Pernah nggak sih, setelah beli barang atau menggunakan jasa tertentu, kamu merasa kecewa berat terus ngetik review jelek di internet, marketplace, google review atau sosial media. Rasanya tuh, memang lega banget bisa meluapkan unek-unek. Tapi masalahnya, di mata hukum, review jelek bukan sekadar soal bintang satu atau luapan emosi, kalau salah nulis, bisa-bisa panjang urusannya. Sini aku jelasin.
Kebebasan Berpendapat Adalah Hak, Tapi Ada Batasnya
Kita sama-sama tahu kalau semua orang itu punya hak untuk menyampaikan pendapat, hukum Indonesia juga mengakui kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, kebebasan itu ada batasnya, terutama ketika menyangkut nama baik orang lain. Masalahnya, internet itu sering buat orang lebih spontan dan emosional dalam bersosial media. Misalnya, kamu kecewa dengan pelayanan restoran. Kalau review yang kamu tulis sekadar, “Pelayanannya agak lama, menurut saya perlu ditingkatkan,” biasanya masih aman, karena isinya opini pribadi yang sifatnya netral. Tapi beda cerita kalau kamu lagi emosi dan tanpa pikir panjang menulis, “Restoran ini penipu, makanannya kayak sampah, pelayannya bodoh,” itu bisa dianggap fitnah atau pencemaran nama baik. Bener bedanya tipis, tapi dampaknya besar kan.
Pencemaran Nama Baik Menurut UU ITE
Ketika sebuah pendapat pribadi ditulis di ruang publik seperti sosial media dan isinya dianggap merugikan, potensi masalah hukum terbuka lebar, salah satunya diatur dalam Pasal 27A jo. Pasal 45 Ayat 3 UU ITE yang mengatur, “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik bisa dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 400 juta rupiah.”
Bisa dikatakan batas antara kritik atau review dan pencemaran nama baik sebenarnya terletak pada cara menyampaikannya. Fakta boleh disebut, opini juga boleh disampaikan, tapi tuduhan tanpa bukti dan kata-kata kasar bisa menjadi fitnah atau pencemaran nama baik. Menulis, “Saya menunggu makanan selama satu jam” tidak apa-apa, karena itu adalah fakta. Tapi ketika kita menulis, “Restoran ini sengaja menipu pelanggan” tanpa bukti itu adalah fitnah.
Pentingnya Menjaga Bahasa di Internet
Kita harus ingat bahwa internet adalah ruang publik. Obrolan kita dengan teman secara pribadi mungkin aman, tapi ketika obrolan itu diposting di sosial media atau suatu platform siapapun bisa mengakses. Di titik inilah hukum seperti Pasal 27A UU ITE itu bekerja. Karena itu, penting banget untuk menjaga bahasa agar tetap profesional meskipun kita lagi kesal. Pakai kalimat netral agar lebih aman seperti, “Kurang sesuai,” “Tidak memuaskan,” atau “Masih perlu perbaikan,” daripada kata-kata kasar yang merendahkan.
BACA JUGA: 4 PERBUATAN YANG DILARANG UU ITE (PART II)
Pertanyaannya, Apakah Berarti Kita Tidak Boleh Menulis Review Jelek?
Jawabannya tentu boleh. Justru review dari konsumen itu penting sebagai bahan evaluasi. Tapi, cara menyampaikannya yang harus kita perhatikan banget. Usahakan fokus pada pengalaman pribadi, hindari menyebut nama individu tertentu, jangan menulis tuduhan tanpa bukti dan sebisa mungkin beri saran perbaikan. Kritik tetap bisa pedas tapi elegan, sehingga pesan tersampaikan tanpa perlu mengorbankan diri sendiri hanya karena emosi.
Dulu kita sering mendengar pepatah mulutmu harimaumu, kalau sekarang jempolmu pedangmu. Sekali salah ketik, jempolmu bisa membunuhmu sendiri. Makanya, sebelum menulis review, coba tarik napas dulu. Tanyakan pada diri sendiri apakah ini fakta atau hanya asumsi? Apakah bahasanya sopan atau cenderung menghina? Apakah tujuan review ini sekadar melampiaskan kemarahan atau memang untuk memberikan masukan? Kalau semua jawabannya sudah yakin aman, barulah tulis review dengan tenang.
Review jelek bukan hal yang terlarang, tapi ingat, ada garis tipis antara kritik dan fitnah. Kalau masih di jalur kritik yang wajar, review bisa jadi masukan berharga. Tapi kalau sudah menyerempet ke penghinaan atau fitnah, jangan kaget kalau tiba-tiba harus menghadapi laporan polisi.


