Di Indonesia, ada dua lembaga peradilan yang sangat penting dan memiliki peran berbeda dalam sistem hukum negara kita. Kedua lembaga tersebut adalah Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), ini termuat jelas dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945. Meskipun keduanya memiliki nama yang mirip, tugas dan kewenangannya sangat berbeda.
Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, menurut Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 ada badan peradilan di bawah MA, yaitu peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Tugas utamanya adalah memeriksa dan memutuskan perkara yang sudah memiliki keputusan di tingkat banding atau tingkat pertama di pengadilan negeri. Dengan kata lain MA ini seperti ‘pengadilan terakhir’ yang menguji keputusan-keputusan yang sudah ada sebelumnya.
Berbeda dengan MA, MK adalah lembaga yang khusus mengawasi dan menafsirkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945). Tugas utama MK adalah menguji undang-undang yang dibentuk DPR dan pemerintah, apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.
1. Jenis Perkara
MA menangani perkara-perkara hukum yang bersifat umum, seperti perkara perdata, pidana dan administrasi negara. MA hanya menangani perkara yang sudah melalui proses hukum di tingkat pertama dan banding.
BACA JUGA: GAK SEMBARANGAN! 7 ASAS HUKUM INI JADI PEDOMAN DAN PRINSIP DALAM HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Berdasarkan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 MK berwenang menangani perkara yang berkaitan dengan konstitusi, seperti uji materiil terhadap undang-undang, sengketa hasil pemilu, sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945 dan memutuskan pembubaran partai politik.
2. Kewenangan Judicial Review
Selain memeriksa putusan pada tingkat kasasi, MA juga memiliki kewenangan lain yang termuat di Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945, yaitu menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Contoh undang-undang yang bisa diuji ke MA seperti, peraturan daerah, peraturan pemerintah, peraturan lembaga dan peraturan lain yang secara hierarki di bawah undang-undang.
Berbeda dengan MA, MK memiliki kewenangan yang termuat di Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
Jadi kewenangan MK hanya terbatas pada pengujian undang-undang, bukan seperti MA yang berwenang untuk menguji semua peraturan di bawah undang-undang. Selain itu yang membedakan keduanya adalah batu uji yang dipakai, MK menggunakan UUD 1945 untuk menguji suatu undang-undang, sedangkan MA menggunakan undang-undang untuk menguji suatu peraturan di bawah undang-undang.
3. Sifat Putusan
Sifat putusan MA sendiri itu akhir, mengikat dan berkekuatan tetap, tapi putusan tersebut bisa dilakukan peninjauan kembali dan sifat dari putusan peninjauan kembali adalah tingkat pertama dan terakhir.
Sedangkan MK, putusannya bersifat final and binding, yaitu putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap dan mengikat sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.
4. Keanggotaan Hakim
Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua MA yang diangkat oleh presiden atas pengajuan DPR RI. Calon Hakim Agung di MA diseleksi oleh komisi yudisial, kemudian diajukan ke DPR untuk disetujui dan selanjutnya ditetapkan oleh presiden. Jumlah hakim agung sendiri cukup banyak, yaitu 60 orang.
Tidak sebanyak MA, MK hanya memiliki sembilan orang hakim konstitusi, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh mahkamah agung, tiga orang oleh dewan perwakilan rakyat dan tiga orang oleh presiden. Masing-masing lembaga memiliki mekanisme masing-masing untuk menetapkan calonnya.
Walaupun memiliki berbagai perbedaan, MA maupun MK keduanya memiliki peran yang sangat penting dalam sistem hukum di Indonesia, dan keduanya bekerja sama untuk menjaga keadilan serta demokrasi di negara kita.