Masuk ke dalam deretan menu special di kuliner seafood, menjadikan keberadaan Lobster bak primadona di antara hewan air lainnya. Untuk kaum yang berdompet tipis, so pasti mereka tidak akan memilih menu olahan lobster yang ada di deretan menu restoran.
Menurut data yang dilansir oleh food.detik.com, untuk dapat menikmati olahan dari lobster, kalian perlu merogoh kocek yang dalam. Misalnya menu Arabian Lobster with Spicy Grilled Calamari dibandrol dengan harga sekitar Rp115.000,00 Whole Lobster Platter 250 – 300 gram yang dibanderol sekitar Rp160.000,00 dan Lobster Crawfish Combo dengan harga sekitar Rp190.000,00
Meskipun saya seorang el presidente, untuk saat ini harga segitu tetep terasa mahal. Maklum, soalnya budget saya untuk satu kali makan cuma 15 ribu rupiah, itu pun plus minum. Bukan pelit, tapi irit lebih baik 😆
Dengan harga yang relatif mahal itu, wajar aja ada menteri yang terjapit lobster. Hari ini lobster mendadak viral karena ada menteri yang berinisial EP terkena OTT KPK.
Duh, mulai aktif lagi yah bund, abang dan mbak-mbak di KPK ini.
Ngomongin soal lobster, terdapat aturan hukum yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada era Ibu Menteri Susi Pudjiastuti, kebijakan tentang Losbter diatur dalam Permen Kelautan Dan Perikanan RI NO. 56/PERMEN-KP/2016 Tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Negara RI.
BACA JUGA: ABK INDONESIA DIPERBUDAK KAPAL ASING
Berganti menteri, diikuti juga pergantian aturan hukum yang mengatur tentang lobster. Di era Pak Menteri Edhy Prabowo aturan hukum tentang lobster diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan RI NO. 12/PERMEN-KP/2020 Tentang Pengelolaan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Negara RI.
Kalo ngeliat sepintas dari judul Permen Kelautan dan Perikanan tersebut, yang membedakan cuma di kata, “Larangan” dan “Pengelolaan.”
Pada Era Ibu Susi Pudjiastuti, permen menggunakan kata larangan, sedangkan di era Pak Edhy Prabowo, permen menggunakan kata pengelolaan. Saya yakin temen-temen sudah pada tahukan perbedaan makna dari kata ‘larangan’ dan ‘pengelolaan.’ Jadi silakan diimajinasikan masing-masing ya.
Ibu Susi Pudjiastuti melarang setiap orang untuk menangkap bibit lobster apalagi mengekspornya, berbeda dengan Pak Edhy Prabowo yang mengizinkan bibit lobster di ekspor dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Larangan penangkapan dan penjualan benih lobster yang dimaksud oleh Ibu Susi Pudjiastuti melalui Permen Kelautan dan Perikanan RI NO. 56/PERMEN-KP/2016 Pasal 7 adalah sebagai berikut.
- Setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.
- Setiap orang yang menangkap lobster (Panulirus spp.), wajib melepaskan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4, jika masih dalam keadaan hidup yang tertangkap dalam keadaan mati dan melaporkan kepada Direktur Jenderal melalui kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan.
- Setiap orang yang mengeluarkan lobster (Panulirus spp.) dalam kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4, dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Ibu Susi Pudjiastuti perihal larangan penangkapan dan pengelolaan benih lobster, Pak Edhy Prabowo rupanya punya cara lain dalam mengelola lobster. Melalui Permen Kelautan dan Perikanan RI NO. 12/PERMEN-KP/2020, beliau pada intinya merubah kata ‘larangan’ menjadi pengelolaan penangkapan dan pengeluaran benih lobster. Dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 6, diatur tentang aktivitas pengelolaan penangkapan dan pengelolaan benih lobster, dengan syarat dan ketentuan berlaku.
BACA JUGA: NATUNA YANG SEKSI
Dalam hal aktivitas ekspor benih lobster, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pak Edhy Prabowo adalah sebagai berikut.
- Pengeluaran benih lobster dari wilayah RI harus memperhatikan ketentuan kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster (Puerulus) sesuai hasil kajian dari Komnas KAJISKAN yang ditetapkan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
- Eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudi daya setempat berdasarkan rekomendasi direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan budidaya.
- Pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dilakukan melalui bandara yang telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang karantina ikan, sebagai tempat pengeluaran khusus benih bening lobster (Puerulus).
- Benih bening lobster (Puerulus) diperoleh dari nelayan kecil penangkap benih bening lobster (Puerulus) yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan benih bening lobster (Puerulus).
- Waktu pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dilaksanakan dengan mengikuti ketersediaan stok di alam yang direkomendasikan oleh Komnas KAJISKAN dan ditetapkan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
Aturan dan kebijakannya sudah jelas, bahwa aktivitas ekspor benih lobster diperbolehkan, walaupun bunyi Permennya dengan bahasa pengelolaan penangkapan dan pengeluaran benih lobster. Lha, kok hari ini ada berita menarik soal tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan dengan dugaan tindak pidana ekspor benih lobster? Kenapa ya?
Menurut pendapat kalian gimana, lebih baik benih lobster itu boleh diekspor atau tidak? Silakan ikut komen di kolom komentar ya.