PASAL KARET MASIH MEMBUNGKUS KUHP BARU

Para aktivis demokrasi, setidaknya telah menyuarakan masih adanya pasal karet yang membungkus KUHP. Paling tidak ada empat pasal yang dianggap masih multitafsir dan ketika diberlakukan akan melukai nilai demokrasi,  yaitu Pasal 218, Pasal 240, Pasal 353 dan Pasal 354.

Ngomongin Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan pada Selasa 6 Desember 2022. Ternyata mendapat sorotan dari banyak kalangan, salah satunya yaitu para aktivis demokrasi.

Namun, saya punya pandangan dalam mengkaji empat pasal yang dimaksud. Menurut saya, ada dua hal yang menjadi penyebab timbulnya perdebatan ketika pasal-pasal tersebut diterapkan, yaitu sebagai berikut.

Pertama, kengawuran di Pasal 240 dan Pasal 354.

Jujurly, ketika membaca isi Pasal 240 dan Pasal 354, saya merasa ada yang ngawur dalam diksi yang tertulis di pasal itu. Coba yuk, kita lihat.

Pasal 240 berbunyi “Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

BACA JUGA: APAKAH PASAL 256 KUHP BERPENGARUH TERHADAP HILANGNYA KEBEBASAN BERPENDAPAT?

Nah, menurutku di sini ada kengawuran di kata penghinaan terhadap pemerintah yang sah. Tentunya konteks penghinaan di sini bersinggungan sangat kuat dengan kritik. Lantas apakah jika ada orang mengkritik akan dianggap sebagai menghina atau setidaknya pasal ini menurut saya rawan kriminalisasi.

Soalnya sudah kewajiban pemerintah untuk bekerja yang baik sesuai dengan harapan rakyat. Jika dikritik berarti rakyat memandang kinerja pemerintah ada yang kurang atau tidak sesuai. Jika nantinya kritik dianggap menghina, apakah bukan kengawuran yang hakiki namanya?

Selanjutnya Pasal 354 yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah atau orang yang menurut kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan perintah yang sah dari pejabat dipidana karena melakukan perlawanan terhadap pejabat, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”

Kengawuran di sini yaitu adanya diksi ancaman kekerasan melawan seorang pejabat. Yaitu sejauh mana penafsiran yang harus disepakati soal ancaman kekerasan tersebut. 

Sebagai contoh, dalam aksi massa atau demo terdapat dorong-dorongan antara demonstran dengan petugas, apakah nantinya dikategorikan sebagai ancaman kekerasan dan kemudian diproses secara hukum?

So, bila tafsirnya seperti itu maka ke depan saya jamin demo bakalan sepi dan berubah menjadi karnaval. Ya, namanya demo. Adanya tindakan ‘salam olahraga’ merupakan bagian dari tindakan natural di lapangan.

BACA JUGA: BLOKIR KOMINFO DAN PENTINGNYA KEDAULATAN DIGITAL DI INDONESIA

Jika pemerintah hanya menginginkan demo yang adem ayem, maka itu namanya karnaval pak bukan demo atau aksi massa.

kedua, masih menimbulkan ketidakpastian hukum di Pasal 218 dan Pasal 353.

Selanjutnya, jika menyoroti Pasal 218 tentang penghinaan presiden dan wakil presiden. Menurut saya, pasal tersebut masih kategori pasal karet walaupun tidak ngawur-ngawur banget sih.

Saya masih setuju adanya pasal ini, tapi harus dijelaskan lebih detail terkait apa yang dimaksud dengan penghinaan dan  sejauh mana batasannya.

Apalagi Mahkamah Konstitusi pernah memutus pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. MK menilai pasal penghinaan kepala negara menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran parameter penghinaan tidak jelas.

Kemudian, Pasal 353 tentang pelarangan terhadap tindakan kekerasan atau  ancaman kekerasan memaksa seorang pejabat untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan dalam jabatannya.

Hmm, lagi dan lagi soal ancaman kekerasan memaksa. Menurut saya, diksi tersebut perlu dijelaskan lebih lanjut untuk menemukan kepastian hukum. Karena pasal ini berpotensi menjadi pasal karet yang bisa digunakan sebagai tindakan kriminalisasi.

oke, itu aja ya, pren. Urun rembug saya. Karena faktanya beberapa pasal di KUHP berpotensi untuk menjadi pasal karet. Ini baru empat pasal loh, pren. Belum pasal yang lain. Ups!

Mohsen Klasik
Mohsen Klasik
El Presidente

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id