Tenggelamkan! Ya, kata yang selalu diucap ketika mendengar nama Susi. Tapi Susi yang dulu bukanlah Susi yang sekarang. Kali ini nama Susi sang ART FS dan PC mencuat karena jawabannya yang terkesan nggak masuk akal dan terlalu mengada-ngada pada saat menjadi saksi di persidangan pembunuhan Brigadir J.
Apapun pertanyaannya, jawabannya adalah SIAP. Sebenernya nggak heran sih, kalau jawaban susi selalu ‘siap.’ Mungkin orang yang bekerja dengan FS cuma boleh bilang ‘siap.’ Kalau nggak bilang gitu, ya nggak dikasih bonus. Sampai-sampai disuruh nembak temennya sendiri aja harus ‘siap’ juga, *hiks.
Meskipun di persidangan selalu bilang siap, tapi nampaknya mental Susi yang nggak siap. Kalau dilihat, diraba dan diterawang, susi terlihat tertekan pada saat persidangan. Entah itu karena ada tekanan dari pihak lain terhadap Susi saat memberikan kesaksian atau tertekan dengan suasana persidangan.
BACA JUGA: APAKAH MOTIF DARI PEMBUNUHAN BERENCANA HARUS DIBUKTIKAN?
Husnudzon aja nih, ygy. Bisa dimaklumi sih, ketika dilempar pertanyaan oleh hakim, jaksa, penasehat hukum di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J, dia sangat gugup dan terbata-bata dalam menjawabnya. Ya, soalnya pertanyaannya berbeda dengan yang dibriefing suasana persidangan yang menegangkan, banyak wartawan yang meliputnya dan ditonton jutaan orang, mana pakaiannya pada rapi-rapi pula. Sedangkan kita tahu keseharian Susi sebagai asisten rumah tangga, yang biasanya kerja dengan suasana yang santuy dan tidak berhadapan dengan banyak orang. Kayak cuci piring, beres-beres rumah dengan pakaian santai sambil dengerin musik koplo serta masak sambil hahahihi dengan sesama ART lainnya.
Hmm, coba aja suasana sidang dibikin santuy and chill kayak kesehariannya Susi. Misalnya pengunjung sidang menggunakan pakaian rumahan dan bawa kain serbet. Ya, asisten rumah tangga starter pack gitu lah. Terus cara bertanya hakim, jaksa serta penasehat hukum kayak lagi curhat session sesama ART. Mungkin dia bisa menjawab dengan losssss ….
Tapi ya, memang nggak mungkin sih, kalau sidangnya dibikin kayak gitu. Meskipun alasannya agar pihak-pihak yang terlibat bisa merasa nyaman dan santai pada saat persidangan berlangsung. Karena hal tersebut nggak dimungkinkan dalam lingkungan persidangan gaes. Soalnya dikhawatirkan akan mengikis wibawa penegak keadilan.
Jadi mengenai gimana aturan di persidangan, hal itu ada di dalam PERMA Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Misalnya saja Pasal 4 Ayat (14) menyebutkan bahwa “Setiap orang yang hadir di ruang sidang harus mengenakan pakaian yang sopan dan pantas, serta menggunakan alas kaki tertutup dengan memperhatikan kearifan lokal.
Udah jelaskan ya, kalau pakaian untuk menghadiri persidangan itu harus gimana. Yang biasanya nggak pakai jilbab, pas jadi saksi di persidangan pengen pakai jilbab biar lebih nyaman, itu boleh banget kok. Yang nggak boleh itu ketika sengaja pakai jilbab buat nutupin handsfree yang dipakai selama persidangan. Tapi ya, nggak mungkin ada juga sih, di persidangan pake handsfree. Kalaupun ada pasti bukan di Indonesia, paling juga di negeri Konoha aja.
Jadi gaes, memang suasana sidang itu dibikin sedemikian rupa sampai ada aturan tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkungan pengadilan. Ya, salah satunya karena untuk melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan, perlu suasana aman bagi hakim, aparatur pengadilan dan masyarakat pencari keadilan demi terwujudnya peradilan yang berwibawa.
So, nggak bisa suasana sidang dibikin chill biar saksi yang diperiksa lebih nyaman dan nggak spaneng menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ya, kecuali pada sidang anak-anak ya, itu beda cerita lagi.
The point is JUJUR ajalah ketika jadi saksi biar nggak gugup dan terbata-bata pada waktu menjawab pertanyaan. Berkaca dari persidangan yang melibatkan Susi dalam hal ini sebagai saksi, ya sampaikan saja keterangan yang memang kamu dengar sendiri, kamu lihat sendiri dan/atau kamu alami sendiri.
Kalau memang nggak denger, lihat, alami sendiri, ya bilang aja gak tau. Jangan malah bikin skenario seolah-olah kamu dengar, lihat atau alami. Inget ya, kamu bukan Joko Anwar yang sukses menulis skenario Pengabdi Setan. Kalau maksa bikin skenario, ya nggak papa sih, siapa tau sukses jadi Pengabdi Sambo. Ya, semoga aja sih, nggak ada Susi, Susi selanjutnya di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J. Biar segera terkuak apa yang sebenarnya terjadi.