Hai, guys! Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai pengertian Hak Tanggungan. Masih inget kan? Itu tuh, di artikel APA YANG DIMAKSUD DENGAN HAK TANGGUNGAN.
Nah, kali ini kita akan membahas lebih lanjut tentang hak tanggungan. Lebih tepatnya mengenai peringkat dalam hak tanggungan. Jadi, dalam satu objek hak tanggungan itu bisa dibebankan lebih dari satu.
Hal itu bisa kita lihat pada Pasal 5 Ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UU HT) yang menyebutkan bahwa suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang.
Kemudian pada Pasal 5 Ayat (2) UU HT, menjelaskan lebih lanjut bahwa apabila suatu objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan, peringkat masing-masing hak tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan.
Ini artinya, satu objek hak tanggungan bisa dibebankan beberapa hak tanggungan yang diurutkan berdasarkan peringkat hak tanggungan dengan urutan peringkat pertama (I), Kedua (II) dan seterusnya.
Dalam hal ini dimungkinkan pemegang hak tanggungan dalam satu objek hak tanggungan bisa lebih dari satu kreditur.
Menariknya, walaupun pemegang hak tanggungan dimungkinkan lebih dari satu kreditur, tapi yang mempunyai hak untuk melakukan menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum adalah pemegang hak tanggungan peringkat pertama. (Pasal 6 UUHT).
Terus gimana dong, nasib kreditur pemegang hak tanggungan selain peringkat I, kalau kreditur pemegang hak tanggungannya berbeda dalam satu objek hak tanggungan? Misal, pemegang hak tanggungan peringkat I bank A, pemegang hak tanggungan peringkat II bank B dan seterusnya.
BACA JUGA: MENANGGUNG HAK TANGGUNGAN
Nah, itulah yang menjadi perhatian karena tidak ada kepastian hukum terhadap pemegang hak tanggungan peringkat II, peringkat III dan seterusnya, terkait eksekusi hak tanggungan melalui pelelangan umum yang hanya bisa dilakukan oleh pemegang hak tanggungan peringkat I.
Lain cerita kalau beban hak tanggungan lebih besar dari penjualan objek hak tanggungan, kemudian para pihaknya tidak sepakat terkait dengan pembagian hasil penjualan objek hak tanggungan dan keberatan untuk menghapusnya. Hal itu sudah dijelaskan sih, di Pasal 19 Ayat (3) UU HT. Dimana pembeli objek hak tanggungan dapat mengajukan ke Ketua Pengadilan Negeri letak objek hak tanggungan tersebut, untuk menetapkan pembersihan hak tanggungan dan menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para kreditur pemegang hak tanggungan.
Eh, tapi gimana kalau debitur hanya wanprestasi pada kreditur pemegang hak tanggungan peringkat II sedangkan pada kreditur pemegang hak tanggungan peringkat I tidak wanprestasi?
In my opinion, perbedaan kreditur pemegang hak tanggungan dalam satu objek hak tanggungan akan lebih efektif kalau diterapkan, apabila adanya klausula cross collateral dan cross default dalam perjanjian kredit di antara para kreditur pemegang hak tanggungan dalam satu objek hak tanggungan tersebut agar hutang dan jaminannya saling terikat satu sama lain. Sehingga meminimalisir sengketa antara para pemegang hak tanggungan.
Btw, apa sih, cross collateral dan cross default? Mmmh, kita bahas di artikel selanjutnya ya.
Jadi gitu ya, guys. Secuil pembahasan tentang permasalahan terhadap peringkat pemegang hak tanggungan.