Dunia mistis gak akan pernah ada habisnya untuk diperbincangkan, mulai dari kisah hantu Indonesia yang selalu menarik untuk dibahas, bahkan juga difilmkan. Babak baru muncul, yaitu munculnya ragam hantu luar negeri yang menggerayangi negeri kita ini, herannya mereka pun diidolakan.
Hmmm, hantu kok dijadikan idola ?
Tapi bagi saya sih gak ada salahnya kamu mengidolakan hantu, karena berbagai kesenian di Indonesia masih melibatkan kaum sebangsa hantu untuk menunjukkan sisi magis dalam setiap kali pertunjukan. Kadang kehadiran mereka menjadi daya tarik penonton, dalam menikmati panggung pertunjukan seni tradisi.
Bukan kisah kesenian yang berbau magis atau panggung pertunjukan seni tradisi yang akan saya ulas, tapi masalah tentang si Slenderman dan Chucky yang eksistensinya membawa petaka di Indonesia. Tentu secara hubungan pertemanan antara dunia hantu, si Slenderman dan Chucky gak ada masalah dengan hantu-hantu di Indonesia.
Keberadaan si Slenderman dan Chucky menjadi perbincangan hangat, karena tragedi pembunuhan seorang anak berumur 5 tahun. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah seorang gadis berumur 15 tahun. Hasil temuan penyidik kepolisian menunjukkan, bahwa gadis berumur 15 tahun tersebut hobi membuat sketsa Slenderman dan ngefans kepada Chucky.
Bagi saya pembunuhan yang dilakukan oleh gadis berumur 15 tahun tersebut bukan peristiwa pembunuhan biasa, yang umumnya dilatari oleh dendam kesumat atau adanya tindakan perampasan terlebih dahulu. Mengapa demikian? Karena motif pembunuhan yang dilakukan oleh seorang gadis berumur 15 tahun hingga saat ini, masih menjadi PR besar bagi institusi Kepolisian RI.
Tersangka dan Korban adalah Anak
Korban dan tersangka adalah seorang anak, sehingga ada amanat khusus dalam penanganan perkara tersebut yaitu menggunakan UU No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Jadi gaes, meskipun gadis berumur 15 tahun yang melakukan pembunuhan tersebut berstatus sebagai seorang tersangka, namun UU Sistem Peradilan Anak menganggapnya si pelaku juga merupakan korban.
BACA JUGA: DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Kok bisa pelaku merangkap sebagai korban? Ya memang aturan hukum berprinsip demikian. Amanat UU Sistem Peradilan Anak mengedepankan keadilan Restroaktif. Hal ini bukan tanpa maksud dan tujuan, tujuan yang dibangun adalah untuk membentuk kembali pola yang salah agar anak dapat dibina kembali dan mendapatkan haknya sebagai anak bangsa.
Jadi sudah sangat wajar kejadian pembunuhan oleh gadis berumur 15 tahun tersebut, menjadi perhatian khusus dan penanganan khusus di mata penyidik Kepolisian RI.
Motif yang masih mengganjal
Sudah menjadi suatu keniscayaan perbuatan tindak pidana didahului dengan adanya motif, terkait adegan pembunuhan anak berumur 5 tahun tersebut, jelas aturan sanksi pidana yang akan disematkan kepada pelaku adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 338 dan/atau Pasal 340. Pasal tersebut mengatur bahwa:
Pasal 338
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 340
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Rumit mencari motif dalam peristiwa ini, karena sikap tersangka yang seolah-olah tak ada penyesalan. Mengapa demikian ?
Berita pengungkapan fakta sudah jelas. Pertama, tersangka menyerahkan diri dan mengakui perbuatannya di depan pihak Kepolisian. Kedua, ulah nyentrik lainnya dia malah membuat status FB yang berisikan “Balita tak bernyawa itu masih di lemari bajuku…banyak warga mencarinya…pak RW selaku polisi dan pak RT yang memeriksa rumahku seluruhnya, tak ada satupun dari mereka yang menemukannya. Tak ada satupun yang tau aku pelakunya. Oke, besok siap berserah diri.”
BACA JUGA: ANAK INDONESIA DILARANG BERMIMPI
Postingan selanjutnya dalam halaman FB si gadis berumur 15 tahun tersebut mengupload foto sembari memberi caption “Pak Pol baik hehe.”
Drama apa lagi yang mau kau mainkan dek? Bagi saya peristiwa ini membutuhkan kesiapan ruang batin yang sungguh luar biasa. Oiya, untuk peristiwa pembunuhannya bagi saya tidak perlu diulas lagi ya, karena semua media sudah memaparkannya.
Tapi hal yang gak masuk akal buat saya adalah menilik rentetan kejadian pembunuhan anak berumur 5 tahun tersebut. Pelaku melakukan aksi pembunuhan yang tergolong sadis, lalu menyimpan korban di almari bajunya, dan selanjutnya pelaku menyerahkan diri ke pihak kepolisian.
Saya sangat yakin sikap ini sangat jarang dilakukan oleh anak seumurannya, karena hakikatnya mereka sudah mengetahui tentang peristiwa benar dan salah .
Kembali ke motif pembunuhan tersebut, pihak kepolisian tentu harus melibatkan banyak pihak termasuk psikolog dan psikiater anak. Apalagi didukung dengan temuan-temuan bahwa pelaku banyak membuat sketsa Slenderman dan semacam quotes berbahasa inggris yang berbau sadis.
Dari temuan bukti permulaan tersebut sampai dengan sekarang, pihak kepolisian masih bergantung kepada tim ahli yaitu psikolog untuk mencari motif di balik pembunuhan tersebut.
Jika ternyata kesehatan jiwa pelaku memang punya kelainan, tentu pembahasan hukum lanjutannya akan jadi berbeda, dan kami pasti akan mengulasnya. Tulisan ini hanya sebagai pengantar awal tentang peristiwa terbunuhnya seorang anak berumur 5 tahun oleh gadis manis yang masih berumur 15 tahun.