Masih ingat kasus predator seks Heri Wirawan yang terancam hukuman mati? Yups, kali ini kita bakal bahas kasus yang gak kalah sadis dan membuat publik geram, yakni Julianto Eka Putra.
Mengalami pelecehan seksual merupakan salah satu peristiwa traumatis yang tak akan terlupakan bagi korbannya. Sebagaimana yang dialami para korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pebisnis sekaligus motivator asal Malang, Jawa Timur, Julianto Eka Putra.
Buat yang baru ngikutin kasusnya, nih aku spill ya. Jadi singkatnya, JE a.k.a Julianto Eka Putra merupakan seorang motivator sekaligus pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), di Batu, Jawa Timur. Bak angin segar yang membawa harapan, sekolah tersebut memberikan pendidikan gratis bagi siswa yatim/piatu dan tidak mampu.
Namun, selain untuk pendidikan, sekolah tersebut juga menjadi saksi bisu ‘kekejian’ sang manipulator. Menurut penuturan korban di beberapa media, sebelum melancarkan aksi bejatnya, si pelaku terlebih dulu memberikan ‘motivasi’ kepada para korbannya. Gila sih, manipulatif banget, memainkan psikologis korban dengan dalih ‘memotivasi.’
Siapa sangka sosok yang dikenal prestisius sekaligus penerima Kick Andy Heroes ternyata seorang predator seks yang tega memperkosa, menganiaya serta mengeksploitasi puluhan muridnya. Ibarat fenomena gunung es, korban yang berani buat speak up cuma sedikit, karena banyak yang memilih untuk bungkam.
BACA JUGA: CURKUM #151 KEKERASAN DALAM BERPACARAN, MENGADU KE MANA?
Meski sudah menyandang status sebagai terdakwa dan menjalani sidang sebanyak 18 kali, namun Julianto tetap bebas melenggang menghirup udara segar. Memiliki kasus serupa dengan terhukum mati Heri Wirawan, namun mendapat perlakuan berbeda tak kalah menyita perhatian publik.
Misal kasus ini terbukti benar, tak terkira bagaimana perihnya perasaan para korban melihat pelaku melenggang dengan tersenyum, dianggap malaikat tak bersayap, dipuja bak ‘dewa’ penyelamat. Padahal ga lebih dari ‘iblis berkedok malaikat.’
Ironisnya, selain hukum terasa ‘mandek’ menghadapi mereka yang dirasa punya kuasa, juga diamini dengan penanganan hukum yang terkesan stuck, ditambah dengan terdakwa masih leluasa berkeliaran dengan dalih atas pertimbagan hakim. Padahal hukum merupakan harapan dan kekuatan terakhir yang dimiliki sekaligus diandalkan oleh mereka yang mencari keadilan.
Julianto sendiri dijerat dengan sejumlah pasal alternatif, dimana dari sekian dakwaan itu, dipilih mana yang akan dibuktikan di persidangan. Pertama, Pasal 81 Ayat 1 Juncto Pasal 76 D UU Perlindungan Anak dan Juncto Pasal 64 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian, Pasal 81 Ayat 2 UU Tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, Pasal 82 Ayat 1 Juncto Pasal 76 e UU Perlindungan Anak, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP dan Pasal 294 Ayat 2 ke-2 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Singkatnya, terdakwa terancam hukuman penjara minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 15 tahun.
Melihat maraknya pelecehan seksual yang terjadi, secara umum berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan ketika melihat atau bahkan jika menjadi korban pelecehan seksual.
1. Segera bertindak
I know that’s easier said than done, but only you can help yourself! Karena menjadi korban pelecehan seksual maupun tindak kejahatan lainnya pastilah membuat trauma mendalam bagi individu tersebut.
Namun, jika kamu melihat kejadian pelecehan seksual atau bahkan mengalaminya sendiri, cobalah untuk tegas dan segera bertindak atau melawan sebisa mungkin. Jika merasa tidak nyaman di suatu lingkungan, jangan takut untuk menjauh dan mengamankan diri terlebih dahulu.
2. Berbicara pada orang yang kamu percaya
Umumnya korban tidak berani bersuara terkait pelecehan yang dialaminya dikarenakan takut dengan judgemental sekitar, merasa membuka aib dan ada rasa takut yang menyelimuti. Namun, berbicara dan memberitahukan kepada seseorang yang kamu percayai dapat mengurangi stres dan membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dialami.
3. Melapor ke pihak berwenang
Kalau takut laporan langsung ke kantor polisi, maka korban bisa melaporkan pelecehan seksual ke Komnas Ham secara online, dengan cara mengunjungi situs mereka http://pengaduan.komnasham.go.id/.
Pelaporan juga bisa disampaikan ke Komnas perempuan dapat melalui direct message di media sosial @komnasperempuan.go.id.
Selanjutnya dapat juga melaporkan melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (kemenPPPA) yang dapat dilakukan secara daring melalui lapor.go.id/instansi/kementrian-pemberdayaan-perempuan-dan-perlindungan-anak.
4. Mendapatkan konseling
Mengalami pelecehan seksual merupakan salah satu peristiwa traumatis yang tak terlupakan. Seringkali korban disalahkan atau bahkan menyalahkan diri sendiri dan menganggap diri kehilangan harga diri.
Tak jarang korban mengalami stres dan depresi yang berpotensi menyakiti diri sendiri pasca terjadi pelecehan seksual. Namun, cobalah untuk berkonsultasi dengan psikolog maupun psikiater untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Mengalami pelecehan maupun kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban. So, mari perbaiki mindset untuk tidak menyalahkan korban jika mengetahui kasus pelecehan seksual. Serta tidak ada kata terlambat untuk melaporkan dan mencari bantuan jika mengalami pelecehan seksual. Stand with victim and against sexual assault!