PERBEDAAN PENGHINDARAN PAJAK DAN PENGGELAPAN PAJAK

Let’s be honest, nobody likes paying taxes. People in general don’t like their money being taken, right? 

Pajak sering dianggap beban oleh kebanyakan orang, makanya baik individu maupun perusahaan berusaha keras untuk mengelola dan mengurangi beban pajak yang mereka tanggung. Dalam upaya ini, ada dua praktik umum yang sering ‘dipakai,’ yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) ataupun penggelapan pajak (tax evasion).

Eits, sebelum menyelam lebih dalam, kita harus tahu dulu apa itu pajak. Fyi, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar. Penerimaan negara dari pajak sampai akhir Juli 2023 mencapai Rp1.109,1 triliun atau 64,6 % dari target APBN 2023.

Nah, Undang-undang No.28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan, pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak ini penting banget loh, buat ‘kebutuhan’ sebuah negara, baik sebagai sumber dana bagi pemerintah (budgetair), maupun sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (regulerend).

Meskipun pajak punya peranan penting, nggak sedikit wajib pajak yang berusaha mengurangi beban pajak dengan ngelakuin tax planning, yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) ataupun penggelapan pajak (tax evasion). Apa itu? Mari kita bahas.

Penghindaran pajak (tax avoidance

Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan taktik yang dapat diterapkan manajemen perusahaan untuk mengurangi atau meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayarkan, tanpa melanggar hukum perpajakan yang berlaku. Tujuannya untuk meningkatkan laba bersih yang diperoleh  perusahaan.

BACA JUGA: APA ITU SENGKETA PAJAK DAN TERUS GIMANA CARA PENYELESAIANNYA?

Eh, kalian ingat nggak kasus penghindaran pajak yang melibatkan PT. Coca Cola Indonesia (CCI)? Itu salah contoh tax avoidance di Indonesia. Jadi, CCI memperbesar biaya iklan produknya agar penghasilan kena pajaknya lebih kecil. 

Penelitian dari Direktorat Jenderal Pajak menemukan adanya peningkatan biaya iklan mencurigakan antara tahun 2002-2006, yang dianggap sebagai upaya menghindari pajak. 

Menurut DJP, penghasilan yang seharusnya kena pajak sebesar Rp603,48 miliar, tetapi menurut perhitungan CCI hanya Rp492,59 miliar. Dari selisih tersebut, DJP menghitung kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp49,24 miliar.

Sebenarnya tax avoidance ini sah-sah aja selama nggak berlebihan karena tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan cuma manfaatin celah hukum dari aturan perpajakan yang ada, salah satunya transfer pricing.

Transfer pricing merupakan salah satu metode perencanaan pajak yang kemudian oleh wajib pajak dipakai sebagai celah (loophole) untuk menghindari pajak.

Transfer pricing itu kayak cara nentuin harga barang atau jasa yang diperdagangkan antara dua entitas yang punya hubungan istimewa. Misalnya, perusahaan yang terafiliasi atau anak perusahaan dari satu induk perusahaan. 

Jadi intinya itu tentang cara menyusun harga jual beli antar-perusahaan yang punya hubungan dekat. Tujuan utamanya untuk nentuin harga yang maknyus dan masuk akal buat suatu transaksi. 

Selain itu juga bisa buat ngatur keuntungan dan pajak yang dibayar sama perusahaan. Nah, ini bisa jadi legal kalau dilakuin dengan bener sesuai aturan yang berlaku, tapi bisa jadi ilegal kalo dimainin buat ngindarin bayar pajak atau buat dapet keuntungan yang nggak fair

Transfer pricing diatur di Pasal 18 Ayat (3a) jo. Ayat (4) Undang-undang PPh dan Pasal 2 Undang-undang PPN. 

“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.”

Meskipun awalnya banyak dilakukan perusahaan multinasional, praktik transfer pricing juga semakin umum diadopsi perusahaan dalam negeri seiring berjalannya waktu. 

BACA JUGA: JENIS JENIS PAJAK NEGARA

Nah, walaupun nggak melanggar hukum, tentu kita tahu kalau praktik tax avoidance nggak dibenarkan, karena bakal berdampak pada penerimaan negara dari sektor pajak.

Penggelapan pajak (tax evasion). 

Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar hukum peraturan perpajakan seperti memberi data-data palsu atau menyembunyikan data.

Contoh tax evasion adalah tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT dengan tidak benar dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong.

Kalo orang ngelakuin penggelapan pajak, pertanggungjawaban pidananya diatur dalam Pasal 38, Pasal 39, sama Pasal 41 a dan b dari Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Jadi guys, tax avoidance dan tax evasion mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengurangi beban pajak perusahaan. Akan tetapi penggelapan pajak dalam mengurangi pajaknya merupakan perbuatan illegal, karena memanipulasi jumlah pajak yang terutang serta berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan dengan sengaja.

Sekian pembahasan kali ini. Terima kasih telah membaca!

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id