Kalian tau gak sih, NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat Islam terbesar dan tertua di Indonesia ternyata menolak kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama. Kira-kira apa ya, argumentasi hukum yang mendasari kedua organisasi tersebut menolak RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama?
RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama rupanya diinisiasi oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai wujud komitmen untuk merealisasikan janji politik ketika berkampanye di pemilu 2019 lalu. Tujuannya, PKS ingin seluruh tokoh agama mendapatkan perlindungan hukum dari negara.
RUU ini juga mendapat dukungan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), akan tetapi Fraksi PKB meminta tambahan substansi terkait pasal ‘perlindungan kiai dan guru ngaji.’
Duh, saya kok jadi heran. Kenapa yang semangat mengesahkan RUU tersebut hanya diinisiasi oleh partai yang berasaskan Islam? Apakah karena sedikitnya perolehan suara yang didapat oleh partai tersebut pada pemilihan di tahun 2019 atau hanya pencitraan terhadap para tokoh agama? Ntah lah.
Sekedar napak tilas ya, ketiga partai tersebut, PKS, PKB dan PPP perolehan suaranya gak sampai 10% dan tertinggal jauh oleh partai yang berasaskan nasionalis. Bisa jadi mereka nyolong start untuk pemilihan umum pada tahun 2024, tentu saja agar nantinya para tokoh agama tidak mengalami kriminalisasi pada saat melakukan kampanye politik.
Kita sebagai masyarakat perlu memperjelas ke mana arah RUU tersebut mau diarahkan, jangan sampai RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama dikukuhkan demi kepentingan politik kelompok tertentu. Hal itu akan menjadi komoditas politik dan semakin menguatkan politik identitas.
Isu yang santer terdengar, RUU ini dirancang untuk menghindari kriminalisasi terhadap tokoh agama. Sepengetahuan saya kejadian dan isu kriminalisasi ulama itu hanya terjadi di daerah tertentu saja dan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
Isu tentang ulama yang dikriminalisasi dan tidak aman itu cuma isu politik. Karena pada umumnya ulama di Indonesia tidak merasakan hal itu. Kehidupan mereka berlangsung aman, damai, sehat sentosa dan juga masih bebas menyampaikan dakwahnya melalui berbagai metode dan saluran. Lagian terkait istilah kriminalisasi ulama juga sebenarnya gak tepat dan udah pernah dibahas sebelumnya oleh Mas Mahend yang paling ganteng se Klikhukum.id.
Kita lanjut ya. NU dan Muhammadiyah, dua ormas Islam yang telah berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia ini juga terus mempertanyakan urgensi adanya RUU tersebut.
Seperti yang dilansir dari tempo. co, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan RUU Perlindungan Agama tidak dibutuhkan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud, yang menyatakan bahwa RUU Perlindungan Agama tak perlu. Dalam sistem negara hukum, semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, tirto.id.
Tentu penolakan tersebut menjadi tanda tanya. Kalau dinalar, kedua ormas besar itu memiliki banyak ulama, tapi justru menolak adanya RUU Perlindungan tokoh agama. Kenapa hayoooo?
Jika melihat kasus pidana yang menimpa tokoh agama selama ini, menurut saya itu disebabkan oleh pernyataan mereka sendiri yang memenuhi unsur pidana, entah itu berupa penistaan agama, penghinaan, pencemaran nama baik, hoax ataupun provokasi. Bukan dikarenakan kriminalisasi atau diskriminasi.
Sebenarnya untuk menjaga kehormatan, keluhuran dan kemuliaan martabat para tokoh agama tidak harus dibackup dengan RUU Perlindungan Tokoh Agama. Yang paling penting tuh, kita harus saling menjaga, memelihara kedamaian bangsa serta tidak saling menghasut dan menyampaikan berita yang mengandung hoaks. Pokoknya jangan saling fitnah deh.
Bukan maksud menggurui atau memaksakan kehendak, ini cuma saran doang. Kalo bisa tokoh agama jangan sampai menyalahgunakan fungsinya. Misalnya dalam kampanye politik, jangan ada tokoh agama yang menyampaikan orasi dengan menjual ayat-ayat, padahal yang disampaikan konteksnya tidak tepat dan tidak relevan.
Menurut saya sih, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama ini gak perlu yaa. Intinya untuk menjaga keharmonisan kehidupan bernegara, jika ada tokoh agama yang terancam secara fisik dan verbal ketika berdakwah atau berceramah, tinggal laporin aja pelakunya dengan KUHP atau undang-undang lain yang relevan. UU ITE misalnya.
Coba deh, PKS, PPP dan PKB pertimbangkan kembali keberadaan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama ini. Terlebih dua ormas Islam terbesar di Indonesia juga menolaknya kok, lalu apa yang perlu dikhawatirkan dan dilindungi jika yang mau dilindungi saja tidak butuh perlindungan. Gak usah mencari jarum ditumpukan jerami, jika memang jarumnya gak jatuh di jerami.