Pertanyaan :
Kang, aku mau cerita permasalahan hukum yang menimpa anak kami, jadi begini anak kami itu dipukulin sama anak tetangga, sebagai orang tua upaya hukumnya bagaimana ya ?
Jawaban :
Hallo gaes, pembaca setia curkum yang baik hati, jadi ngene loh ….
Berhubung Kang Yono mau pergi ke Kulon Ndeso dalam misi memperkaya khasanah keilmuan, heuheuehu janne mau piknik og. Yaudah Kolom Curkum akan dijawab oleh Crew Redaktur aja ya.
Okee, terima kasih Kang Yono dan selamat menikmati perjalanan safety first selalu.
Langsung pada poinnya ya gaes, untuk upaya hukum yang dapat dilakukan atas tindakan penganiayaan terhadap anak salah satunya adalah dengan membuat laporan kepada pihak yang berwajib alias pihak kepolisian. Adapun tata caranya sebenarnya sudah dibahas sama redaktur klikhukum.id dalam artikel “Lika-Liku Laporan Polisi” jadi tinggal dibaca aja ya.
Selanjutnya, terkait materi hukum atas tindakan si anak tetangga yang memukul anak tersayang ibu, menurut hemat kami masuk dalam kategori penganiayaan. Nah berhubung korbannya anak, maka aturan hukumnya tunduk pada ketentuan Pasal 76 C UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi ;
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Nah untuk ancaman hukuman terhadap yang melanggar pasal tersebut di atas diatur dalam Pasal 80 UU No. 25/2014 Tentang Perlindungan Anak, yaitu dapat dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Oiya gaes jika ada yang bertanya kok si pelaku tidak dikenakan Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan.
Jadi ulasan singkatnya begini gaes, berhubung korban adalah anak, maka aturan hukum lebih khususlah yang dipakai. Soalnya dalam hukum kita ada asas Lex Specialis Derogat Legi Generali atau bahasa Indonesianya dapat diartikan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Nah, makanya yang pake adalah aturan hukum dalam UU No. 25/2014 Tentang Perlindungan Anak.
Btw, karena korbannya adalah anak, lalu pelakunya juga anak, maka ada satu ketentuan khusus lagi yang perlu diperhatikan. Jadi begini, simak bae-bae ya.
Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, ada prosedur dan tata cara khusus dalam penangangannya, yaitu dengan Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagaimana diatur dalam UU No.11/2012 Sistem Peradilan Pidana Anak.
Cuma gini ya gaes, namanya juga anak, ketika melakukan kesalahan, jangan buru-buru emosi dan menempuh jalur hukum. Tolong lihat dulu lah bobot kesalahan dan akibat perbuatannya, jika memang bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka upayakan terlebih dahulu jalur kekeluargaan. Nah kalo emang kesalahan dan akibat perbuatan si anak pelaku ini fatal sekali, barulah silahkan lakukan upaya hukum.
Oh ya, ada yang unik dalam penegakkan hukum untuk kasus pidana dengan pelaku anak. Apakah itu?
Jika seorang anak diduga melakukan perbuatan pidana, apabila memenuhi syarat untuk diversi, maka wajib hukumnya untuk dilakukan diversi. Pasal 1 angka 7 UU Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa:
“Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pidana”
Pasal 7 Ayat (2) UU Sistem Peradilan Anak, sudah mengatur syarat agar dapat dilakukan diversi, antara lain :
“Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan :
- Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan
- Bukan merupakan pengulangan tindak pidana”
Terkait ulasan tentang diversi juga dapat dibaca tuh dalam artikel sebelumnya klikhukum.id yang berjudul “Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”.
Nah demikian ya gaes jawaban untuk curkum kali ini, semoga dapat meng-glowingkan.