APA ITU SANKSI HUKUM TINDAK PIDANA ANAK?

Kali ini saya akan membahas tentang sanksi hukum tindak pidana anak. Tulisan ini merupakan cerminan dari arus pergaulan yang semakin modern dan tidak bisa terbendung. Sehingga jika salah memilih circle pertemanan, maka bisa timbul efek negatif.

Zaman kecil saya dulu pola kenakalan yang biasa dilakukan palingan nyuri mangga, mandi di sungai hanya berbalut sempak, mematikan saklar listrik rumah tetangga, sama suka ngumpetin sandal teman selepas sholat magrib di musholah.

Tapi kayaknya kenakalan konyol seperti yang saya lakukan dulu sudah tidak lagi dilakukan sama anak-anak zaman sekarang ini.

Pasalnya jika membaca berita yang ada atau menonton berita di tv, kenakalan anak di era viralnya tiktok seperti sekarang ini mulai beragam. Contoh klitih yang sering terjadi di Yogyakarta, pembullyan yang kerap terjadi di Jakarta, sampai aksi penjarahan genk motor yang marak terjadi di Bandung.

Herannya dari sederet kenakalan tersebut, sebenarnya adalah tindakan kriminil. Tak jarang pelakunya adalah anak-anak atau setidaknya mereka yang usianya masih di bawah 18 Tahun. Lantas apakah sanksi hukum yang kira-kira pantas didapatkan mereka?

BACA JUGA: JUVENILE JUSTICE, SEBERAPA KERAS SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA?

Apa Itu Sanksi Hukum Tindak Pidana Anak

Sebelum saya membahas tentang jenis sanksi hukum yang akan diberikan kepada anak yang melakukan tindak pidana, alangkah baiknya kita kenali dulu tentang Sistem Peradilan Anak.

Bagaimanapun jika pelaku tindakan kriminil adalah seseorang yang masih berusia di bawah 18 tahun, maka masih tergolong anak. Dan aturan hukum yang diterapkannya pun berbeda dengan tindak pidana biasa. Sehingga bagi mereka ada ruang hukum khusus, yang dinamakan Peradilan Pidana Anak.

Ketika berbicara sanksi yang digunakan untuk menghukum tindak pidana yang dilakukan oleh anak, maka sumber hukum utama yang dipegang untuk mengkajinya adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam aturan hukum tersebut, bagi anak yang melakukan tindak pidana akan disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.

Jadi tidak ada istilah tersangka, terdakwa dan/atau terpidana yang diterapkan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini menjadi contoh adanya pembeda istilah yang digunakan dalam sistem peradilan biasa dengan sistem peradilan anak.

Jika berbicara tentang sanksi pidana bagi anak yang telah terbukti melakukan suatu tindak pidana, maka ada dua jenis sanksi yang dapat diterapkan. Sebagaimana aturan yang dapat dilihat pada Pasal 71 Ayat (1) dan (2) UU No. 11 Tahun 2012, yaitu sebagai berikut.

Pidana pokok bagi anak yang berkonflik dengan hukum meliputi:

  1. pidana peringatan;
  2. pidana dengan syarat:
  1. pembinaan di luar lembaga;
  2. pelayanan masyarakat; atau
  3. pengawasan.
  1. pelatihan kerja;
  2. pembinaan dalam lembaga; dan penjara.

Sedangkan dalam konteks pidana tambahan bagi anak yang berkonflik dengan hukum, mereka akan dikenakan sanksi pidana antara lain:

  1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
  2. pemenuhan kewajiban adat.

Tapi dua jenis sanksi pidana tersebut diterapkan apabila dalam kasus yang menimpa anak berkonflik dengan hukum tidak bisa terealisasikan keadilan restoratif dalam bentuk diversi atau istilahnya penyelesaian perkara tindak pidana anak di luar pengadilan.

Maksud penyelesaian di luar pengadilan, yaitu diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Apa Itu Diversi Dalam Penyelesaian Sanksi Hukum Pidana Anak

Berhubung dalam pembahasan di atas saya menyebutkan kata diversi, maka perlu saya jelaskan sedikit tentang pengertian diversi.

Dalam aturan hukum yang ada, yaitu di Pasal 1 angka 7 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak menyebutkan bahwa:

“Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.”

Kenapa diversi diterapkan dalam penyelesaian sanksi hukum tindak pidana anak dan ditindak pidana lain tidak menerapkan konsep diversi?

BACA JUGA: 3 KENAKALAN ANAK 90’AN YANG MELANGGAR HUKUM

Karena walaupun anak pelaku sejatinya, dialah korban atas circle pergaulan serta tujuan dari diversi itu sendiri. Seperti halnya berikut ini.

  1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak.
  2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan.
  3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan.
  4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.
  5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Jadi memang secara batiniah anak itu masih ada peluang untuk dapat memperbaiki diri karena masa depannya masih sangat panjang. Konsep diversi itulah akhirnya yang dipakai demi menyelamatkan masa depan si anak.

Tentang pembahasan diversi lebih lanjut, kamu bisa baca di DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.” Tulisan nyentrik karya Mba Nana Iguana Vaganza yang dijamin akan menambah ilmu pengetahuan kamu.

Poin mendasarnya adalah, walaupun anak melakukan perbuatan kriminil serta melakukan kejahatan melebihi batas wajar kenakalan, namun sejatinya mereka adalah korban pergaulan yang salah.

Tentunya sanksi hukum tindak pidana anak yang diterapkan sangat berbeda dengan tindak pidana biasa yang kerap dilakukan oleh orang dewasa. Dengan tujuan supaya si anak masih bisa memperbaiki masa hidup dan masa depannya di lingkungan.

Mohsen Klasik
Mohsen Klasik
El Presidente

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id