil tidak sesuai kenyataan adalah perbuatan yang tidak jujur. Padahal Nabi telah mewanti-wanti agar umatnya menjaga kejujuran dalam hal jual beli, seperti yang tertuang dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut.
“Orang yang melakukan transaksi jual beli masing-masing memiliki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang.”
Nah, for your information, dalam hukum Islam, hukum jual beli dikenal akad Istishna’. Fatwa DSN MUI No: 06/DSN-MUI/IV/2000 mendefinisikan akad Istishna’ sebagai akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
Selain itu juga ada yang namanya akad Salam yang diatur dalam Fatwa DSN MUI No: 05/DSN-MUI/IV/2000. Akad Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Ya, antara akad Salam dan akad Istishna’ itu hampir sama gaes, bedanya kalau akad Salam barang sudah jadi sedangkan akad Istishna’ barang masih akan diproses setelah adanya pembelian. Ya, kayak beli pisang goreng yang bisa request topingnya gitu.
Nah, beli takjil bisa dikategorikan ke dalam akad Salam ataupun akad Istishna’, karena syarat-syaratnya telah terpenuhi. Yaitu, adanya pihak (penjual dan pembeli), kesepakatan, barang yang diperjualbelikan dan pembayaran di muka.
Gambar menu takjil merupakan representasi dari barang yang sebenarnya. Nah, ketika pembeli sepakat membeli makanan tersebut, maka makanan seperti itu pula yang harus ia dapatkan.
Ini nih, yang kadang penjual abai. Padahal penjual harus bertanggung jawab sama apa yang dijual. Ya, intinya penjual juga harus menjaga kepercayaan si pembeli, biar merasa puas dan menjadi langganan.
Trus, gimana kalau ternyata tidak sesuai? Ya, sebenarnya pembeli memiliki hak khiyar untuk memilih mau membatalkan perjanjian jual beli dan meminta kembali uangnya atau menunggu sampai barang yang sesuai tersedia.
Jadi meskipun menurut hukum Islam sebenarnya pembeli bisa protes, terkadang sebagai pembeli ada perasaan, “Ya, sudahlah,” walaupun ngedumel.
Ya, semoga banyak penjual sadar akan hal ini, biar kita sebagai pembeli nggak was-was kalau beli takjil.