Halo, teman-teman netizen yang budiman. Mana nih, yang kemarin protes kehabisan takjil karena kalah war dengan non muslim. Sudahkah kalian berburu telur? Harusnya sudah dong, kan katanya pada mau ngeborong telur menjelang paskah. Biar teman-teman Kristen merayakan paskah dengan k*nderj*y, karena stok telur langka dan harganya bakal mahal. Lumayan tuh, bisa untung banyak kalau harga telur mahal.
Tapi sorry to say nih, kalau kalian menimbun atau menyimpan dan membuat telur itu menjadi langka, apalagi kalian punya usaha di bidang bahan pangan a.k.a penjual telur, maka kalian bisa dihukum, loh. Soalnya perbuatan itu merupakan pelanggaran hukum.
Nggak percaya?
Coba kita flashback yak. Masih ingat kan, pada akhir tahun 2021 lalu terjadi kelangkaan minyak goreng dan harga minyak goreng melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi (bacanya sambil nyanyi ya) Tak lain dan tak bukan, itu semua disebabkan ada pihak yang menimbun minyak goreng dan pada akhirnya pelaku penimbunan ditindak tegas pihak yang berwenang.
FYI, peningkatan harga ini berkaitan dengan prinsip supply and demand. Di mana semakin banyak barang yang beredar dan permintaan sedikit, maka harga barang tersebut akan turun. Sebaliknya apabila semakin sedikit barang yang beredar sementara permintaan akan barang tersebut lebih banyak, maka harga barang akan meningkat.
Oke, back to topic.
Intinya, pihak yang sengaja menciptakan kelangkaan telur dengan cara menimbun dapat dikenai sanksi. Kita bisa lihat Pasal 53 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan yang menyatakan, “Pelaku usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan pangan pokok melebihi jumlah maksimal.”
So, bagaimana sanksi terhadap pelaku penimbunan bahan pangan?
Dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dijelaskan jika ada yang melanggar ketentuan Pasal 53 bakal dikenai sanksi administratif, bisa denda, penghentian sementara bahkan pencabutan izin usaha.
Nah, apalagi jika penimbunan ini dilakukan dalam kondisi barang yang ditimbun sudah mengalami kelangkaan, maka pihak yang melakukan penimbunan tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana.
Ada aturannya ya, di Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang menyatakan bahwa, “Pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”
Jadi benar kan, apa yang kaka penulis bilang di awal, kalau melakukan penimbunan bahan pangan merupakan sebuah pelanggaran hukum.
Aduh, mama sayang e! Niatnya mok, ngisengin teman-teman Kristen. Eh, malah kena pidana. Rungkad, ini mah.
Namun kaka penulis meyakini bahwa teman-teman yang beragama Muslim selalu penuh kasih dalam setiap tindakan hidupnya sebagaimana yang disampaikan Habib Jafar, sehingga balas dendam bukan bagian dari teman-teman muslim tentunya.
Mengakhiri tulisan ini kaka penulis mau mengajak teman-teman sekalian, mari di tengah bulan Ramadhan dan masa Paskah ini, kita menciptakan lingkungan masyarakat harmonis dan kaya akan toleransi antar sesama, sehingga masing-masing dapat merasakan nikmatnya beribadah tanpa adanya perpecahan. Ingat, kita telah tumbuh selama lebih dari setengah abad dalam perbedaan. Jangan sampai persoalan kecil ini mempengaruhi kekompakan dan persaudaraan yang sudah kita bangun selama ini.